Seruan Apostolik Gaudete et Exsultate adalah salah satu dokumen yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus.
1. Latar Belakang Dokumen Gaudete et Exsultate
Gaudete et Exsultate, seruan apostolik dari Paus Fransiskus diterbitkan pada tanggal 9 April 2018, bertepatan dengan Hari Raya Kabar Sukacita. Seruan ini merupakan panduan bagi kaum kristiani abad ini untuk menanggapi panggilan kepada kekudusan di dunia saat ini. Isi seruan apostolik ini terinspirasi dari Sabda Bahagia Yesus (Matius 5:12), "bersukacita dan begembiralah" bagi orang yang dianiaya demi Allah dan kebenaran-Nya. Dengan bahasa yang sederhana dan lugas, dia menjelaskan arti menjadi kudus: menjadi kudus berarti hidup sederhana, mengutamakan Tuhan, percaya pada-Nya, bukan mengutamakan kekayaan dan kekuasaan duniawi; bersikap rendah hati, berduka cita dan menghibur yang lain, penuh belas kasihan dan memaafkan, bekerja untuk keadilan dan mencari perdamaian dengan sesama.
Melalui seruan apostolik ini, dia meneruskan dan melengkapi ajaran Konsili Vatikan II yang tertuang dalam Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium (LG) dan ajaran Paus Yohanes Paulus II dalam Novo Millennio Ineunte tentang kekudusan. Dia menjelaskan bahwa Tuhan memanggil semua orang Kristen menjadi orang suci dengan menyediakan waktu berdoa, menunjukkan perhatian penuh kasih kepada orang lain dengan tindakan yang paling sederhana dan melakukan pekerjaan harian dengan semangat kasih. Kaum kristiani tidak perlu takut pada kekudusan sebab panggilan kepada kekudusan tidak akan menghilangkan energi, vitalitas dan kegembiraan.
Panggilan kepada kekudusan adalah panggilan pribadi. Karena itu, Allah membutuhkan tanggapan pribadi dari semua manusia, ciptaan-Nya melalui iman dan tindakan kasih kepada-Nya dan sesama dalam kehidupan sehari-hari. Jalan kepada kekudusan hanya mungkin ditelusuri apabila setiap pribadi mengikuti jalan Yesus, bersatu dengan-Nya dan menyatukan diri dengan wafat dan kebangkitan-Nya.
2. Alamat dan Tujuan Dokumen Gaudete et Exsultate
Seruan apostolik yang berisikan permenungan mengenai panggilan kepada kekudusan ini ditujukan kepada semua kaum kristiani Katolik (para uskup, imam, biarawan- biarawati maupun umat awam) agar mampu menanggapi panggilan ini dalam situasi dunia zaman ini. Seruan ini bukanlah risalah mengenai kekudusan yang memuat definisi dan rincian ilmiah mengenai kekudusan, melainkan menerangkan inti panggilan kepada kekudusan dengan cara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Wawasan iman dalam wujud praktis ini akan menjadi pedoman hidup yang relevan untuk mewujudkan kekudusan dalam pekerjaan dan setiap gerak hidup harian. Landasan iman panggilan ini adalah: manusia berasal dari Allah yang kudus dan Allah menggerakkan semua manusia dengan rahmat-Nya "supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya dalam kasih" (Ef 1: 4).
3. Isi Ringkas Dokumen Gaudete et Exsultate
Seruan apostolik Gaudete et Exultate merupakan seruan apostolik ketiga yang ditulis dan dipromulgasikan oleh Paus Fransiskus. Seruan yang dirumuskan dalam 81 halaman dan terdiri dari lima bab ini ditandatangani oleh Paus Fransiskus pada tanggal 19 Maret 2018 (bertepatan dengan Pesta Santo Joseph) dan diumumkan di Vatikan pada hari Senin, tanggal 9 April 2018. Seruan ini bersumber dari Sabda Yesus dalam Khotbah di Bukit sebagaimana ditegaskan dalam Injil Matius 5:12 "Bersukacitalah dan bergembiralah". Melalui seruan apostolik ini, Paus Fransiskus memusatkan permenungannya pada panggilan setiap pribadi kepada kekudusan. Sebagai ciptaan Allah, setiap manusia harus menaggapi panggilan Allah ini dalam kasih.
Pada bab pertama, Paus Fransiskus menjelaskan perihal inti panggilan kepada kekudusan. Semua umat beriman dipanggil kepada kekudusan, apapun status dan perannya dengan menjalani hidup dalam semangat kasih. Kekudusan tidak membuat umat beriman kurang manusiawi, karena kekudusan adalah perjumpaan antara kelemahan manusiawi dan kekuatan anugerah Allah. Namun, umat beriman tetap membutuhkan saat-saat penting untuk berdiam di hadapan Allah dan membiarkan Allah masuk dan bertindak dalam dirinya.
Pada bab dua, Paus Fransiskus mengingatkan umat beriman akan dua musuh kekudusan, yaitu Gnostisisme dan Pelagianisme masa kini. Gnostisisme dan Pelagianisme adalah dua "bentuk kesucian palsu" yang sudah ada sejarah Gereja awal. Kaum gnostik tidak mengakui bahwa kesempurnaan manusia tidak ditakar berdasarkan informasi atau pengetahuan. Mereka memisahkan intelek dari daging, mengubah ajaran Yesus menjadi logika yang dingin dan kasar serta berusaha mendominasi segalanya. Namun doktrin yang mereka ajarkan "bukan sistem tertutup, tanpa kapasitas dinamis untuk mengajukan pertanyaan, keraguan, pertanyaan". Namun, Paus Fransiskus menegaskan bahwa pengalaman Kristen bukanlah perangkat latihan intelektual dan kebijaksanaan Kristen sejati tidak akan pernah bisa dipisahkan dari belas kasihan.