Matanya fokus melihat lawan yang mulai sempoyongan. Dihitungnya sudah delapan belas kali ia mendaratkan pukulan ke arah lawannya itu, tapi ia masih bisa berdiri dan mengangkat pedang kayunya. Dalem tak sempat merasakan kondisi tubuhnya sendiri, yang ia tahu pastilah sudah memar di mana-mana. Pria itu mendaratkan serangan jauh lebih banyak dibandingkan dirinya. Ia yakin dengan satu pukulan lagi pasti bisa menjatukan pria itu, perasaan yang sama ketika ia mematahkan gada kayu ketiganya.
"Kuat.. Sangat kuat.. Kalau saja gada tadi terbuat dari besi..." Dalem berkata perlahan,
SWUSSH! TAKK!!
dengan sigap ia masih bisa mengangkat tangan kiri untuk menaruh tameng tepat di tempat sabetan pedang itu datang. Nyaris saja mengenai bahu kiri atau kalau tepat sasaran mungkin matanya sudah bonyok saat ini. Ia mengambil beberapa langkah mundur ke belakang. Dicarinya di deretan senjata yang bergeletakan dan yang ditaruh di papan panjang belakang, masih belum juga ditemukannya.
"Kalau saja kedua gada itu tadi dari besi, pastilah aku sudah kalah dari awal," kata pria tadi. Otot-otot dada dan perutnya menegang, menunjukkan bentuk keperkasaan.
Pria ini berpengalaman, begitu pikir Dalem. Sambil maju ke arah Dalem yang masih mengatur nafas, ia kembali menebas pedang kayunya, kali ini ke arah kaki yang gerakannya terlihat sedikit melambat.
"Kau.. anak.. baru!" setiap kata mewakili satu tebasan ke arah bawah, sayangnya ukuran ternyata tidak mengurangi kelincahan sasarannya.
"Harusnya.. kau..." ia gantian mengincar kaki kanan yang untuk sesaat terlihat sangat dekat.
"Mati saja!"
TAKK!!