Lihat ke Halaman Asli

Keder, Prabowo Terus “Nganggu” Pencapresan Jokowi

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="532" caption="sumber: satudemokrat.org"][/caption] Joko Widodo akhirnya direstui oleh Ketua Umum PDI Perjuangan untuk maju dalam Pilpres 2014. Jumat (14/03) Jokowi resmi dideklarasikan. Pencalonan Jokowi ini menuai beragam reaksi terutama dari lawan politiknya. Parpol yang paling “tidak terima” dengan pencapresan Jokowi adalah Gerindra. Prabowo Subianto secara terang – terangan mempersoalkan pencapresan Jokowi oleh PDIP. Reaksi berlebihan Prabowo tersebut menunjukkan betapa “keder” nya mantan menantu Soeharto itu pada Jokowi yang selama ini menempati posisi tertinggi dalam survei elektabilatas kandidat Presiden 2014. Pencapresan Jokowi adalah hal yang biasa dan merupakan hak setiap warga negara. Karena itu, pencapresan ini tidak perlu dirisaukan oleh Prabowo. Kecuali Prabowo takut menghadapi Jokowi dalam pemilu mendatang. Prabowo selalu mengungkit soal perjanjian batu tulis untuk menyerang PDIP dan Jokowi. Mantan Danjen Kopassus yang masih terlibat kasus pelanggaran HAM dan penculikan sejumlah aktivis itu seharusnya tidak mempersoalkan perjanjian politik yang dibuat 5 tahun silam tersebut. Sikap Prabowo tidak bijak dan belum mampu menerima dinamika politik sehingga terkesan tidak memiliki etika sebagai tokoh politik. Seperti yang diketahui perjanjian batu tulis adalah dokumen antara PDIP dan Gerindra saat mencalonkan Megawati dan Prabowo sebagai Capres-Cawapres pada pilpres 2009. Dalam dokumen tersebut ada tujuh point kesepakatan yang ditandatangani oleh Megawati dan Prabowo. Nah, yang dipersoalkan Gerindra dan Prabowo adalah poin ke - 7.  Poin itu berisi; Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.  Jika diperhatikan dengan seksama, baik dari segi hukum atau etika sangat lemah untuk dipermasalahkan. Kecuali ada penjelasan lain dari perjanjian ini. Tidak ada yang mengikat dari poin ke - 7 ini. Sehingga sangat lucu jika Gerindra mempermasalahkannya karena arti “mendukung” yang terdapat dalam perjanjian itu sangat luas. Megawati mencalonkan Jokowi, bukan berarti tidak mendukung atau menolak pencapresan Prabowo. Makanya aneh melihat kegusaran Prabowo tersebut. Dengan bersikap seperti itu, Gerindra dan Prabowo terkesan tidak memiliki kedewasaan dalam berpolitik. Terlebih lagi, Prabowo seolah tidak siap menghadapi rivalitas dengan calon yang memiliki kekuatan besar seperti Jokowi. Jika dibandingkan Prabowo, jelas masyarakat akan lebih mendukung Jokowi karena tidak memiliki catatan kelam dan dosa – dosa kemanusiaan di masa lampau. Lantas, mengapa Prabowo harus gusar menghadapi Jokowi? Apakah Prabowo yang disebut – sebut macan Asia ini mulai kehilangan taringnya begitu tahu Jokowi maju? Tak perlu takut, Prabowo hanya perlu menunjukkan kualitas kepemimpinannya kepada masyarakat tetapi harus lebih dulu membersihkan nama dari stigma pelanggar HAM berat yang saat ini masih dilarang memasuki wilayah Amerika. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline