Lihat ke Halaman Asli

Suara Tangisan di Pagi Dini Hari itu...

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menerima telpon di tengah malam atau dini hari dari seseorang tentu mengejutkan kita.  Waktu menunjukkan pukul 03.20 wita hari ini, Senin 31-10-2011 ketika ponsel saya berbunyi nyaring 2x dari nomor 081229988146.  Biasanya nada ponsel saya matikan agar dapat tidur nyenyak.  Berhubung lupa atau capai karena malamnya ada kumpul rekan sekampung, secara tak sengaja saya masih menghidupkan nada panggil ponsel.  Saya mendengar suara tangisan seseorang yang menurut perkiraan berusia anak sekolah menegah.

Saya beberapa kali menanyakan dengan siapa dan ada apa menelpon pagi-pagi buta begini.  Tak mendapat jawaban dari seberang sana, telepon beralih kepada orang lain dengan suara berlogat layaknya khas aparat penegak hukum.  Orang ini menanyakan saya siapa dan tinggal dimana.  Katanya : "ini dengan siapa? dan bapak ada dimana sekarang?"  Saya menjawab sekenanya.  Kata orang itu saudara saya kedapatan membawa narkoba 0.5 gram (tidak disebutkan jenisnya) bersama 2 temannya.  Seorang teman saudara saya sudah ditembak kakinya, seorang lagi tidak akan diproses hukum lebih lanjut karena punya saudara aparat penegak hukum yang bersedia memberikan uang Rp. 25 juta kepada atasan orang tadi, penelpon lalu menawarkan kepada saya bantuan tentang kasus saudara saya ini dengan catatan tidak boleh dilaporkan dan diekspose kepada wartawan.

Meskipun masih linglung dengan telpon pagi-pagi dan suara tangisan yang belum jelas siapanya , akal sehat saya terus berputar sambil mereka-reka benarkah ini.  Saya jawab : "saya minta  diproses  yang baik saja, kalau bapak memerlukan sesuatu dari saya silakan".  Orang yang di seberang sana mengatakan akan membantu dengan imbalan dan menanyakan jumlah uang yang dapat saya kirimkan.  Saya menyebut angka nominal tertentu.  Oleh orang ini saya diminta mentransfer uangnya melalui ATM bank terdekat dengan meminta tetap menyalakan ponsel agar mudah dimonitor (busyet ni orang, sudah membangunkan orang pagi-pagi, masih ngerjain jalan ke ATM, pikir saya).  Nanti jika tiba di ATM akan dipandu untuk mengisi nomor rekeningnya.

Menurut saya yang masuk akal untuk berbuat nekad seperti itu (jadi kurir) bisa jadi yang kondisi hidupnya paling kurang beruntung dalam keluarga.  Dan saya tahu betul saudara saya yang saya pikirkan itu anak baik, hidup seadanya, rajin dalam keluarga.  Alhamdulillah, ponsel terputus tak sengaja dari orang itu.  Saya gunakan kesempatan ini untuk menanyakan ke orangtuanya.  Saya mengecek dan diberi tahu saudara saya lagi tidur (ya iya lah, jam 02.20 wib).  O ya, orangtua suadara saya di p. jawa, saya di luar p. jawa.

Setelah dibiarkan ponsel berdering 3x saya terima lagi telponnya (karena mungkin ada saudara lain yang tidak saya duga).  Saya meminta identitas petugas tersebut dan menurut pengakuannya :" Saya D.I, pangkat ini (menyebut nama salah satu pangkat di instansi tertentu) dan jabatan anu (menyebut jabatan di instansi tertentu)".  Saya meminta nama satuannya, tapi di seberang sana terdengar suara ribut dan kata-kata ..tidak jelas.., akhirnya disebutkan dari instansi tertentu.  Karena penasaran saya bertanya lagi dengan mengeraskan suara : "dari instansi  wilayah mana, pak?  lagi-lagi hanya terdengar kata-kata.."tidak jelas, tidak ada suara".  Kecurigaan saya makin menebal setelah orang ini mengancam akan menembak kaki 'saudara' saya, karena saya tidak segera mengirim uang yang dimintanya.

Yang ada dalam pikiran saya, tak mungkin lah petugas negara  berperilaku semacami ini.  Saya menguatkan hati kalau orang yang yang saya hadapi hanyalah seorang yang bekerja untuk cari uang dengan menteror orang lain, menciptakan situasi kepanikan (kadang melalui pemberitahuan anak, saudara sakit di luar kota atau saat jam kerja/sekolah).  Setelah cerita sana-sini paginya, rupanya teman kantor saya juga pernah mendapat telpon serupa bahkan suaminya ditutuh anggota jaringan narkoba.  Gara-gara panik dengan telpon kagetan ini ada yang sampai tertipu Rp 21 juta melalui transfer ATM.  Aduch, apa yang ada di pikiran orang-orang semacam ini ya?

Untuk semuanya agar hati-hati, saran :


  1. Jika dapat telpon kondisi darurat (anak, saudara, teman, kerabat, suami/istri) di tempat tertentu (tertangkap aparat, masuk rumah sakit, terlibat kasus, dll) JANGAN PANIK, TENANG.
  2. TIDAK MENYEBUTKAN IDENTITAS KITA, justru pemberi informasi yang memperkenalkan diri dan memberi tahu dulu dirinya (siapa, dimana, kaitan apa dengan korban)
  3. PENELPON DIMINTA MEMBERI INFO TENTANG KORBAN.  Kalau bisa nama (jika tdk dapat, ciri fisik dan bajunya).  Kalau bisa bicara langsung dengan yang bersangkutan.
  4. TIDAK MENURUTI UNTUK KIRIM UANG.  lebih baik minta tlg teman, saudara terdekat, atau petugas  terdekat untuk mengecek kebenaran beritanya.
  5. MENCATAT nama penelpon, nomor telpon, alamatnya.  Nanti berguna untuk memastikan kebenaran dan kesungguhan pemberi informasi (bagaimanapun, jika benar kita harus berterima kasih padanya).

Jadi ingat jargon sebuah acara berita kriminal di TV : Waspadalah...waspadalah..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline