Saya tidak pernah mendengar sebelumnya tentang objek wisata GUCI yang terletak di selatan Kota Tegal/Slawi di Jawa Tengah ini. Bahkan namanya saja baru saya kenal beberapa minggu yang lalu dari teman-teman. Mungkin karena saya tinggal di tempat yang jauh dari lokasi ini, yaitu di Propinsi Jawa Barat, tepatnya di kota Bandung. Namun ketika teman-teman lama mengajak berkumpul (reuni) di objek wisata yang berlokasi di kaki gunung Slamet (Gunung tertinggi di Jawa tengah) tersebut. MAka sampailah saya di pemandian air panas Geo-thermal alami ini. Kawasan ini ternyata berbeda jauh dengan suasana alam sekitarnya, karena kesejukan udara pegunungannyayang khas. Bertolak belakang dengan iklim pesisir utara Pulau Jawa lain, yang sering terasa kering dan panas tersebut.
(Gambar peta rinci Jawa Tengah lengkap dengan arah menuju ke objek wisata kawasan GUCI di kabupaten Tegal, yang tertempel di salah satu mesjid pada pom bensin yang terdapat di Kecamatan Lebak Siu, . (Photo By: Rendra Trisyanto Surya)
Dari kota Bandung, kami berangkat berkendaraan pribadi selama hampir 6 jam menyusuri kota Cirebon, Brebes, Tegal, Slawi, kemudian melewati Kecamatan Lebaksiu sebelum sampai ke lokasi objek wisata ini. Kesan pertama saya begitu tiba adalah, “biasa-biasa saja...” Tampak tidak ada yang istimewadi tempat ini karena suasananya mirip dengan objek wisata pegunungan di Indonesia pada umumnya. Apalagi kami tiba disana saat lagi “peak season”, yaitu di bulan Desember dimana hampir semua keluarga kelas menengah di sekitar Jawa Tengah seolah-olahtumpah ruah menikmati liburan panjang akhir tahun disini. Yang terlihatselanjutnya justru kemacetan di sepanjang jalan menuju ke objek wisata Guci ini. Namun banyaknya hotel dan villa menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan tempat favorit masyarakat sekitar untuk bermalam. Begitu hiruk-pikuknya suasana saat itu, sehingga kamipun hampir tidak kebagian kamar buat bermalm.
“Wah, hebat juga nih minat orang-orang Jawa Tengah berwisata. Menyerbu Guci sampai hampir semua villa dan hotel disekitarnya penuh begini.. Padahal harganya tidak murah juga..”, pikir saya dalam hati . Mungkin ini salah satu indikator yang menunjukkan bahwa kini telah semakin meningkatnya jumlah masyarakat kelas menengah di Propinsi Jawa Tengah. Artinya di Jawa Tengah telah terjadi perkembangan bisnisdan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan akibat keberhasilan pembangunan disana ? Meskipun tentu saja ‘pertumbuhan ekonomi/bisnis” berbeda maknanya dengan masalah ‘pemerataan”.
****
Kami tiba di Guci di malam hari. Dan langsung beristirahat dari perjalanan panjang yang cukup melelahkan tersebut menyusuri sepertiga pulau Jawa ini. Udara dingin kemudian mulai menusuk-nusuk hingga ke dalam jendela kamar penginapan, sehingga tempat beristirahat tersebut membutuhkan selimut dan pakaian hangat. Hal ini mengingatkan saya dengan suasana kawasan wisata di Lembang yang juga berada di kawasan pegunungan di daerah pinggiran kota Bandung. Atau kawasan gunung Puncak yang berada sekitar 60 kilometer dari ibukota Jakarta..
(Susana di pintu gerbang masuk ke kawasan objek wisata Air Panas Guci yang dipenuhi oleh mobil, pedagang dan ramainya pengunjung serta hujan yang hampir tiap hari (Photo By: Rendra Trisyanto Surya)
Esok pagi, ketika lelah dan pegal akibat perjalanan panjang ini mulai menghilang, dan pikiran menjadi lebih segar. Saya memulai melakukan aktivitas travelling sebagaimana biasanya jika sedang mengunjungi suatu tempat. Menyusuri sudut-sudut daerah asing tersebut dengan berjalan kaki, termasuk ke tempat-tempat yang “tidak biasa” untuk mencari apa “keunikan” yang ada di sana (yang selalu saya yakinkan, hal itu pasti ada!). Karena bukankah berwisata itu pada dasarnya tidak hanya untuk menikmati keindahan dan menikmati kuliner khas setempat. Namun juga menikmati dan belajar dari “keunikan” dan perbedaan yang ada. Bagi saya, Pelangi itu indah justru karena perbedaan warna-warninya..
Lalu saya berjalan menuju kembali ke gerbang pintu masuk kawasan Guci, yang tampak dipenuhi oleh mobil-mobil keluarga yang baru datang dan para pedagang asongan yang gencar menawarkan/menjual berbagai makanan dan pernik-pernik khas Guci disana-sini.Ada panggung kecil dengan pemain organ tunggal dan seorang penyanyi dangdut yang tidak henti-hentinya menyanyikan lagu-lagu gembira sambil tersenyum kepada pengunjung. Tampak juga beberapa orang yang menuntun kuda yang ditawarkan buat disewa pengunjung. Hal ini mengingatkan saya pada kawasan khas wisata berkuda yang juga terdapat di berbagai tempat di Indonesia seperti Lembang di kota Bandung dan kawasan lain.
Tiba-tiba saya tersadar, bahwa saya sedang berada di Jawa Tengah dengan berbagai ikon budayanya yang khas (bahasa Jawa Tegal dengan dialek yang khas terdengar dimana-mana). Demikian pula makanan khas Tegal dan sebagian dari daerah Jawa Tengah lain, yang siap dijajakan rapi oleh para penjual/warung disini. Hal ini menjadi “keunikan” tersendiri dimata saya. Berwisata dan mencicipi makanan khas itu, merupakan dua sisi travelling yang tidak dapat dipisahkan... Sayangnya, ketika saya mencari koran lokal/daerah setempat untuk mengetahui sekilas berita terakhir mengenai dinamika masyarakat lokal setempat. Ternyata tidak satupun tempat atau orang yang menjualnya. Rupanya disini membaca itu bukan bagian dari perjalanan/travelling dalam kegiatan berlibur ya… (hehe2..)
(Salah satu jajanan warung penjual makanan khas Jawa Tengah di Guci /Photo By: Rendra Trisyanto Surya)
Kemudian saya melanjutkan perjalanan menyusuri lebih jauh dengan mengikuti arus banyak orang yang saat itu hendak mendaki bukit ke suatu tempat yang bertuliskan “Taman Wisata Air Panas GUCI”.
“Wah, ini pasti pemandangan yang menarik jika bisa melihat Guci dari atas..!”, pikir saya dalam hati. Meskipun penyakit jantung koroner saya sebenarnya belum sembuh benar sehingga sebenarnya dilarang dokter untuk melakukan aktivitas fisik seperti ini. Saya cuek saja, dan tetap melakukan pendakian ke bukit kecil ini. Wah, ternyata lumayan juga tuh pendakiannya. Anda harus melangkah lebih dari 20.000 langkah agar dapat sampai ke bukit yang sebenarnya tidak begitu tinggi tersebut.
Akhirnya setelah sekitar 20 menit mendaki dengan sedikit ngos-ngosan, sampai juga diatas bukit itu. Memang benar..! View dari bukit ini memperlihatkan kawasan wisata Guci secara lebih luas dan jauh hingga ke pungung Gunung Slamet. Pemandangan Guci dari atas itu menarik untuk dijadikan objek photo.
Desa Guci ini ternyatatepat berada dihutan dengan kehijauan kaki Gunung Slamet yang terkenal “angker” itu. Lalu pikir saya dalam hati, “Kalau tidak ada objek wisata Guci yang ramai seperti ini, pasti orang bakalan tidak akan berani berkunjung ke sini. Mengingat cerita dan sejarahnya yang lumayan menyeramkan! Gunung ini sejak dahulu sudah dikenal sebagai tempat orang yang hendak menyepi, bersemedi dan bertapa. Sehingga hal-hal yang bersifat mistik masih kuat terasa di daerah ini…”
Setelah puas menatap Guci dan punggung Gunung Slamet tersebut dari berbagai arah, kemudian saya turun dengan terburu-buru karena hujan mulai rintik-rintik . Jalan setapak kecil itu pasti akan menjadi licin jika dilewati dalam keadaan hujan. Namun dalam perjalanan turun tersebut, saya sempat mampir ke warung yang ada disekitar bukit itu untuk beristirahat sejenak, sambil mencicipi pecel khas Tegal. Pecel merupakan salah satu makanan khas masyarakat Jawa yang juga menjadi kegemaran saya.
(Penulis berphoto diatas bukit bersama isteri: Farida Saimi, dengan latar belakang pemandangan objek wisata Guci dan hutan punggung Gunung Slamet dari ketinggian (Photo By: Dhinda Ayu Amelia Rendra)
Setelah sampai di bawah dengan agak melelahkan dan berkeringat. Kemudian saya beristirahat di villa hingga sore harinya untuk merencanakan acara berikutnya.Sorepun semakin terlihat mendung dan gerimis. Lalu saya melanjutkan perjalanan menuju ke kolam air panas yang terletak di dalam hotel Guci Indah yang berada di belakang villa tempat saya menginap.
Awalnya saya sempat ragu-ragu untuk berenang di kolam Air Panas ini. Karena banyak yangmengatakan berendam di air panas seperti ini kurang baik buat penderita penyakit penyakit jantung. “Bagi orang yang normal saja, berenang di air panas tidak akan kuat berlama-lama. Bisa menyesakkan nafas... Kamu tidak usah berenang, cukup berendam saja !”, kata teman saya mengingatkan.
Setelah saya membeli tiketseharga Rp 20.000 agar dapat masuk ke kolam air panas di hotel ini. Maka petugas disana juga mewanti-wanti bahwa, “Bagi penerita jantung dan darah tinggi… tidak diperbolehkan lama-lama berendam di kolam ini. Bapak cukup berendam saja itupun hanya 15 menit saja ya.. “.
Di kawasan Guci ini terdapat dua tipe tempat berendam air panas buat pengunjung, yang gratis dan yang bayar. Yang gratis dengan air pancurannya yang berasal dari gunung itu, ada di sekitar 12 tempat yang menyebar disekitar kawasan Guci yang cukup luas ini. Sedangkan yang ada di kolam-kolam renang hotel hanya untuk tamu hotel yang menginap. Pengunjung dari luar hotel dibolehkan asal membayar dengan tarif seperti diatas. Banyak orang menggunakan fasilitas kolam air panas hotel ini karena jauh lebih bersih dan terawat. Tapi masalahnya buat saya papan pengumuman di pintu masuk Hotel Guci Indah ini, yang tiba-tiba membuat jantung saya semakin berdetak-detak tak karuan. Disana dengan tegas mengingatkan, bahwa pengunjung yang berpenyakit jantung, darah tinggi, stroke dan kulit .. untuk berhati-hati berendam di kolam.... Wah, seram banget ya..?
Saya sempat ragu menginjakkan kaki di kolam renang yang semakin terasa panas saat sedang hujan. Setelah tubuh saya sempat terasa kaget sejenak saat menyentuh air panas tersebut. Kemudian saya lanjutkan dengan berendam dan memang benar .. merasakan sesak nafas sesaat.. Namun selanjutnya, saya merasakan hal yang biasa saja. Bahkan saya menjadi lupa bahwa saat itu sedang berenang di air panas yang cukup dalam. Sebagai penderita jantung koroner sejak dua tahun lalu, dapat berendam dan berenang di tempat seperti ini merupakan "keunikan" tersendiri bagi saya. Bahkan setelah dua jam berlalu, sesak nafas yang sering dikatakan banyak orang itu akan terjadi, justru tidak saya rasakan lagi... Semua kembali menjadi normal-normal saja...
Dalam hati lalu saya bertanya-tanya, “Apakah ini keunikan dari pemandian air panas Guci tersebut?” Mengapa saya kok bisa berendam dan berenang terus sebagaimana layaknya orang normal melebihi 15 menit.... Bahkan ketika hujan lebat turun membasahi kawasan Guci membawa air hujan yang dingin bagaikan es Gunung Slamet masuk ke kolam. Justru membuat suasana semakin unik, yaitu berpadunya air dingin dari luar dan air hangat dalam satu kolam..... .
(Suasana di salah satu kolam alami pemandian air panas Guci yang gratis buat para pengunjung. Disini terlihat jelas, bahwa air kolam ini berasal dari Gunung yang dialirkan melalui pancuran di beberapa titik. Terasa lebih alami meskipun kebersihan airnya kurang terawat (Photo By: Rendra Trisyanto Surya)
Sungguh, tadinya saya hanya sekedar coba-coba saja untuk berendam. Karena sudah bertahun-tahun tidak pernah melakukan kegiatan berenang, apalagi di kolam air panas seperti ini. Namun kenyatannya saya seperti ketagihan berenang hingga tidak terasa sudah hampir dua jam berendam dan berenang ke sana kemari di kolam ini dengan berbagai gaya, termasuk mengapung diatas air yang sudah lama sekali tidak pernah saya lakukan. Sungguh, saya merasa normal-normal saja. Malah badan terasa lebih segar....!
“Apakah ini artinya sumbatan total koroner di jantung saya sudah berhasil diterobos oleh kombinasi pengobatan medis dan herbal yang selama ini saya konsumsi dengan rajin hampir selama dua tahun terakhir ?”Atau jangan-jangan, inilah berkah ‘tersulubung’yang diberikan oleh air panas Guci (alam) sebagai mukjizat dari Gunung Slamet.. ”. Sebagaimana banyak dipercaya masyarakat setempat.....
***
Setelah selama dua hari melakukan berbagai kegiatan wisata disini. Kamipun pulang ke Bandung menyusuri kembali jalan panjang membawa berbagai pengalaman baru dan “unik”. Betul, bahwa Guci merupakan objek wisata yang bersifat lokal (meskipun telah menjadi objek wisata utama bagi masyarakat sekitar Tegal dan JawaTengah pada umumnya). Akan tetapi, sebagaimana keyakinan sayasetiap kali melakukan travelling kemana-mana. “Selalu ada hal - hal menarik dan/atau ‘unik’ pada setiap tempat ...”Ya, di Guci .. buat saya keunikan itu adalah, ketika tiba-tiba saya (sebagai penderita jantung koroner itu) menjadi sehat, normal dan kuat berenang (bukan saja hanya berendam) selama hampir 2 jam di tengah hujan lebat dan semakin panasnya air geothermal yang mengalir ke kolam renang hotel tersebut…...Padahal sudah bertahun-tahun saya tidak pernah berenang..….. Karena kekuatan spirit (semangat) dari dalam diri, atau "berkah terselubung" dari kekuatan spiritual Gunung Slamet..??
(Suasana pemandian air panas Guci di kolam renang salah satu hotel. Disini airnya lebih bersih dan terjaga dengan baik, dilengkapi dengan pengamanan: satpam, penjaga kolam renang dan CCTV. Karean tidak sedikit pula orang yang berendam disini sampai tengah malam (Photo By: Rendra Trisyanto Surya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H