Dalam UUPA, asas pemisahan horizontal dikarenakan adanya pemisahan antara tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya dan bahwa hak kepemilikan atas tanah tidak serta merta meliputi hak atas bangunan yang berada di atas tanah tersebut karena bangunan berada dalam kepemilikan si pembangun bangunan tersebut. Dalam hukum adat, dimana dalam hukum adat lebih menekankan bahwa bangunan, tanaman, dan benda - benda bersifat ekonomis lainnya yang ada di atas tanah bukanlah merupakan bagian dari tanah. Dengan kata lain, kepemilikan atas tanah tidak meliputi kepemilikan atas bangunan diatasnya, bangunan berada di bawah kepemilikan pihak yang membangun bangunan tersebut.
Asas pemisahan horizontal dapat ditemukan dalam Pasal 44 ayat 1 UUPA dimana penerapan asas tersebut biasanya dalam hal hak sewa untuk bangunan. Hal ini terjadi apabila orang atau badan hukum menyewa tanah kosong yang merupakan Hak Milik orang lain untuk mendirikan bangunan dengan membayar sejumlah uang dalam bentuk sewa yang memiliki jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak yang bersangkutan. Pemisahan yang dimaksud ialah antar pemilik bangunan diatas tanah tersebut yang sebagai penyewa tanah dan dimana tanah yang atasnya dibangun sebuah bangunan adalah milik yang pemilik tanah, maka dapat disimpulkan bangunan adalah milik penyewa tanag akan tetapi bangunan tersebut belum tentu juga milik sang pemilik tanah.
Dalam asas pemisahan horizontal atau secara singkatnya asas pemisahan hak kepemilikan primer dan sekunder, dimana jika ada suatu kesepakatan yaitu pemilik tanah yang menyewakan tanahnya kepada seseorang kemudian orang tersebut mendirikan suatu bangunan adalah pemilik sekunder. Ketika bersangkutan dengan adanya asas pelekatan, pada masa waktu persewaan tanah tersebut selesai lalu pemegang hak primer ingin mengusahakan yanah tersebut secara pribadi sementara ada sebuah bangunan yang berdiri diatasnya. Maka dengan begitu pemilik tanah berhak melakukan apapun terhadap tanah yang dimilikinya selagi tidak melanggar hukum akan tetapi pilihan yang dapat dibuat atau didirikan bangunan apa diatasnya menjadi sangat terbatas. Disisi lain jika pada saat perjanjian tidak terdapat perjanjian khusus yang memuat tentang banguna di atasnya setelah masa sewa berakhir, maka menjadi keuntungan bagi pemilik primer dikarenakan sudah ada banguna tinggal memperbaiki sesuai kebutuhan pemilik primer. Akan tetapi di sisi lain akan muncul ketidakadilan terhadap pemegang hak sekunder sebab dapat dikatakan dia membangun bangunan denga susah payah akan tetapi pada akhirnya tetap harus kehilangan haknya.
Dengan adanya asas pemisahan horizontal, setiap orang yang berkehendak untuk mendirikan suatu bangunan wajib memiliki status kepemilikan nahan yang jelas, akan tetapi apa bila orang tersebut tidak memiliki lahan tanah untuk membangun maka dapat membangun di tanah milik orang lain, baik berupa sewa ataupun lainnya yang terpenting adanya syarat dan perjanjian kedua belah pihak yang sesuai ketentuan yang ada serta tidak melanggar hukum positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H