Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Remaja Kita Suka Tawuran?

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan tawuran pada remaja adalah permasalahan yang pelik, selalu saja ada kejadian tawuran terus-menerus setiap tahunnya. Sebagaimana data yang dikutip dari kompas pada tahun 2011 bulan desember menyatakan bahwa menurut data komnas perlindungan anak merilis jumlah tawuran pelajar ini sebanyak 339 kasus dan memakan jiwa 89 orang, tahun sebelumnya jumlah tawuran antar pelajar 128 kasus. Seringkali upaya penyelesaian tidak sampai pada akar permasalahan dari tawuran itu sendiri, sehingga upaya penyelesaian yang dilakukan tidak dapat menyurutkan tawuran pada remaja.

Faktor pemicu dari tawuran sebenarnya sangat sepele, seperti saling ejek, salah satu siswa dari sekolahnya diganggu oleh salah satu dari sekolah lain, dll, terkadang ada juga pemicu yang kurang rasional, menurut saya, karena musuh sejak dulu, kakak kelas, maka juga musuh kita, sehingga mata rantai tawuran seakan tidak berujung.

Salah satu pengakuan seorang teman yang pernah menjadi pelaku tawuran, ia melakukan tawuran karena tidak terima salah satu rekan gengnya diperlakukan tidak baik oleh anak sekolah lain, merasa harga diri kelompok tercoreng, ketika ditanya, “apakah kamu berfikir apa resiko tawuran, apa kamu berfikir akan mati ketika tawuran?”, dia mengatakan “saya tidak berfikir sejauh itu”, ada salah satu istilah yang saya suka ketika ia bercerita, “Ga puas rasanya kalau ndak nonjok”, mantab banget pas ngomongnya, dia juga bercerita, “beberapa kesamaan kami, sehingga kami menjadi seorang kelompok, yaitu bahwa kami sama sama tidak dekat dengan keluarga, teman saya diacuhkan oleh keluarga, sedangkan saya dididik sangat keras sehingga saya tidak dekat denga keluarga, dan merasa lebih nyaman dengan teman-teman, saya merasa teman-teman saya adalah keluarga saya” , begitu singkat cerita yang saya dapat dari rekan saya itu.

Melihat Penyebab Tawuran Dari Sisi Psikologis Remaja

Remaja adalah fase perkembangan peralihan yang semula anak-anak mulai beranjak dewasa, pada fase ini remaja tidak bisa dikatakan sebagai anak-anak, juga belum bisa dikatakan dewasa, pada fase ini, mulai terjadi proses kematangan dari sisi fisik, psikis, seksual, maupun intelektual, karena belum benar-benar matang remaja seringkali salah dalam upaya pengambilan keputusan, sehingga remaja dihadapkan pada faktor resiko yang lebih luas terhadap perilaku-perilaku bermasalah.

Pada fase perkembangan remaja, pergaulan sosial lebih banyak pada peer group, teman sebaya, sehingga nilai-nilai yang ada teman sebaya itulah yang menjadi nilai-nilai pada remaja, sehingga bila nilai-nilai yang dijadikan acuan negatif, bisa langsung berdampak pada remaja, kecuali bila ada hubungan yang baik antar orang tua dan remaja, dengan adanya kedekatan orang tua dengan remaja, orang tua bisa menjadi sahabat bagi remaja, remaja memiliki tempat sharing dan berkeluh kesah, remaja akan memiliki wawasan lebih banyakmengenai nilai-nilai, berdampak pula pada pengambilan keputusanyang akan mereka ambil.

Remaja adalah fase pencarian jati diri, pencarian identitas diri ini adalah tugas perkembangan yang wajib dilalui remaja, remaja mulai mempertanyakan hakitat dirinya, dan esensi dari berbagai macam hal, mereka mencari apa yang menjadi potensinya dan menjadi seperti apakah pribadi yang mereka inginkan, kebanyakan remaja ingin diakui eksistensinya, ingin menjadi pusat perhatian, oleh karena itu mereka melakukan segala sesuatu agar ia diakui eksistensinya, misalnya menjadi berprestasi dibidang akademik, ataupun non akademik, olahraga, dll, jika tidak dalam jalur berprestasi remaja cenderung melakukan perilaku-perilaku bermasalah agar diakui eksistensinya terutama oleh teman sebayanya.

Ada salah satu karakter unik yang dimiliki remaja, istilah psikologis disebut dengan Egosentrisme remaja, remaja merasa tidak ada seorangpun yang memahaminya, remaja memandang dunia dari kacamatanya sendiri yang unik, oleh karena itu remaja seringkali terkena virus GALAU, “tidak ada satupun yang mengerti aku”, “aku terdampar pada kesunyianku”, “aku merasa sendiri”, walau realitas sebenarnya secara implisit remaja menginginkan ada orang yang memahaminya, mengakui eksistensinya.

Solusi Untuk Tawuran

Pertama-tama, bangun komunikasi yang baik dengan remaja, terutama bagi orang tua, hubungan baik dengan anak perlu dibangun, jangan sampai anak merasa diacuhkan, janganlah bertindak otoriter, bertindaklah sebagai sahabat, agar kata-kata kita sebagai orang tua lebih bisa didengar, karena ia merasa lebih dimengerti, dipahami, namun bukan berarti tidak tegas lho..

Yang kedua, buat lah remaja menjadi aktif, baik kegiatan akademik maupun kegiatan non akademik yang disukainya, dengan begitu remaja dapat menemukan potensinya, yang berguna dalam proses pencarian identitas dirinya, remaja jadi lebih percaya diri, karena eksistensinya diakui oleh lingkungan sosialnya, juga ia tidak terjerumus pada perilaku-perilaku bermasalah.

Yang Ketiga, bentuk suatu komunitas remaja dengan kegiatan, kegiatan yang bermanfaat, sehingga, remaja bisa menyalurkan kreatifitasnya, dan segala macam keunikannya, selain remaja terhindar dari faktor resiko perilaku bermasalah, remaja bisa menemukan teman-teman yang dapat diajak sharing, dalam hal ini komunitas juga perlu orang-orang yang expert, yang mengarahkan, seperti guru, psikolog, atau mahasiswa psikologi, sehingga apabila ada permasalahan intern ada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan, atau juga sebagai tempat curhat.

Mudah-mudahan bermanfaat

Salam Kompasiana


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline