Lihat ke Halaman Asli

Maaf, Kawan. Saya Tak Dapat Membantu Lagi...

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Rabu pagi, 28 Spet 2011 lalu seorang teman lama tiba di kantor dan meminta ditemui saya.  Teman ini sudah pernah bertemu saya kira-kira 2 tahun lalu dan menceritakan kisah pilunya.  Keluar dari sebuah perusahaan di sebuah kota di Sampit, Kalteng dan berpisah dengan istrinya karena perceraian.  Waktu itu memang trenyuh mendengarkan kisah teman saya ini.  Melihat keterangan kerja dari perusahaan yang cukup dikenal secara nasional dan asal perguruan tingginya, saya berniat memasukkannya untuk bekerja di perusahaan tempat saya mencari nakah.  Saya sempat kuliah bareng dengannya 3 tahun di perguruan tinggi sebelum teman saya pindah ke perguruan tinggi di kota lain.

Penelusuran dari wawancara kami sebelumnya, dia memiliki potensi yang cukup untuk bekerja di lapangan dengan memimpin wilayah kerja kecil.  Meskipun hasil dari psikotest tidak dapat diterima, saya dan Manager HRD memutuskan dapat menerima karena kebutuhan lapangan yang mendesak dan dapat menyesuaikan diri di lapangan.  Kami semata-mata melihatnya dari latar belakang pendidikan (S1) dari perguruan tinggi yang beken dan perusahaan sebelumnya yang lebih besar dari perusahaan tempat saya bekerja.  Selain itu, penempatan ini bersifat menolong teman yang memerlukan pekerjaan.

Baru berjalan dua bulan di lapangan ada kabar dari Manager lapangan melaporkan bahwa teman saya merasa tidak dapat menjalankan tugasnya dan berniat mengundurkan diri.  Saya memintanya kembali ke kantor cabang untuk konseling dengan saya.  Dari cerita yang saya dapat, teman saya merasa kesulitan memenuhi target kerja yang diharapkan Manager lapangan.  Saya dapat memaklumi alasannya dan membiarkan teman saya menggagalkan diri dalam masa percobaan.  Sebelum pulang saya berikan amplop secukupnya dan pesan jika dapat pekerjaan baru di tempat lain lebih berani menghadapi tantangan di tempat kerja.

Pagi itu saya dapat cerita lagi tentang pengunduran dirinya dari perusahaan lain setelah bekerja selama 7 bulan dari grup perusahaan yang sering beriklan di koran dan televisi. Dia bermaksud bekerja lagi ke tempat saya.   Saya teringat kembali akan alasan-alasan yang diberikan teman saya pada saat 'kabur' dari tempat kerja saya.  Tampaknya kegagalan teman saya menempatkan diri di lingkungan tempat kerjanya dijadikan alasan keluar dari tempat kerja yang terakhir.  Pesan saya sebelum berpisah dulu rupanya tidak dilaksanakan dengan baik.  Berita gembiranya dia dipanggil lagi untuk wawancara dengan perusahaan baru dan saya berikan alamat perusahaan lain yang sedang memerlukan tenaga seusia dan kompetensinya.  Terakhir sebelum pulang saya sampaikan mohon maaf tidak dapat membantu.  Amplop pun tidak saya keluarkan seperti biasanya.  Semoga Tuhan memberikan kelancaran dan kemudahan untuk teman saya itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline