Lihat ke Halaman Asli

Ren Ai

penuntut ilmu

Anakku yang Malang

Diperbarui: 15 Desember 2023   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti biasa, aku selalu tergesa-gesa berangkat ke sekolah. Mengendarai motor dengan kecepatan tinggi adalah suatu hal yang lumrah. Tidak jarang aku hampir jatuh atau bertabrakan dengan pengendara jalan lain. Itu kulakukan agar tidak terlambat datang ke sekolah. Di zaman yang canggih sekarang, mesin absen telah canggih. Tanda kehadiran tidak butuh tulisan atau pun tanda tangan melainkan sidik jari. Tidak ada yang bisa berbohong, karena sidik jari tidak bisa diwakilkan.

Pagi ini, aku hampir terlambat dua menit. Terlambat satu menit saja, gajiku akan dipotong.

Hari ini aku tidak mengajar penuh. Setelah istirahat, aku meminta izin kepada kepala sekolah agar pulang lebih cepat, karena anakku sedang sakit.

Hana, anakku satu-satunya. Berusia delapan tahun. Sudah lima hari dia demam dan panas badannya turun naik. Telah kubawa ke klinik dan hanya diberi obat penurun panas.

Sudah tiga bulan aku berpisah dengan Hanafi, ayahnya Hana. Sebelumnya kami telah sering berselisish. Dan puncaknya tiga bulan yang lalu. Hanafi selalu menyuruhku untuk berhenti bekerja dan fokus menjaga Hana. Biar dia saja yang mencari nafkah. Aku tahu kalau pendapatannya tidak bisa mencukupi kebutuhan kami. Aku bersikeras untuk tetap mengajar apapun yang terjadi. Hanafi yang ketika itu sedang lelah dan tidak dalam mood yang baik langsung marah tak terkendali dan meninggalkanku dengan Hana. Hana yang kecil melihat kejadian itu dan menangis sejadi-jadinya. Membuat aku pun ikut menangis dan memeluknya. Dinginnya malam menyelimuti kesedihanku bersama anakku yang malang.

Hana si kecil sering melihat perselisihanku dengan ayahnya. Biasanya dia menagis di sudut kamar atau pun belakang pintu.

***

Aku pun sampai di rumah dan langsung mengecek keadaan Hana. Panas badannya naik dan langsung kubawa ke rumah sakit.

Hasil dari dokter membuatku terkejut. Hana terserang penyakit demam berdarah dan diharuskan untuk menginap di rumah sakait. Besoknya aku meminta izin untuk tidak mengajar. Seharian bersama Hana, kuperhatikan wajah manisnya semakin tirus. Susah sekali memintanya untuk mau makan.

Aku memutuskan untuk memberitahu Hanafi bahwa Hana sakit dan dirawat di rumah sakit. Besoknya sebelum aku berangkat mengajar, Hanafi datang bersama ibunya. Neneknya Hana membawa nasi lengkap dengan lauk pauknya. Kulihat Hana makan dengan sangat lahap menyantap bekal dari neneknya tersebut. Wajah Hana kembali berseri. Kemudian kupamit dan berangkat ke sekolah dengan perasaan tenang.

Sorenya, aku kembali ke rumah sakit dengan membawa beberapa pakaian ganti Hana serta jus jambu biji untuk menaikkan trombosit Hana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline