Lihat ke Halaman Asli

Sombong, Dosa Favorit Setan

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu waktu film Hollywood berjudul The Devil’s Advocate dirilis—sekitar tahun 1997—saya masih kecil, belum kepikiran saat besar nanti saya akan tertarik di bidang apa. Kemudian waktu berlalu, saya beranjak tua dan akhirnya memutuskan untuk tertarik dan mendalami bidang hukum. Maka kuliahlah saya di fakultas hukum, belajar tentang hukum, kemudian makin tertarik dengan segala hal yang berbau hukum. Di situlah awalnya saya terobsesi dengan film berjudul The Devil’s Advocate ini.

Bertahun-tahun saya mencari film ini. Di persewaan DVD jelas sudah tidak ada, sudah terlalu lama film ini kalau untuk dipajang di etalase. Mencoba download selalu terkendala waktu, kecepatan koneksi, dan web penyedia film yang juga sudah menghapus film ini dari database mereka. Setelah hampir kehilangan harapan, akhirnya kemarin saya mendapatkannya dari teman saya. Langsung saya copy dan tonton dengan ditemani segelas kopi hitam (yang iklannya Aryo Bayu) dan sebungkus rokok (yang di akhir iklan ada tulisan “Merokok Dapat Membunuhmu”).

Ceritanya seputaran kisah tentang perjalanan karir seorang pengacara muda bernama Kevin Lomax. Dia sangat terkenal karena di kota kecil (Gainesville, Florida) tempat tinggalnya, ia tak pernah kalah dalam persidangan. Kasus yang membuat karirnya berubah drastis adalah ketika dia membela seorang guru yang mencabuli murid perempuannya. Meskipun Kevin tahu bahwa si Guru ini salah, tapi ia tak mau rekor tak terkalahkannya tercoreng. Akhirnya dengan kepandaian berdebatnya, ia dapat memenangkan kasus dan guru cabul itu bebas. Dan dengan sombongnya ia menasbihkan dirinya sebagai yang tak terkalahkan.

Prestasinya ini dilirik oleh seorang pemilik kantor konsultan hukum multi nasional terkenal di New York, John Milton. Kevin direkrutnya sebagai pengacara di bidang hukum pidana. Sampai di sini Kevin makin bertambah sombong. ia merasa kemampuannya tak tertandingi, bahkan orang sekelas John Milton saja sampai merekrutnya.

Saat itulah kasus demi kasus ditanganganinya. Anehnya, semua klien yang dibelanya itu adalah pihak yang bersalah yang pasti akan kalah di pengadilan. Tapi dengan penuh kesombongan, Kevin tidak mau dikalahkan dalam pengadilan. Ia bersikeras, menggunakan segala cara agar bisa memenangkan kasus. Memang pada akhirnya dia menang dan rekor tak terkalahkannya bisa bertahan, tetapi itu harus dibayar mahal. Istrinya diperkosa Milton kemudian menjadi gila dan akhirnya bunuh diri. Karirnya cemerlang tapi kehidupan keluarganya hancur.

Di akhir cerita Kevin menemui Milton untuk menuntut balas, tetapi semuanya percuma. Ternyata John Milton adalah jelmaan setan/iblis yang memanfaatkan kesombongan Kevin untuk mencapai tujuan jahatnya : melahirkan dajjal/antichrist.

Mengapa Sang Setan Memilih Kevin?

Karena Kevin sombong Mengapa memilih kesombongan daripada kemalasan atau kebohongan? Karena kata Milton (si setan) kesombongan adalah dosa favoritnya. Karena kesombongan, sekecil apapun kadarnya, akan menyebabkan kerusakan yang sangat besar. Orang yang sombong akan menhalalkan segala cara untuk tetap menjaga dirinya berada pada posisi unggul supaya bisa tetap sombong. Bisa dengan berbohong, memfitnah orang lain, atau bahkan sampai dengan mem-bully (istilah yang lagi ngetrend di Kompasiana) orang lain. Sang setan menjadikan kesombongan menjadi dosa favoritnya karena kesombongan adalah benih dari segala kehancuran.

Mengapa Tiba-Tiba Saya Menulis Tentang Film Ini?

Pertama, sebagai pengingat kepada diri saya agar selalu berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari sikap sombong. Termasuk dalam hidup bersama di Kompasiana ini. Kadang saya menulis artikel atau bahkan hanya sekedar komentar yang bernada sombong. Apalagi saya juga bekas mahasiswa Fakultas Hukum, pastilah saya pernah menyombongkan ilmu yang saya punyai di Kompasiana ini. Melihat Kevin Lomax dalam The Devil’s Advocate seperti berkaca di layar laptop. Saya melihat bahwa diri saya pernah bersikap seperti Kevin dalam pergaulan di Kompasiana. Maka mengulas film ini adalah bentuk self warning agar saya tidak sombong di Kompasiana ini.

Kedua, dari semalam sampai siang tadi saya banyak menemukan artikel yang isinya menyenggol satu atau beberapa Kompasianer tentang sikap sombong dan jumawanya. Saya tidak tahu dan tidak mau tahu siapa Kompasianer tersenggol, toh tanpa tahu subjeknya saya sudah tahu pokok perbincangannya. Ya anggap saja ulasan tentang film ini sebagai sebuah cermin besar untuk kita semua sebagai Kompasianer agar jangan sampai bernasib seperti Kevin Lomax. Jangan sampai hanya gara-gara Kompasiana kita jadi disayangi oleh setan karena sering melakukan dosa favoritnya.

.

.

.

Klaten_16012014

“Vanity—definitely my favourite sin,” begitu kata setan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline