Lihat ke Halaman Asli

Relly Jehato

Senang Menulis

Mahathir Menang, Prabowo Presiden RI 2019?

Diperbarui: 10 Mei 2018   18:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara tetanga kita, Malaysia, baru saja usai menyelenggarakan pemilu. Tokoh gaek, yang juga mantan perdana menteri Malaysia, sekaligus pemimpin oposisi, Mahathir Mohamad, berhasil menang dalam pemilihan umum yang digelar pada hari Rabu (9/5/2018). Ia akan menjadi perdana menteri tertua di dunia pada usia 92 tahun.

Mahathir berhasil mengalahkan Perdana Menteri petahana Najib Razak, yang tak lain adalah mantan anak didiknya sendiri. Kekalahan Najib sekaligus menandai jungkalnya Barisan Nasional yang sudah 60 tahun berkuasa di Malaysia. Waktu yang cukup lama. Sejak menjadi negara pada 1957, Malaysia selalu dipimpin oleh koalisi partai yang sama, yaitu Barisan Nasional.

Mahathir yang sudah sepuh ini bukan tanpa alasan kembali ke gelanggang politik. Sebagimana sudah dilansir berbagai media arus utama, pria yang pernah berkuasa di Malaysia antara 1981-2003 ini merasa "malu" dengan tuduhan korupsi yang dialamatkan kepada Najib Razak. 

Buntutnya, dia meninggalkan Barisan Nasional dan bergabung dengan kubu oposisi Pakatan Harapan. Padahal ia adalah tokoh yang amat berperan dalam pembentukan koalisi pemerintah Barisan Nasional.

Sebagaimana dilansir BBC, kekalahan petahana Najib Razak dicurigai karena dua hal. Pertama, faktor ekonomi. Saat ini, biaya hidup sehari-hari telah melesat naik.  Anehnya, dalam kondisi seperti itu, pemerintahan Najib justru menerapkan pajak barang dan jasa yang baru. Ini tentu jadi beban baru bagi dunia usaha dan masyarakat.

Kedua,dugaan skandal korupsi. Sebagaimana diketahui, Najib Razak menggagas pembentukan 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Lembaga investasi ini dibentuk untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Namun, dalam perjalanan, dananya raib. The Wall Street Journal sempat mempublikasikan dokumen keterlibatan Najib yang diduga menerima dana 681 juta dolar AS atau setara hampir Rp10 triliun rekening pribadinya. Dana 1MDB  diduga digunakanmembiayai gaya hidup sejumlah orang, termasuk pejabat Malaysia.

Yang menarik, kemenangan Mahathir mengundang tanggapan dari sejumlah elite politik kita, khususnya Fadli Zon dan Fahri Hamzah.  Zon menyebut kemenangan Mahathir Mohamad merupakan tanda-tanda zaman. Dia mengaitkannya dengan gerakan #2019GantiPresiden. Semakin yakin #2019GantiPresiden, kata Zon di linimasa Twitternya.

Fahri juga punya keyakinan yang sama. Ia yakin akan ada pemimpin baru di Indonesia. Pihak oposisi (walaupun istilah ini kurang tepat) yang akan membawa Indonesia menjadi lebih baik, yang lebih mengerti perasaan masyarakat. Lugasnya, koalisi peTapierintahan Presiden Joko Widodo akan tumbang dan dikalahkan oleh oposisi pada 2019. Siapa pemimpin dari oposisi ini? Ya tentu saja Prabowo Subianto.

Apakah prediksi duo Fahri dan Fadli ini akan menjadi kenyataan? Entahlah. Yang pasti, prediksi kedua sohib itu rasional hanya karena satu hal, Prabowo bukan petahana seperti Mahathir. Selebihnya cukup dianggap sebagai angan-angan dan lelucon saja. Sebab keduanya tidak memberikan argumen yang cukup sahih untuk mendukung prediksinya.

Tentu kita prihatin, lelucon dan komentar latah itu keluar dari mulut dua orang pimpinan parlemen kita. Dan kita mau tak mau harus menerima kenyataan bahwa pimpinan lembaga terhormat kita kualitasnya masih selevel itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline