Pada tanggal 22 Maret 2016 kemarin terjadi demo yang dilakukan oleh para sopir angkutan umum yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Penyelenggara Angkutan Umum (FK-MPAU). Mereka menuntut pemerintah mengeluarkan Perpres atau Inpres yang mengatur persoalan transportasi yang sebelumnya diatur oleh UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas.
Tetapi demo yang terjadi pada hari Selasa kemarin pada pukul 09.00-17.30 WIB, yang pada awalnya disampaikan bahwa akan terjadi secara tertib dan aman, terkait pernyataan yang diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kobes Mohammad Iqbal, yaitu beliau mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir tak bisa menggunakan angkutan umum pada saat demo berlangsung. Yang disampaikan kepada wartawan di kantornya pada hari Senin tanggal 21 Maret 2016.
Tetapi pada kenyatannya demo yang pada awalnya memang berjalan secara tertib dan aman seketika berubah menajadi demo yang disertai tindakan anarkis. Dimana para supir taksi konvensional mulai melakukan tindakan-tindakan seperti melempar batu ke arah pengemudi angkutan berbasis aplikasi online, memaksa penumpang yang menggunakan angkutan online turun secara paksa, aksi sweeping, aksi membakar ban dan sebagainya.
Aksi seperti ini menurut saya merupakan suatu tindakan yang sangat disayangkan, karena boleh saja melakukan demo untuk menyuarakan aspirasi masyarakat, terutama demo adalah salah satu bagian dari kebebasan berpendapat dimana kebebasan berpendapat merupakan salah satu dasar negara berdemokrasi. Tetapi dengan melakukan demo yang berujung pada aksi anarkis hanya akan bersifat merugikan, kerugian dapat dirasakan oleh perusahaan taksi konvensional yang para supirnya melakukan tindakan demo dengan aksi anarkis, dapat juga dirasakan oleh masyarakat yang berada di sekitar kejadian tanpa ikut terlibat, misalnya saja pada saat terjadi demo tersebut nitizen dunia maya mengatakan bahwa ada ibu-ibu yang dipaksa turun dari taksi saat sedang mengendong anaknya,
contoh kasus lain adalah temans saya yang berkuliah di universitas daerah semanggi, dimana daerah tersebut tempat terjadi demo taksi, saat hendak ke kampus, ketika ingin menaiki metromini dari stasiun sudirman, metromini yang dinaikinya dilempari batu dan ia dipaksa turun dari metromini tesebut dengan ditarik-tarik oleh pendemo dan pada akhirnya ia harus jalan dari sudirman ke kampus daerah semanggi. Hal tersebut dapat sangatlah merugikan, terutama bagi pihak yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan urusan demo tersebut.
Selain itu ketidak setujuan lainnya adalah karena menurut saya, taksi online dan taksi konvensional memiliki kegunannya masing-masing, memiliki kelebihannya dan kekurangannya masing-masing. Misalnya saja, taksi online memiliki kelebihan dengan harganya yang lebih murah dikarenakan merupakan mobil pribadi yang ber-plat hitam, mudah untuk diakses dan di dapatkan, sehingga saat akan bepergian kita tidak perlu lagi mencari taksi di jalanan-jalanan besar (misalnya, dipinggir jalan raya).
Sedangkan kelebihan dari taksi konvensional adalah taksi konvensional mudah didapatkan disaat jam-jam rush hour dibandingak taksi online. Karena memiliki kekurangan dan kelebihan oleh masing-masing taksi, maka seharusnya taksi konvensional, khususnya, harus lebih mau mengembangkan inovasi terbaru dan mau membuka diri terhadap perkembangan teknologi yang pada masa ini sangat diinginkan masyarakat, dimana masyarakat pada saat ini memerlukan sesuatu yang praktis, mudah dan modern.
Perusahaan taksi konvensional harus memikirkan market intelligence atau apa yang masyarakat butuhkan, harus mampu beradaptasi dengan teknologi yang berkembang. Sehingga tidak lagi terjadi demo yang berujung kepada aksi anarkis. Karena demo kemarin dapat dilihat bahwa adanya suatu ketidakpuasan yang dirasakan oleh para supir taksi konvensional, sehingga mendorong mereka untuk melakukan suatu aksi demo yang berujung anarkis. Perusahaan taksi seharusnya bisa lebih memahami kebutuhan para supirnya agar perusahaan tidak dirugikan, karena dengan adanya demo seprti kemarin, membuat para masyarakat enggan untuk menggunakan taksi konvensional dikarenakan rasa cemas dan takut, dan semakin banyak yang memesan taksi online. Sehingga dapat dikatakan merugikan pihak perusahaan taksi konvensional tersebut.
Selain itu terkait tujuan demo untuk menghilangkan taksi online pun saya tidak menyetujui karena kembali lagi dengan keinginan masyarakat akan lifestyle yang lebih modern, lebih praktis dan lebih menggunakan kemudahan internet, seharusnya dikembangkan kemudahan-kemudahan dan kepraktisan, terutama dalam hal trasnportasi. Jikalau dengan menggunakan teknologi menjadi lebih mudah, praktis dan murah kenapa harus dihilangkan? Maka dari sinilah diperlukannya peran pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan yang tidak hanya mengguntungkan taksi online saja tetapi juga taksi konvensional.
Mungkin pemerintah bisa membuat batasan-batasan mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh taksi online, seperti di New York, Amerika Serikat, dimana taksi online disana, diharuskan menggunakan plat nomor khusus seperti taksi yang berada disana, selain itu diharuskan juga hanya mengangkut penumpang yang memesan taksi dari aplikasi saja, harus memiliki SIM khusus pengemudi taksi online tersebut dan hanya bisa membayar menggunakan kartu kredit. Mungkin peraturannya tidak harus dibuat sama, tetapi bisa dipikirkan peraturan-peraturan lain, salah satunya mendaftarkan ijin usahan perusahaan taksi online agar dianggap legal oleh Negara.
Tetapi dikatakan bahwa banya kesulitan yang di alami oleh pemilik usaha taksi online untuk mendaftarkan perusahannya kepermintah, salah satunya adalah kesulitan pada saat melengkapi syarat yang diminta pemerintah, seperti sulit mengurus Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dimana syarat-syarat di dalamnya berupa pengurusan akte perusahaan, nomor pokok wajib pajak (NPWP), kantor, pool, STNK, SK Kementrian dan bengkel. Hal-hal tersebut harus dibenahi oleh pemerintah, sebaiknya pemerintah mempermudah pengadaan usaha-usaha tersebut, karena selain dengan legalnya perusahaan trasnportasi online akan membantu mengurangi pengangguran, serta pemerintah harus tegas dalam membuat suatu batasan dan peraturan-peraturan agar tidak lagi terjadi demo dengan aksi anarkis.