Lihat ke Halaman Asli

Menyimpan Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia Melalui Monumen Pers Nasional Surakarta

Diperbarui: 12 April 2024   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

ditulis oleh: Renda Adi Puspaningrum & M. Rohmadi

Monumen Pers, sebuah gedung sosial serba guna yang berdiri megah sejak tahun
1918, menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa penting dalam sejarah pers
Indonesia. Didirikan atas inisiatif Mangkunegoro VII, seorang pemimpin yang
visioner, gedung ini menjadi manifestasi nyata dari kebutuhan akan tempat untuk
melakukan pertemuan di daerah yang belum memiliki sarana serupa. Dengan
arsitek dari orang lokal, Purworejo, gedung ini mencerminkan harmonisasi antara
kebudayaan Barat dan Timur, yang tercermin dalam desainnya yang
menggabungkan elemen-elemen candi sebagai representasi Timur, dan bentuk
pintu yang melambangkan kehadiran unsur Barat.

Selama perjalanannya yang panjang, gedung ini tidak hanya berfungsi sebagai
ruang pertemuan, tetapi juga telah menjadi markas bagi berbagai lembaga penting
seperti Palang Merah Indonesia (PMI) dan Radio Republik Indonesia (RRI).
Namun, takdir sejatinya mengembalikan gedung ini kepada panggilannya yang
asli sebagai tempat pertemuan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),
menjadikannya sebagai sarang bagi para pahlawan pena yang berjuang untuk
kebebasan pers dan demokrasi.

Dalam sejarahnya yang berusia lebih dari satu abad, Monumen Pers telah menjadi
saksi bisu dari lahirnya berbagai koran dan majalah yang membangun identitas
pers di Surakarta. Dari surat kabar Bromartani pada tahun 1855, yang menjadi
titik awal perjalanan pers di Surakarta, hingga munculnya tokoh-tokoh inspiratif
seperti CF Winter dan Raden Ngabehi Rangga Warsita, pers terus berkembang dan
menjadi salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi negara.

Sebagai perayaan atas pentingnya peran pers dalam membangun masyarakat yang
demokratis, Monumen Pers diresmikan oleh Soeharto dengan penuh kebanggaan.
Upacara peresmiannya, yang disebut "Boyong Wukir" yang secara harfiah berarti
"rumah baru" dalam bahasa Jawa, menggambarkan pentingnya Monumen Pers
sebagai tempat untuk merumuskan gagasan-gagasan baru dan memperkuat
fondasi persatuan.

Dengan papan baca yang menampilkan berbagai koran dan majalah terbitan hari
ini, Monumen Pers tidak hanya menjadi tempat bersejarah yang menyimpan
memori perjalanan pers Indonesia, tetapi juga tetap menjadi pusat kegiatan
intelektual dan diskusi yang menghidupkan semangat kebebasan berbicara dan
menyampaikan pendapat. Melalui Monumen Pers, kita tidak hanya mengenang
masa lalu, tetapi juga menatap masa depan dengan harapan bahwa pers akan terus
menjadi penjaga kebenaran dan keadilan dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline