Kejadian ini sudah lewat dua tahun lalu, tepatnya Oktober 2009. Dari sisi berita pasti sudah tidak up-to-date, usang, dan ketinggalan jaman. tetapi kisah ini mungkin bisa jadi pengalaman yang berharga buat teman saya, saya, dan anda. Waktu itu kantor saya menugaskan 3 orang mengikuti seminar tentang lingkungan hidup yang akan dilaksanakan di Kota Kinabalu (KK), Malaysia. Saya bersama seorang atasan dan Kepala Litbang perusahaan berangkat naik perusahaan penerbangan negeri jiran (bukan tidak punya nasionalisme, tapi semata tiketnya lebih murah).
Penerbangan kami mengambil rute Jakarta-Kuala Lumpu (KL)-Kota Kinabalu dengan transit sekitar 3 jam di KL. Berangkat jam 11-an wib, kami tiba di bandara KLIA(Soekarno-Hatta nya Jkt) tengah hari. Penerbangan berikutnya KL-KK jam 15-1n, kami masih punya banyak waktu untuk sekedar jalan-jalan dan istirahat. Setelah cuci mata dan sedikit belanja ini-itu di seputar bandara, kami memutuskan makan siang di warung cepat saji didalam bandara. Karena menunggu pesanan agak lama (meskipun cepat saji tapi butuh hampir 20 menit untuk siap saji), saya meminta ijin atasan untuk melakukan shalat dhuhur di Mushola Bandara. Setelah saya selesai (shalat), giliran Kepala Litbang minta ijin kepada kami. Menurut penglihatan saya beliau membawa serta sebuah tas cangklong, tas kecil yang ringan dibawa kesana-sini. Tentu isinya pasti barang berharga dan dokumen.
15 Menit kemudian teman saya datang dan duduk berhadapan dengan saya. Setelah kira-kira 2 menit ngobrol, tiba-tiba beliau tanya ke saya :"mas, dimana tas saya tadi?" "Lho, bukannya bapak ke mushola bawa tas?, tanya saya balik. "Coba saya cek pak." kata saya sambil berjalan menuju lorong arah mushola, celingukan didalam mushola, dan tempat penumpukan sepatu, tempat wudlu. Biasanya tempat-tempat ini yang kritits barang ketinggalan. Setelah tidak menemukan saya pun kembali ke tempat makan. Beliau masih terbingung-bingung antara tas ketinggalan di lokasi mushola atau ditinggal di depan saya dan atasan. Yang pasti tas telah dicopet atau dicuri seseorang.
Jadinya, siang itu menjadi makan siang yang paling mahal dan berkesan (tidak enak) bagi kami. Tas itu berisi KTP, Credit Card, Kartu ATM, paspor, uang beberapa ratus ribu rupiah dan sekian ribu dollar AS serta beberapa dokumen penting lainnya. Atasan kami memutuskan kami membatalkan meneruskan perjalanan ke KK dan kembali ke KL. Secara matematis bisa saja saya dan atasan saya tetap mengikuti kegiatan seminar itu dan 'meminta pengertian dan meninggalkan Kepala Litbang ' untuk menunggu di KL atau balik ke Jkt, akan tetapi atasan saya benar-benar solider dan punya empati tinggi untuk membuat keputusan itu. Akhirnya setelah menyelesaikan laporan kehilangan di polisi bandara, mengambil koper lagi, dan melakukan re-rute sorenya kami terpaksa nginap di KL dan besoknya kembali ke Jkt.
Mengenai pencopetan itu sendiri kami sempat memberi hiburan pada teman yang kehilangan tas dengan berbagi cerita soal teman lain yang pernah kecopetan di salah satu Bandara di German dan AS. Pencopetan tidak kenal tempat, kalau kita tidak hati-hati dan lengah bisa menimpa siapa saja. Kebetulan hari itu kamilah orangnya dan disitu tempatnya. Jadi, jangan pernah berpikir cuma di Bandara Jakarta saja bisa terjadi hal itu. Dimana pun berhati-hati dan waspada tetap perlu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H