Lihat ke Halaman Asli

Bullying Buzzers Ahok di Sosial Media & Bahaya Politik Massa Mengambang

Diperbarui: 14 Agustus 2016   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto diambil dari: professeurc.wordpress.com

Dalam beberapa waktu terakhir muncul perbincangan menarik diantara sesama pengguna sosial media tentang perilaku bullying dari sekelompok akun terhadap orang-orang yang kritik kebijakan orang nomor 1 di DKI Jakarta.

Sebetulnya bukan kali ini saja sih praktek diatas terjadi. Beberapa waktu yang lalu juga pernah muncul. Bahkan orang yang di-bully adalah figur publik seperti Iwan Fals karena status di twitternya yang mempertanyakan kabar dari media soal reklamasi Jakarta yang diberitakan belum memiliki izin. Lengkapnya begini sih status musisi kondang dan berani menentang kebijakan Orba itu “Oh reklamasi teluk jakarta belum ada ijin to, kok bisa?” dan “lho enggak barusan di tv pas ngeliat ada berita reklamasi, belum ada ijin katanya, ya panteslah”.

Sebelum bang Iwan Fals, tokohyang pernah menjadi korban bully dari para pendukugn orang nomor 1 di Ibukota itu adalah walikota Bandung, Ridwan Kamil. Saat itu, Ridwan Kami yang menyampaikan ajakan kepada warga Bandung untuk kerja bhakti massal dengan menggunakan taggar #BeberesBandung itu langsung disamber oleh tukang bully yang sama.

Sebetulnya masih banyak lagi korban bully dari pendukung orang nomor 1 di ibukota Jakarta ini. Ada Tempo, tokoh-tokoh partai politik tentunya, aktifis pergerakan yang berjuang bersama korban gusuran dan penolak reklamasi teluk Jakarta, dll. Saya kira sudah cukup banyak contohnya yang bisa kita lihat dan rasakan langsung.

Tapi, apa sih sebetulnya definisi “bullying” yang berkembang luas di media sosial saat ini? Apa motivasi atau tujuan dari tindakan “bullying” tersebut bagi si pelaku dan korban?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, saya ingin mengutip definisi yang digunakan oleh Mardiana Hayati Solehah, M.Psi, Psikolog (seorang Psikolog Klinis dan Penggiat gerakan #ActNow). Menurut Mardiana, bahasa Indonesia dari istilah “bullying” dapat diartikan sebagai Penggencetan, Penindasan atau Intimidasi.Masih menurut Mardiana, didalam “bullying” terdapat unsur: (1) ketidakseimbangan kekuatan, (2) adanya keinginan untuk melukai, (3) repetitif, dan (4) penggunaan teror.

Berdasarkan keempat unsur tersebut, menurut Mardiana Hayati Solehah, “BULLYING” dapat disimpulkan sebagai tindakan menebar teror dan intimidasi yang dilakukan berulang kali (repetitif) dengan adanya intensi untuk menyakiti pihak lawan yang dianggap lebih lemah.Teror dalam bullying dapat berbentuk ancaman atau melukai secara fisik, kata-kata yang melecehkan, menebar rumor, atau pengucilan.

Jadi sesungguhnya, cara para pendukung setia, eh fanatik dari Gubernur DKI Jakarta, AHOK (Basuki Tjahaja Purnama) ini adalah pukul habis lawan atau para pengkritik, tebar rumor sebanyak mungkin, rusak personality dari para pengkritik dan segala hal yang buruk atau konotasi negatif tentang para pengkritik.

Yah kan, saya jadi langsung sebut nama. Maaf ya teman-teman. Hehehe...

Oke, lanjut ya ke pertanyaan kedua yang ada diatas.

Jadi, tujuan atau motivasi dari “bullying” atau teror dalam sosial media ini untuk membangun citra positif dari tokoh yang ia bela dan membuat publik lupa atas kesalahan atau kasus-kasus sang gubernur, sekaligus menjatuhkan lawan politik dengan pola menghancurkan orisinalitas atau keaslian karakter seseorang dalam pandangan orang lain (Character Assassination).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline