Lihat ke Halaman Asli

Relly Jehato

Senang Menulis

Gara-gara Komodo, Duta Besar Joko Susilo Disuruh Buka Kamus dan Belajar Soal Bisnis

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perang urat syaraf antara organisasi New7Wonders of the World dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Swiss dan Liechtenstein, Djoko Susilo, masih saja berlangsung hingga saat ini. Perang urat syarat ini terkait dengan event tujuh keajaiban dunia, di mana Komodo dari Kabupaten Manggarai Barat-Nusa Tenggara Timur, ikut dinominasikan sebagai kandidat "keajaiban dunia" tersebut.

Beberapa waktu lalu, Joko Susilo menuding organisasi New7Wonders sebagai organisasi yang tak jelas dan tidak kredibel. Keberadaannya patut dipertanyakan. Namun, tudingan ini ditampik oleh pihak New7 yang menegaskan bahwa organisasi tersebut benar-benar ada dan terdaftaf secara resmi sesuai dengan aturan yang berlaku di Swiss.

Yang mengejutkan, animo masyarakat untuk vote komodo melalui sms yang dimotori Jusuf Kalla sebagai Duta Komodo itu malahan terus mengalir. Tampak tidak terpengaruh oleh tudingan miring Dubes RI tersebut. Mantan Wapres Jusuf Kala pun terlihat cuek bebek saja dengan manuver Joko Susilo dan terus mengajak masyarakat memberi suara. Barangkali semangat yang diperlihatkan sosok Jusuf Kalla inilah yang turut memacu gairah masyarakat untuk tetap vote Komodo.

Anehnya, animo masyarakat ini kelihatannya tidak dihiraukan Joko. Seolah-olah tak patah semangat, sekarang ia menuding organisasi New7Wonders sebagai perusahaan yang bangkrut (baca di sini). Hal ini kemudian dibantah dengan keras oleh Yayasan New7Wonders.

Saya kutip sebagian pernyataan New7Wonders yang dirilis Detik.com: "N7W AG (Allgemeine Gessellschaft/Perusahaan Terbatas) benar dibentuk pada 2000, pada saat itu dinilai sebagai cara yang tepat untuk mengelola aspek bisnis dari kampanye N7W (karena Yayasan tidak bisa mengelola aspek bisnis). Namun pada 2003 perusahaan N7W AG ditutup, diikuti prosedur standar untuk menutup perusahaan yang kemungkinan sama di berbagai belahan dunia. Sejak 2004, aspek bisnis global dari kampanye N7W, dan artinya selama 7 tahun terakhir (!) telah dikelola oleh NOWC Panama, tangan lisensi komersil dari kampanye N7W".

Petikan yang lainnya: "N7W AG dikategorikan BUKAN bangkrut dan pernyataan yang menyebutkan itu adalah menyesatkan dan salah. Mungkin Dubes (Dubes RI untuk Swiss) perlu meningkatkan kemampuan bahasa Jerman dan keahlian pengetahuan bisnisnya. Standar dan aturan pembubaran perusahaan, yang sangat teliti di Swiss, adalah demikian: penutupan perusahaan yang sederhana. Tolong kirimkan dia (Dubes RI-red) Kamus Swiss German - Bahasa Indonesia lewat pos".

Lepas dari bantahan pihak New7Wonders tersebut, saya menilai, logika dan langkah Joko Susilo rasanya memang aneh. Ia menilai bahwa New7 itu sudah bangkrut. Kalau pun benar sudah bangkrut, apa relevansinya dengan event New7Wonders of the World? Apa masalahnya? Toh, untuk event pemilihan tujuh keajaiban dunia ini, pihak New7Wonders menyebut dirinya sebagai yayasan dan bukan perusahaan. Yang ditutup itu 'kan perusahaan. Joko sendiri dalam rilis persnya pun menyebutkan bahwa Yayasan New7Wonders of the World didaftarkan di kantor register kanton Zurich pada tanggal 7 April 2004. Alamat yayasan ini: c/o Heidi Weber, privat museum Heidi weber haus von le Corbusier Hochgasse 8, CH 8008 Zurich. Itu berarti, Joko mengakui sebagai "Yayasan", New7Wonders itu benar-benar ada.

Melihat ulah Joko Susilo ini, teman saya bilang, Duta Besar kita itu seperti tidak punya kerjaan. Menurut saya penilain seperti ini wajar dan masuk akal. Memang apa yang ingin dikejar Joko dengan sikap seperti itu? Masyarakat sudah dan sedang dengan sukarela vote dengan uangnya sendiri bukan dari APBN, tidak dari duit pribadi Joko Susilo. Jadi biarfkan saja. Malahan amat memalukan bagi seorang duta besar yang harus disuruh Buka Kamus dan Belajar Soal Bisnis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline