Lihat ke Halaman Asli

Rendy Artha Luvian

TERVERIFIKASI

Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menghadapi Tantangan Memburuknya Kualitas Udara di Indonesia Saat Puncak Musim Kemarau

Diperbarui: 7 September 2023   05:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi polusi udara: freepik.com

Menghadapi Tantangan Kualitas Udara di Musim Kemarau

Musim kemarau di Indonesia selalu menjadi waktu yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Namun, tahun ini, cerahnya matahari di langit biru terhalang oleh kabut asap yang semakin tebal, menunjukkan penurunan kualitas udara yang memprihatinkan. Augustus dan September 2023 yang merupakan bulan-bulan puncak musim kemarau menjadi saksi dari kondisi udara yang semakin memburuk, dan kita perlu memahami apa yang sedang terjadi.

Salah satu faktor yang semakin memperparah situasi ini adalah adanya El Nino moderat yang datang dari arah timur. El Nino, fenomena cuaca alam yang terjadi akibat perubahan suhu laut di Samudra Pasifik, telah mengakibatkan cuaca yang lebih kering dan panas di beberapa wilayah Indonesia. Dalam hal ini, selain angin muson timur, El Nino menjadi penyumbang utama dalam menurunkan curah hujan, mengeringkan tanah, dan meningkatkan potensi kebakaran hutan.

Tidak hanya itu, fenomena IOD positif dari arah barat juga memberikan dampak negatif pada curah hujan di Indonesia. Indian Ocean Dipole (IOD) positif berarti kondisi Samudera Hindia di kepulauan Indonesia lebih dingin dibandingkan dengan kondisi Samudera di pantai timur Afrika, sehingga angin yang membawa hujan berhembus ke arah barat menuju Afrika. Keadaan ini menyebabkan Indonesia lebih kering terutama di Sumatera. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan curah hujan dan menambah masalah pada musim kemarau.

Kelembaban udara yang tinggi, meskipun terdengar paradoks, sebenarnya memperparah kondisi. Pada musim kemarau yang lembab, polutan sulit untuk berpindah secara vertikal ke atas. Sebagai akibatnya, polutan terjebak di lapisan udara yang lebih rendah, mendekati permukaan bumi. Ini menjadikan konsentrasi polutan semakin tinggi dan menyebabkan kualitas udara semakin memburuk.

Memburuknya Kualitas Udara: Tantangan Besar untuk Ibukota dan Daerah

Tidak dapat disangkal lagi bahwa masalah kualitas udara adalah salah satu tantangan besar yang harus dihadapi oleh Ibukota Jakarta dan sekitarnya, yang dikenal dengan sebutan Jabodetabek. Di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi, kualitas udara yang semakin memburuk telah menjadi peringatan keras bagi kita semua.

Penyumbang Utama: Sektor Transportasi dan Pembangkit Listrik

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sektor transportasi adalah penyumbang terbesar dalam emisi polutan di wilayah ini, menyumbang sekitar 44% dari total emisi. Kendaraan bermotor, termasuk mobil pribadi dan angkutan umum, telah menjadi sumber utama pencemaran udara. Masalah ini tidak hanya mengancam kualitas udara, tetapi juga berdampak pada kesehatan masyarakat.

Selain itu, sektor pembangkit listrik juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi polutan di Ibukota dan sekitarnya. Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembangkit listrik adalah salah satu penyebab utama polusi udara. Inisiatif untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan menjadi semakin mendesak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline