Trekking akhir pekan 2020.09.05, menuju tempat yang jauh dari suasana kota. Mencari dan mengambil udara segar, sambil olahraga dengan bonus piknik. Sabtu pagi, kami janjian bertemu di Buperta Cibubur. Protokol kesehatan selalu dijaga dan menjadi perhatian penting setiap kami. Wajib memakai masker selama berada di mobil dan tidak makan di dalam mobil.
Restoran cepat saji masih tutup, mulai dari McD Buperta dan di sepanjang jalan yang kami lewati. Kami memasang mata mencari penjual makanan yang sudah buka, untungnya ada penjual nasi uduk di pinggir jalan. Kami sarapan di tempat lalu masing-masing membeli untuk bekal di curug.
Tujuan curug yang dipilih yang sepi pengunjung (pengalaman dari kunjungan sebelumnya yang berdekatan dengan tujuan kali ini). Baca: Sejuk Sejenak di Curug Payung dan Pemandian Leuwi Hejo.
Menelusuri jalan dengan suasana pedesaan yang jauh dari keramaian. Angin sejuk membawa udara bersih dan segar. Sawah yang mulai menguning menambah indahnya pemandangan dan menyenangkan hati.
Seperti saat kunjungan sebelumnya, kami memarkir mobil di depan Warung Jambu. Ibu pemilik warung masih ingat dengan kami dan menyambut dengan ramah. Istirahat sambil bergantian menumpang toilet, dan persiapan trekking.
Langit berwarna biru menandakan cerahnya cuaca pagi. Matahari juga sudah siap menghangatkan dan menyengat hari kami. Karena cuacanya terang, kami bisa menyaksikan pemandangan Gunung Salak di kejauhan.
Sampai di persimpangan, ada dua pecahan arah, yang satu menuju Curug Ciparay, lainnya menuju Curug Walet, Curug Kiara dan curug-curug disekitarnya. Kami memilih arah ke Curug Kiara.
Jalan berbatu, menanjak dan terus menanjak. Jangan mengeluh bila harus melewati tanjakan, selalu saya bilang bila sedang melewati perjalanan seperti ini, bahwa "dimana ada tanjakan, pasti ada turunan".
Untuk sementara, jalan menanjak berganti menjadi jalan datar menyusuri batas parit. Di jalur ini kami berjalan beriringan karena jalurnya sempit. Sisi dalam adalah parit dan semak-semak, sisi lainnya adalah semak-semak dan jurang. Harus sopan dan hati-hati bila ingin mendahului orang yang berjalan di depan hehehe, begitu juga bila berpapasan dengan orang lain dari arah berlawanan. Untungnya di tempat ini kami memang jarang bertemu dengan pengunjung lain.
"Selamat datang di obyek wisata Kampung Raina, Taman Nasional Gunung Halimun Salak di Kampung Raina". Terletak di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Di bagian ini juga ada pecahan jalan menuju curug-curug yang berbeda. Bila sebelumnya kami memilih arah menuju Curug Walet dan Curug Payung ( https://www.kompasiana.com/rena_rena/5fbf7ed3d541df5c727d20a2/curug-payung-dan-pemandian-leuwi-hejo ), kali ini kami memilih arah menuju Curug Kiara, Curug Batu Ampar dan Curug Bidadari.
Seperti biasa saya tidak pernah menghitung atau mencatat jarak atau durasi perjalanan, karena masing-masing orang mempunyai kemampuan berjalan dan cara menikmati perjalanan saat trekking. Tidak terasa kami pun sampai di bagian atas Curug Kiara. Untuk menuju bagian "kolam" yang ada di bawah jembatan ini, kami menyusuri tangga dari kayu yang dibuat bersandar pada dinding batu.
Di sini terasa sejuk dan lembab, bentuk tempatnya tersembunyi. Kaki yang mulai basah merasakan dinginnya air. Saya bersemangat untuk berenang mengikuti suami yang telah lebih dulu berenang. Rene dan Desy pun ikut menyusuri kolam sambil berpegangan dinding batu. Arus di kolam ini tidak deras karena bentuknya berkelok dari tempat tumpahan air terjun.