Lihat ke Halaman Asli

Rendi Nurdiansyah

Mahasiswa Teknologi Rekayasa Konversi Energi di Politeknik Negeri Jakarta

Transisi Menuju Energi Bersih: Pelibatan Anak Muda dalam Orientasi dan Regulasi Kebijakan Energi Nasional Menuju Net Zero Emission Tahun 2060

Diperbarui: 4 Februari 2024   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PLTS dan PLTB

Generation of Renewable Involving Youth Action Academy atau yang lebih dikenal sebagai Gerilya Academy merupakan pengembangan dari program sebelumnya yang memiliki akronim sama yaitu Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). Program ini merupakan kesempatan yang diberikan oleh Kementrian ESDM untuk anak muda dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara teknis maupun nonteknis serta terjun langsung dalam mensukseskan agenda transisi energi fosil ke energi baru terbarukan. Pada batch kali ini, Gerilya Academy melakukan ekspansi kepada bidang energi terbarukan lainnya untuk dijangkau. Mahasiswa peserta program didorong lebih lanjut untuk mengenal Energi Baru Terbarukan secara luas dan akan dibekali konsep dasar semua teknologi Energi Baru Terbarukan.

Dengan mengusung 4 aspek pembelajaran yang lebih variatif berangkat dari potensi energi terbarukan yang ada di Indonesia dengan pendekatan teknis serta sosial seperti :

  • Bioenergi
    Minyak nabati merupakan salah satu alternative yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel yang renewable (dapat diperbarui), sumber daya hayati dengan emisi yang ramah lingkungan dan biodegradable.

  • Pembangkit Listrik Tenaga Surya dan Bayu
    Energi surya dengan potensi 200MW, menjadikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya sebagai salah satu prioritas Kementrian ESDM dalam strategi meningkatkan bauran energi baru dan energi terbarukan. Serta potensi energi bayu untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu sebesar 60,6 GW diharapkan dapat dioptimalkan semaksimal mungkin.

  • Panas Bumi
    Dengan letak geografis berada pada jalur gunung berapi (ring of fire), Indonesia memiliki potensi panas bumi yang melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik. Saat ini telah teridentifikasi 331 titik potensi yang tersebar pada 30 Provinsi mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, sampai ke Sulawesi dengan rincian cadangan (reserve) sebesar 17.506 MW dan sumber daya (resources) sebesar 11.073 MW. Akan tetapi, pemanfaatan energi panas bumi untuk keperluan pembangkitan listrik baru sekitar 10% dari cadangan yang ada sehingga peluang untuk pengembangan energi panas bumi masih sangat terbuka lebar.

  • Energy Efficiency Policy dan CSR
    Kebijakan serta undang-undang terkait EBT yang berlaku perlu dipahami secara komprehensif. Kebijakan yang cerdas, bijaksana dan memberi harapan nantinya akan memberikan dampak yang lebih baik kepada masyarakat dengan mengacu pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SGD’s)

Memasuki era transisi energi di Indonesia, ketergantungan terhadap penggunaan energi yang berbasis fosil telah terasa sebagai satu masalah yang harus diselesaikan. Ketika berbicara terkait tentang perubahan iklim, seperti polusi dan emisi gas rumah kaca maka kita sudah berbicara pada tahap nasib planet. Dengan polusi dan emisi gas rumah kaca yang semakin tidak terbendung dari penggunaan energi fosil serta peningkatan kebutuhan energi di seluruh dunia, kehadiran energi bersih serta energi baru terbarukan harus dikejar secepat mungkin.

Dengan menggunakan analogi bahwa energi merupakan “darah” seperti pada tubuh manusia, ini menandakan bahwa energi merupakan bagian penting dari kebutuhan umat manusia dalam hidup dan berkembang. Akan tetapi selain aspek kebutuhan energi yang harus dipenuhi, manusia juga sudah harus memperhatikan aspek lingkungan yang harus dijaga demi keberlangsungan hidup manusia. Peralihan dari energi fosil ke energi baru terbarukan menjadi salah satu jalan keluar dari krisis lingkungan yang selama ini kita hadapi.

Akan tetapi, masalah yang harus dihadapi dalam peralihan dari energi fosil ke energi baru terbarukan sedikit lebih kompleks. Dari biaya eksplorasi yang tidak murah, besarnya rasio ketergantungan terhadap energi fosil serta infrastruktur yang belum memadai menjadikan peralihan ini harus dilakukan secara bertahap dengan target yang terukur. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mencatat bahwa pada akhir tahun 2023 target realisasi bauran energi primer yang berasal dari energi baru terbarukan mencapai 13,1% dengan target utama yaitu bauran energi primer yang berasal dari energi baru terbarukan pada 2025 sebesar 23%. Dalam mencapai target bauran energi pada 2025, diperlukan upaya strategis dari berbagai pihak untuk mendapat peningkatan yang signifikan.

Selain itu masalah seperti Green Inflation perlu juga dipertimbangkan untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060. Peningkatan biaya karena kebijakan ramah lingkungan ini merupakan masalah baru yang hadir dalam agenda transisi energi ke energi hijau. Oleh karena itu hal ini memerlukan startegi cerdas dan terukur dari berbagai pihak lintas sektor.

Kolaborasi multisektor mulai dari pemerintah, industri, akademisi hingga lapisan masyarakat lainnya diperlukan dalam mensukseskan agenda transisi energi ini. Selain itu, kolaborasi antar sektor ini juga dapat mempercepat agenda transisi energi sebagai upaya untuk menyelamatkan lingkungan tanpa mengesampingkan peningkatan kebutuhan energi nasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline