Lihat ke Halaman Asli

Rendy Artha Luvian

TERVERIFIKASI

Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Permainan dan Pertempuran di Wilayah Sosial Budaya

Diperbarui: 26 Januari 2024   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: freepik.com

Membicarakan tentang masalah sosial dan budaya manusia berarti membicarakan mengenai berbagai macam hal. Bisa jadi menyoal Bahasa, Sastra, Norma, Sopan Santun, hingga perilaku, atau juga yang nampak jelas seperti makanan, pakaian, bentuk rumah tempat tinggal, hingga teknologi. 

Nah, di tataran sosial dan budaya inilah manusia berinteraksi satu dengan yang lain, saling mengenal dan memperkaya khazanah diri dan masyarakatnya, untuk kemudian membentuk cipta, rasa, dan karsa yang lama kelamaan mewujud menjadi sebuah budaya.

Di dunia yang baik dan masih murni, interaksi antar manusia ini biasanya selalu menghasilkan sesuatu yang positif. Hal, yang hanya bisa terjadi jika manusia-manusia di dalamnya membawa ideologi yang sejati, yakni yang berhubungan dengan Tuhan. 

Di tempat lain, bisa jadi hal ini justru malah disalahkan, keberadaan agama menjadi sesatu yang dianggap sebagai pemicu terjadinya perang, misalnya saja perang salib. Tetapi bukankah sebelumnya di tanah Palestina misalnya, hidup berdampingan tiga agama samawi tanpa terjadi pertumpahan darah sedikitpun, bahkan mereka hidup berdampingan saling menghormati dan menghargai?

Namun setelah ada yang memegang kekuasaan dan menjalankannya dengan kesewenangan barulah terjadi peperangan yang tujuannya pun sebenarnya sangat egois. Menginginkan wilayah terntentu hanya untuk dirinya saja. Bukankah sebelumnya keadaannya damai-damai saja? Mengapa tiba-tiba terjadi pertempuran yang sebenarnya tidak perlu?

Ada satu unsur yang terlupakan, di wilayah sosial budaya, yang merupakan lapangan bagi seluruh hal untuk bertemu dan bermain, saling mengenal, sebelum memutuskan apakah bisa untuk hidup bersama, atau saling mempengaruhi dan melengkapi. 

Jika tak bisa berarti hanya ada dua pilihan, yakni saling menjauh dan hidup masing-masing atau yang terakhir adalah berperang satu sama lain. 

Satu unsur tersebut bisa dilihat sekilas oleh anak-anak yang masih bersih jiwanya namun tidak oleh orang-orang yang sudah kotor apalagi gelap hatinya. Mereka, yang dekat dengan Tuhan, menyebut satu unsur ini sebagai 'bagian yang berasal dari setan'.

Secara sederhananya,wilayah sosial budaya bisa dimisalkan sekali lagi sebuah lapangan besar. Berbagai makhluk masuk ke dalamnya dan saling berkomunikasi, masing-masing di antaranya membawa apa yang dinamakan sebagai ideologi, meskipun ada pula yang hanya ikut-ikutan dan tidak membawa apapun melainkan hanya jiwa, pikiran, dan hatinya saja yang belum mengikuti apapun juga.

Tiga bagian ini, jiwa, pikiran, dan hati, merupakan hal krusial yang menjadi bagian dari 'permainan' dan 'pertempuran' awal di sebuah pertemuan antara makhluk-makhluk yang ada di 'lapangan' sosial dan budaya tadi. Integrasi, kompetisi, hingga kolaborasi bisa saja terjadi antara jiwa, pikiran, hati yang ada di 'lapangan' tadi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline