Penyakit DBD semakin marak di pertengahan April 2024 ini, bahkan banyak kasus yang terjadi saat hari raya Lebaran Idul Fitri yang lalu di wilayah perkotaan seperti Jakarta dan Bekasi. Saat kita berhadapan dengan musim kemarau, ancaman kesehatan seperti ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Selain dari sisi panasnya cuaca, Urban Heat Island (UHI) juga turut berperan dalam memperburuk kondisi, membawa dampak serius bagi kesehatan masyarakat.
Fenomena UHI Mempengaruhi Pola Cuaca Perkotaan
UHI terjadi ketika daerah perkotaan atau metropolitan memiliki suhu yang lebih tinggi daripada daerah pedesaan di sekitarnya. Penyebab utama UHI adalah aktivitas manusia seperti penggunaan energi, transportasi, dan pembangunan perkotaan yang meningkatkan produksi panas.
Ketika UHI terjadi, daerah perkotaan cenderung memiliki kondisi mikroklimat yang berbeda, termasuk peningkatan kelembaban. Pada saat yang sama, sistem alamiah seperti hujan lokal mungkin lebih sering terjadi di daerah ini karena adanya pola perubahan suhu yang drastis antara daerah perkotaan dan pedesaan di sekitarnya.
Jadi, bagaimana UHI bisa berdampak pada pola cuaca kita? Pertanyaan yang memang layak diajukan. Jawabannya ada pada kemampuannya untuk mempengaruhi pola aliran udara dan pembentukan awan di sekitar daerah perkotaan. Ketika musim kemarau tiba, kelembaban tinggi dan hujan lokal menjadi "teman setia" bagi daerah-daerah perkotaan yang dipengaruhi oleh UHI. Akibatnya, apa yang seharusnya menjadi masa kemarau yang kering dan panas, berubah menjadi musim kemarau basah yang tidak menentu.
Dampak Bagi Kesehatan
Data menunjukkan bahwa hujan yang turun di masa awal musim kemarau akan meningkatkan risiko penyakit secara signifikan. Diare, leptospirosis, dan demam berdarah dengue (DBD) adalah beberapa penyakit yang sering kali merebak di tengah musim kemarau. Ini terjadi karena kondisi lingkungan yang hangat dan menguntungkan bagi perkembangan patogen penyakit, seperti air yang stagnan dan peningkatan populasi vektor penyakit seperti nyamuk dan tikus.
Leptospirosis, penyakit yang kerap menjadi momok saat musim penghujan, kembali mengintai di tengah-tengah musim kemarau yang basah ini. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang sering kali tersebar melalui urin hewan, terutama tikus. Dengan genangan air yang melimpah dan rawan banjir di sekitar kita, risiko penularan leptospirosis semakin meningkat, mengingat kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan bakteri penyebabnya.
Sementara itu, Demam Berdarah Dengue (DBD) juga tidak kalah mengancam. Disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti, penyakit ini dapat dengan cepat menyebar melalui populasi nyamuk yang meningkat pesat saat musim kemarau. Dalam sekejap, virus dengue dapat masuk ke dalam darah dan mengganas di seluruh tubuh, menyebabkan gejala yang mengancam nyawa.