Lihat ke Halaman Asli

Rendi Wirahadi Kusuma

Universitas Pakuan

Tantangan Dalam Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veil Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi

Diperbarui: 26 Januari 2025   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

muhamadiyah, korupsi di indonesia https://images.app.goo.gl/HD9dYPCQKv97DSio8

Van rechtswege nieting; null and void 

- suatu proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum adalah batal demi hukum.

 

korupsi adalah suatu tindakan melawan hukum dengan melakukan kerugian uang negara dan bahkan disebut extraordinary crime yaitu kejahatan luar biasa dan dikutuk oleh masyarakat. Namun jika menelaah lebih dalam Dewan juri piercing the corporate veil sering diterapkan dalam kasus-kasus perdata yang melibatkan kontrak atau kewajiban perusahaan yang tidak dipenuhi oleh pengurus atau pemiliknya. terutama untuk menangani penyalahgunaan entitas korporasi oleh pemegang saham atau pengurus dalam kasus seperti penipuan dan penggelapan keuangan . Dalam konteks hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi, penerapannya menjadi problematis dan menimbulkan perdebatan.  Apaladi dengan penerapan prinsip piercing the corporate veil dalam tindak pidana korupsi dapat mengkriminalisasi orang yang tidak bersalah.
Karena doktrin ini berpotensi mengabaikan asas personal responsibility dalam hukum pidana. Semua pihak yang terkait dengan korporasi (seperti pemegang saham, komisaris, atau karyawan) bisa dianggap bertanggung jawab, meskipun tidak keterlibatan langsung dalam tindak pidana. Ini bertentangan dengan prinsip bahwa hanya individu yang bersalah secara personal yang dapat dijerat pidana dan melanggar asas praduga tak bersalah.

Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:

"Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di muka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap."

Untuk menjaga marwah pancasila di sila ke 2 yaitu "kemanusiaan yang adil dan beradab" dimana setiap orang tidak berhak dijadikan  sebagai orang yang bersalah dan hal ini secara tidak eksplisit memicu tindakan diskriminasi kepada seseorang.

Urgensi :

A rawan tindakan kriminalisasi

B terjadinya tumpang tindih terhadap klasifikasi hukum

C ditakutkan terjadinya tirani of law dan anarki law

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline