Lihat ke Halaman Asli

Rendy Artha Luvian

TERVERIFIKASI

Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Inovasi Persentase Prediksi, Transparansi Dalam Prakiraan Cuaca

Diperbarui: 27 Januari 2025   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inovasi Layanan Prakiraan Cuaca dengan Tingkat Persentase Kemungkinan (sumber: AI dari freepik.com)

Melihat layanan prakiraan cuaca di Indonesia tentu bisa dibilang sudah cukup 'lumayan' maju jika dilihat dari kemudahan aksesnya. Tak hanya cuaca, layanan prakiraan musim kini bisa dengan mudah diakses melalui handphone masing-masing. Namun demikian layanan yang diberikan terkesan masih sama dan tak pernah berubah dari tahun ke tahun. Hanya menginformasikan prakiraan hari-hari ke depan cuaca mendung, cerah, atau hujan dilengkapi dengan prakiraan tingkat kelembapan, arah angin, serta suhu rata-rata yang 'kemungkinan' akan terjadi di hari itu, tentunya dengan proses yang 'scientific' oleh lembaga yang memiliki wewenang dalam hal ini (BMKG).

Namun demikian kesan monoton itu terasa tidak pernah berubah, hanya itu melulu yang diinformasikan. Tingkat kepopuleran prakiraan cuaca pun juga terkesan tak pernah naik dan bertahan dalam jangka waktu yang lama, kecuali layanan informasi gempa bumi yang memang sudah naik daun karena banyaknya gempa yang terjadi di Indonesia. Peringatan dini tsunami juga menjadi layanan yang cukup populer semenjak bencana yang menimpa Aceh. Bentuk negara kepulauan membuat posisi Indonesia hampir sama seperti Jepang, membuatnya rentan akan kedua jenis bencana ini.

Padahal kalau dilihat dari data bencana yang dikeluarkan oleh BNPB, bencana hidrometeorologis, yakni bencana yang dikaitkan dengan keberadaan 'hidro' atau air sudah sangat mendominasi kejadian bencana di tanah air. Bencana hidrometeorologis kebanyakan berkaitan dengan banjir, tanah longsor, puting beliung, hingga kekeringan yang menjadi peringkat pertama kejadian bencana di Indonesia. Kesemuanya sangat bergantung terhadap kondisi cuaca dan iklim yang terjadi.

Nah, jika dilihat dari hal tersebut sudah seharusnya layanan prakiraan cuaca naik daun, namun demikian pada kenyataannya hanya layanan cuaca ekstrem yang layanannya diperlukan oleh masyarakat. Sementara prakiraan cuaca biasa tetap sama, monoton sepanjang tahun dan terasa membosankan. Belum lagi jika ditambah kritikan tentang seberapa jauh persentase tingkat keakuratan prediksi yang diberikan. Kadang kala prakiraan cuaca menyebutkan hujan ternyata hanya mendung, cerah ternyata malah hujan, mendung ternyata malah terik dan panas. Duh, hal yang akan semakin menenggelamkan layanan prakiraan cuaca ke depannya.

Inovasi Persentase Kemungkinan dalam Prakiraan Cuaca   

Ada inovasi yang penting selain kemudahan akses dan bentuk visual layanan prakiraan cuaca yang bagus dan enak dipandang. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat akurasi dari prakiraan cuaca itu sendiri, yang sudah seharusnya menjadi hal utama untuk dibenahi. Selama ini masyarakat tidak tahu seberapa besar tingkat keakuratan layanan cuaca yang dikeluarkan oleh pemerintah (BMKG). Beberapa bahkan menilai keakuratan layanannya cukup rendah sehingga mereka cenderung tidak menghiraukan.

Misal dalam sebuah prakiraan cuaca diberikan besaran persentase tingkat kemungkinan terjadinya kondisi cuaca tersebut. Kota Bandung, prakiraan cuaca esok hari hujan, tingkat persentase akurasi 82%, kelembaban, suhu, bla bla bla bisa ditambahkan berbagai hal yang ingin diinformasikan. Namun demikian hal yang paling ditonjolkan yakni persentase dari kemungkinan terjadinya kejadian cuaca tersebut. Dalam contoh di atas disebutkan bahwa Kota Bandung di keesokan hari akan mengalami hujan, nah perhitungan kemungkinan secara scientific-nya juga harus disertakan, dalam hal ini tingkat kemungkinan terjadinya adalah di atas 80% yakni 82%.

Hal ini akan memberikan gambaran yang lebih objektif tentang bagaimana informasi prakiraan cuaca yang transparan. Hal yang juga bisa menjelaskan apabila ada kemungkinan lain yang terjadi, semisal di tengah Kota Bandung hujan namun dibagian barat atau pinggirannya hanya mendung saja karena masih ada sisa 18% kemungkinan terjadi kejadian cuaca yang lain, entah itu mendung atau cerah.

Hal yang tentu sangat berbeda jika di Kota Yogyakarta misal diprakirakan cuaca cerah dengan tingkat akurasi 'hanya' 74%. Hal yang menyisakan 26% lainnya untuk terjadi mendung atau hujan. Ini penting baik bagi masyarakat maupun layanan pemberi informasi cuaca itu sendiri. Masyarakat menjadi lebih mudah dalam mencerna informasi yang ada dan pemerintah (BMKG) juga bisa lebih transparan dalam memberikan informasi serta penjelasan apabila tidak terjadi seperti yang diprakirakan. Masyarakat juga bisa bersama-sama ikut menelaah kejadian cuaca yang terjadi, karena semakin massifnya literasi cuaca, iklim, dan perubahan iklim di era satu dekade ini.

Layanan yang Massif namun 'Ringan'

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline