Lihat ke Halaman Asli

Pena ReSuPaG

"Jangan pernah ragu meniru penulis lain. Setiap seniman yang tengah mengasah keterampilannya membutuhkan model. Pada akhirnya, Anda akan menemukan gaya sendiri dan menanggalkan kulit penulis yang Anda tiru" (William Zinsser)

Fungsi Hukum Kanonik dalam Gereja Katolik

Diperbarui: 3 Desember 2021   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kitab Hukum Kanonik (dokpenkwi.org)

1. Hukum dalam arti Tata Hukum

Dengan istilah ius dalam arti objektif, dimaksudkan tata hukum yang terdiri dari undang-undang, yakni keseluruhan perangkat norma dengan ciri-ciri khas tertentu yang berlaku dalam masyarakat hukum, penataan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dalam arti ini ada hukum perdata, hukum pidana pada bagian-bagiannya (misalnya; perkawinan, warisan, tata Negara, dll).

2. Hukum sebagai Kewenangan Subyek

Dengan istilah ius dalam arti subyektif dimaksudkan hak sebagai kewenangan untuk mendapat sesuatu, berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Hak ini bisa bersifat kodrati, dapat dirumuskan lebih rinci dan dijamin dalam tata hukum sehingga dapat dituntut lewat sarana-sarana hukum karena sifatnya mengikat secara hukum.

Hukum dilindungi oleh sanksi-sanksi dan dilaksanakan atau dipaksakan jika perlu dengan tuduhan, eksekusi dan hukuman. Hukum memerlukan kekuasaan supaya dilaksanakan, tetapi hukum tidak sama dengan kekuasaan. Ciri khas hukum adalah diakui oleh masyarakat-hukum sebagai sah dan penegak-penegak hukum sebagai yang berwenang.

Tujuan utama hukum adalah menciptakan suasana menciptakan suasana tenteram dan aman dalam masyarakat. Kepastian hukum harus diciptakan. 

Namun demikian, sewaktu-waktu bisa terjadi suatu ketegangan di antara keperluan akan kepastian hukum dan tujuan hokum yang paling luhur yakni keadilan. Ketegangan itu tidak selalu dapat diselesaikan dengan memuaskan seratus persen, tetapi selalu harus diusahakan sedapat-dapatnya. 

Maka, tata-hukum manapun tidak dapat menciptakan keadilan yang sempurna, karena hukum  adalah karya ciptaan manusia yang bersifat sementara, terbatas dan selalu harus disempurnakan. 

Hukum tidak boleh melupakan tujuan-tujuan tersebut, yang merupakan cita-cita hukum. Hukum akan merosot menjadi sistem aturan kaku yang sewenang-wenang apabila lepas dari cita-cita itu. 

Realisasi cita-cita hukum tersebut dan nilai-nilai luhur lainnya (misalnya; kebebasan persamaan, kebergunaan) dapat diwujudkan dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan struktur sosial-politis yang bersangkutan. Berhubungan dengan ini, muncul masalah, apakah hukum dan moral harus selalu selaras dan sama tuntutannya; apakah hukum harus melarang/diperintahkan oleh moral.

Secara prinsipil bidang moral dan hukum dapat diumpamakan dengan dua lingkaran yang saling memotong, sehingga hanya sebagian saja yang diliputi oleh kedua-duanya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline