Tidak lama seusai mereka melaksanakan sholat zuhur, Mas Rade menghampiri seseorang yang masih berada di shaf paling depan. Orang tersebut tampak sedang berdiskusi serius dengan beberapa santri. Mas Rade sendiri setelah menyalami mereka, ikut mendengarkan apa yang dibicarakan. Abdi dan Dalem tidak berani mendekat sementara Mas Rade sedang berbicara dengan guru dan sahabatnya, keduanya membuka kembali catatan dan mendiskusikan hal-hal apa saja yang perlu ditambahkan. Mulai dari Pasar Wolio hingga percakapan mereka dengan Mas Rade sepanjang perjalanan tadi. Selang beberapa waktu Abdi dan Dalem asyik berdiskusi, mereka tidak sadar orang-orang yang tadi berdiskusi telah selesai.
"Assalamualaikum..." suara yang cukup dalam dan tua mengagetkan keduanya.
"Eh.. Waalaikumsalam kek.. eh Ustad..." Dalem menjawab terbata karena kaget.
"Kalian berdua dari dari Mataram?" tanyanya.
"Iya, betul Ustad.. kami bermaksud belajar sebentar di sini..." ucap Dalem.
"Nama saya Ikhsanudin Murhum. Biasa dipanggil Ikhsan atau Murhum, saya salah satu pengajar di madrasah ini," Ustad Murhum memperkenalkan diri.
"Kebetulan kita semua sedang terburu-buru, ada hal penting yang harus dihadiri sekarang juga. Kalian tidak keberatan kan bila ikut dengan kami? Atau ingin langsung ke penginapan untuk tamu?" tanyanya kepada Abdi dan Dalem yang nampak tak siap.
"Eh, ke mana Ustad ya.. err.. kami tidak keberatan kok," Abdi terkejut dengan ajakan yang tiba-tiba.
"Baiklah, kita akan menuju ke Masjid Agung Kesultanan Buton segera. Tidak banyak kan barang bawaan kalian?"
"Tidak kok ustad, hanya beberapa pakaian dan makanan saja yang kami bawa," Abdi menunjuk kedua tas yang tergeletak di lantai.