Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Bangsa Kita dalam Kemelut (lanjutan II))

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

*lanjutan II (lihat sebelumnya disini)

Apa dampaknya ?

Seluruh kemelut Bangsa yang sedang terjadi dewasa ini telah mengakibatkan seluruh Bangsa Indonesia telah hidup tidak lagi pada JATI DIRInya, tetapi telah hidup pada alur yang akan menghancurkan kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang sejati sebagai Bangsa Indonesia.

Kondisi ini akan dan dapat terjadi baik pada para Pemimpinnya, pada Rakyatnya, pada pandai-Cendikiawannya, para Ulamanya, para tokoh-tokoh Agama lainnya, para Petani dan Buruhnya, para Kaum Mudanya, maupun para elemen-elemen Bangsa lainnya.

Kondisi ini sebenarnya telah diperingatkan oleh Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan Indonesia bersama Bung Hatta dan Presiden RI pertama, bahwa yang akan menghancurkan bangsa Indonesia adalah tiga golongan/ kaum yaitu :

1. Kaum-kaum Blandis, yaitu orang-orang yang percaya kepada literatur-literatur barat dan literatur-literatur bangsa lain daripada literatur bangsanya sendiri. Dalam hal ini misalnya, Bung Karno menyatakan bahwa Demokrasi kami berbeda dengan demokrasi Eropa. Demokrasi kami adalah musyawarah, mufakat, dan perwakilan. Hak bicara adalah lebih dikedepankan daripada hak suara. Sementara, demokrasi Eropa lebih mengedepankan hak suara ( voting ). Hasil akhirnya adalah menang kalah. Karena hasil akhirnya adalah menang kalah, kita dapat pahami proses yang akan terjadi berikutnya adalah proses mengadu nasib. Proses mengadu nasib adalah judi. Oleh karena itu, dewasa ini kita sering mendengar proses bayar membayar untuk dapat atau bisa menjadi pimpinan-pimpinan pada jabatan politik dan profesional. Inilah bangsa kita didalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah meninggalkan musyawarah yang lebih mengedepankan hak bicara untuk mufakat didalam menentukan pemimpin sebagai bentuk perwakilan.

2. Kaum-kaum Kompromis, yaitu orang-orang yang lebih mementingkan kepentingan-kepentingan kelompoknya daripada kepentingan-kepentingan rakyat sebagai bentuk pengejawantahan AMPERA (amanat penderitaan rakyat ). Kaum-kaum ini pada umumnya menamakan diri mereka sebagai pemimpin bangsa atau wakil rakyat tetapi mereka rata-rata tidak memahami ilmu kebangsaan dan juga tidak mengenal rakyat secara langsung dan secara dekat. Sebagaimana kita telah ketahui bahwa Sumpah Pemuda yang menyatakan pada tanggal 28 oktober 1928 adalah mengemban AMPERA, yaitu dengan cita-citanya untuk Mengangkat Harkat dan Martabat Hidup Pribumi ( Rakyat  OIA ). Begitu juga Preambule UUD 1945 menyatakan: “ ...maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusian dan peri keadilan “ dan juga menyatakan : “...untuk membentuk suatu negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...”.

3. Kaum-kaum Reformis, yaitu orang-orang yang akan menggantikan suatu tatanan yang dihasilkan dari sejarah bangsanya sendiri dengan suatu tatanan yang terbangun dari bangsa-bangsa lain atau bangsa-bangsa asing. Bung Karno telah mengamanatkan kepada Bangsa Indonesia dari Sumpah Pemuda 28 oktober 1928, kemudian Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 agustus, dan terbentuknya Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 agustus 1945 yang telah melahirkan Pancasila, sabagai keyakinan standar Bangsa Indonesia yang distandarkan dari keyakinan-keyakinan yang beraneka ragam oleh Hukum yang bersifat pasti, tetap, dan diterima oleh siapapun juga, yang disebut Falsafah. Kemudian, Pancasila telah melahirkan UUD 1945 sebagai standar nilai aturan dasar berbangsa yang disebut Konstitusi negara RI. Pada akhirnya, UUD 1945 digunakan untuk membangun standar-standar perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang akan dibangun oleh pemerintah dan DPR dalam bentuk Undang-undang (UU), yang kemudian diturunkan dalam peraturan pemerintah (PP) nya berserta peraturan-peraturan daerah (PERDA) nya. Dari tatanan hukum ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah moralnya Bangsa indonesia. Oleh karena itu Amandemen terhadap UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2002 dan telah menghancurkan Kedaulatan Rakyat serta bertolak belakang dengan Pancasila memaknakan bahwa Bangsa Indonesia telah kehilangan moralnya. Sehingga, tatanan etika yang telah terbangun berdasarkan sejarah dan berlaku pun hancur.

Sehingga, dampak yang terjadi akibat lepasnya Pancasila dan makna UUD 1945 yang asli dari kehidupan berbangsa dan negara Bangsa Indonesia menyebabkan tatanan moral dan etika Bangsa Indonesia hancur. Kehancuran moral dan etika Bangsa Indonesia telah menghasilkan peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang menyesatkan kehidupan berangsa dan bernegara yang secara Hukum ditilik dari sejarah dan cita-cita bangsanya.

Oleh karena itu, hari ini Bangsa Indonesia telah hidup tersesat. Pertanyaan adalah salahkah bangsa indonesia hari ini? Jawabannya adalah TIDAK !!!! karena didalam posisi tersesat kita sebagai anak bangsa tidak akan pernah bersalah. Tetapi, kepada mereka atau kita yang sudah menyadari bahwa Bangsa Indonesia telah hidup dalam kondisi tersesat atau menunjukan bagaimana dapat keluar dari kesesatan tersebut.

*bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline