Lihat ke Halaman Asli

Reksy Anggara

Lakukan apa yang disenangi

Ceritalah, Aku Tak Ingin Menjadi Serba Salah

Diperbarui: 10 September 2019   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah 2 tahun ini aku menjalin hubungan dengan sosok yang kuyakini dikirim Tuhan untuk menjaga dan melindungiku di hari kemudian. Tak pernah kuduga sebelumnya, bahwa semua ini adalah proses dari ketetapan yang telah digariskan oleh-Nya. Awalnya tak ada keyakinan dari dalam diriku untuk menerimanya tatkala suatu ketika ia menyatakan segala perasaannya.Sebab aku tak habis pikir, perbedaan usia diantara kami yang cukup jauh membuatku masih tidak percaya. Sementara jika ia mau, bisa saja mencari sosok wanita yang sepadan dengannya, atau mencari sosok yang secara usia dibawah darinya." Aku tak tau menagapa rasa itu tumbuh. Tak ada yang bisa ku jelaskan". Jawabnya disaat aku menanyakan alasan apa yang membuatnya memendam rasa setelah sekian tahun lamanya. Namun entah mengapa, akhirnya setelah melewati waktu yang cukup lama, aku terima keinginannya.

Hubungan kami bisa dibilang sangat intens. Tak ada gelagat curiga dari siapapun terutama orang tua yang notabene nya aku dan dia masih berada dalam ikatan saudara.Kami sepakat untuk tidak menceritakan kepada siapapun hingga waktu yang tepat tiba. Dan kami telah berkomitmen untuk melangkah menuju arah yang lebih serius, hal itu diutarakannya saat baru-baru pertama kejadian kami. Jujur, awalnya aku tidak memiliki rasa yang sama terhadapnya. Namun yang membuatku akhirnya luluh adalah sifat sabarnya dan dewasa dalam memahami segala kondisiku. Dua alasan itulah yang membuatku sangat yakin, bahwa ia benar-benar serius dalam menjalani hubungan denganku.

Terdengar bunyi sandal yang bergesekan dengan aspal dari luar. Beberapa orang terus berlalu lalang setelah menyelesaikan berbagai macam aktivitas sehari ini. Kadangkala raungan knalpot sepeda motor melintas begitu saja. Tanpa memperdulikan dari arah yang berlawanan ada beberapa sosok menuju masjid, terpanggil untuk melaksanakan sholat berjamaah sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta. Sementara jauh di ufuk barat sana, Warna jingga yang berpadu dengan kemerahan sunset menambah indah suasana yang cerah petang ini. Berbagai suara adzan yang dikumandangkan dari berbagai pengeras suara. Sungguh, sebuah fenomena yang mengukuhkan eksistensi Tuhan yang sesungguhnya.

Aku masih terbaring di kasur. Rasa lelah yang melanda setelah seharian penuh mencari nafkah. Ada rasa sedih seketika menghampiri benakku. Mengapa ujian datang selalu bertubi-tubi seakan tiada henti. Aku percaya, ini adalah bagian dari proses untuk menuju tingkatan derajat yang tinggi. Akan tetapi naluriku sebagai makhluk yang lemah hanya dapat pasrah, semoga semua ini cepat menemukan jalan keluarnya. Aku bangkit dan segera menunaikan sholat maghrib.

Kamu udah sholat?

Aku mengirim pesan singkat pada doni via Whatsapp. Lama aku menunggu, tak ada balasan darinya. Kulipat sajadah dan mukena yang masih melekat di tubuh. Dan menghempaskan tubuh kembali. Lamat aku memandang ke arah langit-langit kamar. Masih bertanya pada diri sendiri. Setelah apa yang terjadi padaku dan Doni sejak seminggu yang lalu hanya karena masalah sepele. Ditambah lagi masalah dalam keluarga yang membuatnya semakin menanggung beban yang sangat berat dalam hidupnya.

"Allah, permudahkan masalah kami." Aku mendesah berat. Pikiranku masih menerawang. Akhir-akhir ini Doni seperti enggan untuk aku ajak komunikasi. Tiap kali aku chat, maka kali itu juga jawaban darinya sangat dingin terhadapku. Sempat ada harapan sebenarnya tatkala beberapa hari yang lalu aku bermain ke rumahnya. Ia melupakan semuanya, bahkan sempat sesekali bercanda. Seperti tidak terjadi suatu hal yang sangat berarti. Namun sayang, malamnya ia kembali seperti sedia kala. Pernah aku mencoba untuk menanyakan masalahnya. Namun ia mengindahkan pertanyaanku. Aku memakluminya. Situasi seperti ini tidak boleh memancing emosinya. Aku sadar, lebih baik diam dan tak ingin mengganggunya.

Udah. Ia membalas chatku setelah menunggu selama 25 menit. Ada binary ceria yang muncul dari sunggingan senyumku.

Udah makan?

Udah

Ternyata dia telah off. Aku mengelus dada. Mencoba bersabar atas apa yang telah dilakukannya terhadapku. Apakah kesalahanku terlalu besar sehingga ia bersikap dingin? Atau ada masalah lain yang membuatku seakan tidak berarti di matanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline