Lihat ke Halaman Asli

Rendy Artha Luvian

TERVERIFIKASI

Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Catatan Abdi Dalem (Bagian 31, Kobaran Api) - Serangan Balik

Diperbarui: 21 April 2024   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: freepik.com

            Kapal itu terbakar namun tetap dapat melaju ke arah pantai, hanya tersisa satu layar besar di belakang. Sisanya terkoyak karena pertempuran yang terjadi di atas kapal dan habis dimakan kobaran api yang membuat beberapa tiangnya pun hangus. Semakin mendekat ke bibir pantai, apa yang sedang terjadi di atas kapal menjadi tontonan orang-orang yang berada di dekatnya. Pertempuran masih terjadi antara pasukan musuh yang berusaha menguasai kapal dengan para prajurit Samudera.

            Posisi prajurit Ternate belum terlihat dekat bibir pantai, membuat semua orang di atas kapal tak memperhatikan apa yang sudah disiapkan oleh seluruh anak buah Panglima Malamo, kecuali satu orang. Ia memegang senjata cukup besar, berbentuk seperti meriam tapi bisa diangkat oleh satu orang yang kuat, dan memang pria ini cukup kekar meski usianya tak lagi muda. Dibalik barisan tameng, dengan keyakinan penuh pria ini menembakkan senjatanya ke arah pasukan musuh yang masih bertahan di kapal dua kali. Satu kali ke arah pasukan musuh di dek depan dan satu lagi ke samping kanan. Ia lalu mengambil jeda dan mengisi kembali senjatanya sebelum menembakkannya terakhir kali ke angkasa dengan satu tangan, kali ini tangan kirinya pun terangkat sepenuhnya ke atas dengan telapak tangan terbuka.

            Di ujung paling selatan, Abdi melihat kapal itu masih cukup jauh, tapi berkat cahaya tembakan tiga kali itu ia sempat melihat siluet pria besar yang mengayunkan gadanya ke arah prajurit musuh di dek belakang.

            "Dalem menjaga bayu geni, Alhamdulillah, berarti masih bisa satu kali lagi..." ucap Abdi memegang erat sesuatu yang tak sabar dinyalakannya.

            "Ayolah.. tinggal satu tiupan terompah lagi..."

            "Sabar tuan pembawa pesan, Panglima Malamo pasti akan membunyikannya sebentar lagi..." ucap prajurit di sebelah Abdi menenangkan. Di ujung tangan prajurit itu ada meriam cukup besar yang siap didorong ke bibir pantai, tapi tetap ia menunggu suara terompah dengan kesiapsiagaan.

            Hal yang sama terjadi di atas mercusuar, kali ini prajurit yang ditugaskan oleh Panglima Malamo untuk mematikan lampu sorot yang terus bertanya kepadanya mengapa tiupan kedua belum juga dibunyikan, tangannya sudah gatal ingin segera mencabut kabel aki di bagian belakang.

            "BELUM! TUNGGU, BERSABARLAH!" ucap Panglima Malamo tegas.

            "Tidakkah kau lihat!? Telapak tangan itu teracung ke atas, ia menembakkan senjatanya ke angkasa dan mengangkat telapak tangannya ke arah bibir pantai! Itu artinya tahan dulu!"

            "Senjata itu bukan senjata sembarangan, itu Rentaka, senjata baru sejenis meriam kecil. Pasukan di depan dan di samping langsung berhamburan dan banyak pasukan musuh tergeletak," Panglima Malamo melanjutkan sambil terus menatap semua yang terjadi melalui teropongnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline