Lihat ke Halaman Asli

Rendra Trisyanto Surya

I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

Liku-liku Perjalanan Sebuah Proposal Penelitian

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Peran dan pekerjaan dosen sederhana, yaitu Mengajar (fungsi Pendidikan), Meneliti (fungsi Riset) dan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (dalam berbagai bentuk dan variannya). Ketiga fungsi ini disebut dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pemerintah, melalui Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) sejak beberapa tahun belakang menyediakan dana cukup besar buat para dosen yang kreatif melakukan berbagai macam jenis penelitian. Maka, kemudian bermunculan berbagai macam jenis/tipe (skim) penelitian yang kadang memang membingungkan para dosen itu sendiri, dan bisa berakibat fatal.

Hal terakhir ini juga saya alami. Meskipun saya sudah hampir 30 tahun mengajar di Perguruan Tinggi, ternyata "kebingungan" dalam memahami berbagai macam skim/jenis penelitian yang ada saat ini bisa juga terjadi, walaupun telah dilengkapi dengan buku panduan. Saya mencoba membuat proposal penelitian dengan skim “Fundamental”, karena punya ide "baru" yang menurut saya menarik dan belum banyak dilakukan orang. Akan tetapi, rupanya antara persepsi saya (sebagai pengaju proposal penelitian), dengan penguji proposal (reviewer) berbeda, dalam hal menentukan mana ruang lingkup penelitian yang masuk kategori Fundamental, terutama dikaitkan dengan penelitian terapan yang disebut dengan “Penelitian Hibah Bersaing” (PHB).

Dalam buku Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, edisi IX tahun 2013 yang dikeluarkan oleh DIKTI, dikatakan bahwa Penelitian Fundamental ditujukan untuk mencari penemuan (invensi) untuk mengantisipasi suatu gejala/fenomena, kaidah, model, atau postulat baru  mendukung suatu proses teknologi, kesehatan, pertanian, dan lain-lain mendukung penelitian terapan(termasuk pencarian metode atau teori baru). Jadi jelas, bahwa skim penelitian Fundamental bisa ditujukan menjadi sarana penelitian penemuan metode baru. Dari sudut inilah, proposal penelitian Fundamental yang saya ajukan disusun. Sedangkan skim Penelitian Hibah Bersaing lebih ditujukan untuk menghasilkan inovasi dan pengembangan ipteks-sosbud (penelitian terapan) yang berdampak eknomis agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun industri.

Dengan demikian, Skim penelitian PHB sudah cukup jelas, karena masuk ke wilayah terapan yang bernilai ekonomis. Tapi skim penelitian fundamental..? Bukankah boleh juga digunakan untuk  "uji coba" hal-hal baru (inovatif) yang belum jelas namun nantinya  akan dikembangkan di wilayah Terapan..? Bukankah METODE dari pendekatan baru, bisa juga dilaksanakan melalui skim Fundamental, sebagaimana dinyatakan dalam buku panduan di atas?

Akan tetapi menurut reviewer  sebagai penguji, proposal penelitian ini mungkin lebih cocok jika dilakukan melalui skim Hibah Terapan. Karena Metode COBIT sudah ada dan sudah lama  digunakan di dunia industri. Akibat perbedaan pandangan tesrebut, maka kemudian  Reviewer   meminta saya menjelaskan dan memaparkan argumen tersebut secara lebih detail!

Dalam paparan tersebut kurang lebih saya katakan, bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi untuk meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan, secara inheren juga membawa resiko tersendiri, yang disebut dengan IT Risk. Resiko inilah secara kontinyu harus dikurangi (dikendalikan) sampai tingkat yang aman, jika ingin memperoleh manfaat dari keberadaan Teknologi Informasi  sebagai enabler terhadap peningkatan daya saing (terutama dalam bidang bisnis). Pengendalian Resiko yang disebut dengan IT Control itu, dilakukan melalui kegiatan Audit Sistem Informasi atau Audit Tata Kelola (jika juga ditujukan untuk mengukur tingkat kematangan TI). Apakah kajian ini tidak memberi manfaat bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi? Paling tidak, tentu bermanfaat  dalam kajian bidang Audit Teknologi Informasi atau Manajemen TI, bukan? Bukankah analisis IT Risk dan metode pengembangan IT Control dan sistem infrastruktur TI justru menjadi inti dari bidang ilmu yang dinamakan dengan Information System Audit Science?

Pada organisasi skala menengah dan besar, TI harus dikelola dengan terstruktur agar manfaatnya optimal. Standarisasi Tata Kelola TI yang diakui keberhasilannya (best practice) di dunia industri di antaranya  adalah COBIT (Control Objcetive for Information Technology and its related) yang dikeluarkan oleh lembaga non-profitISACA di Amerika. IT Framework COBIT ini disusun oleh puluhan praktisi TI dan Auditor bekerjasama dengan para akademisi (profesor/doktor) dari universitas. Dari aspek ini saja sudah jelas, bahwa kerangka kerja TI bernama COBIT ini memberi sumbangan cukup signifikan buat Ilmu Pengetahuan.

Bahkan akhir-akhir ini menjadi fenomenal, karena IT Framework COBIT yang memiliki elemen, proses dan pendekatan tersendiri tersebut telah  menjadi keharusan (standar) di dunia industri dalam melakukan Audit Sistem Informasi dan pengukuran Tata Kelola Teknologi Informasi karena objektivitas dan akurasinya yang tinggi. Fenomena ini tentu saja kemudian akan memberi sumbangan yang signifikan bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang relevan, khususnya dalam bidang kajian Audit Sistem Informasi yang saya tekuni selama ini. Saya akan meneliti, apa metode yang sesuai untuk diterapkan dalam mengukut IT Governance di organisasi Perguruan Tinggi.

Acara pemaparan proposal pun usai!

Tapi dalam hati merasa was-was, jangan-jangan  saya kurang bisa meyakinkan para Reviewer tersebut. Maka dengan gundah di malam harinya saya menulis artikel berjudul "Proposal Penelitian Rp 72 Juta Itu pun, GAGAL Hanya Karena ‘Salah Kamar‘” di blog Kompasiana sebagaimana kebiasaan selama dua tahun terakhir. Ternyata, sebulan kemudian, proposal tersebut termasuk satu di antara proposal yang dinyatakan Lolos/Diterima. Alhamdulilah, tentu saja senang! Wah, tapi sudah terlanjur mempublikasikan artikel ini dan menyatakan proposal tersebut Gagal?

Hal yang kemudian menimbulkan protes berbagai pihak, termasuk karena ada beberapa kalimat yang dirasakan "memojokkan".  Oleh karena itu, saya perlu melakukan klarifikasi dan edit ulang artikel ini, termasuk dengan mengubah judul agar tidak terkesan memojokkan. Ya, pada waktu itu, terlalu cepat melakukan under-estimated terhadap diri sendiri  dan kurang jeli melakukan self-cencorships (meskipun sejak awal tidak mencantumkan Nama individu maupu institusi). Namun ini menjadi pembelajaran buat saya agar tidak terburu-buru menilai suatu keadaan dan menuliskannya sebelum prosesnya  tuntas.

Mudah-mudahan hal ini juga dapat dijadikan pembelajaran pula buat para penulis dan pembaca Kompasiana lain, agar berhati-hati sebelum membuat dan mempublikasikan tulisan yang bernada KRITIK meskipun dewasa ini kita berada dalam era kebebasan pers. Meskipun kita semua adalah Pewarta Warga namun tetap upayakan untuk selalu objektif dan proporsional. Memang tulisan jenis  OPINI tidak harus mutlak menerapkan "the both side of covered" sebagaimana halnya  penulisan reportase/berita. Namun, paling tidak kita harus melakukan self-cencorships yang utuh, tidak cukup hanya dengan tidak menyebtukan nama/identitas suatu objek belaka.

===========================================

(Penulis: Rendra Trisyanto Surya, dosen tinggal di Cimahi/Bandung, Jawa Barat)

============================================================

CATATAN:

Tulisan di atas merupakan  OPINI (Pendapat Pribadi). Bukan reportase dan bukan pula pendapat institusi kampus dimana saya mengajar. Sehingga artikel di atas mungkin saja subjektif berdasarkan apa yang saya pahami dan ketahui.

Semula, tujuan utama artikel di atas sebagai bahan diskusi Group Dosen Indonesia di Facebook, untuk mendapatkan  masukkan pro dan kontra mengenai suatu proposal akan lebih cocok masuk ke  skim Penelitian FUNDAMENTAL atau Penelitian Hibah Terapan. Karena ternyata memang banyak di antara dosen yang belum benar-benar memahaminya, meski telah dilengkapi dengan buku panduan.  Tentu saja, saya tidak bermaksud dengan sengaja memojokkan siapa pun setiap menulis artikel. Itu sebabnya sejak awal, artikel ini tidak sekalipun menyebut NAMA orang atau nama institusi. Namun, jika seandainya tulisan di atas ternyata membuat beberapa pihak menjadi tersinggung, saya MOHON MAAF!

Dan saya juga berterima kasih kepada para Reviewer, yang ternyata telah menilai proposal penelitian saya  tersebut secara objektif dan  apa adanya, sehingga hasil evaluasi keseluruhan kemudian menyatakan bahwa proposal DITERIMA/LOLOS.

Sekali lagi, saya MOHON MAAF,  jika artikel ini telah menyinggung beberapa pihak terkait..! Tujuan semua artikel yang saya tulis di social media pada dasarnya merupakan bahan "information sharing", memberikan wawasan/edukasi dan sebagai bahan diskusi!

===============================



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline