Kuingin saat ini engkau ada disini
Tertawa bersamaku seperti dulu lagi
Walau hanya sebentar, Tuhan tolong kabulkanlah
Bukannya diri ini tak terima kenyataan
Hati ini hanya rindu..... Kurindu senyummu ibu
Mungkin orang lain boleh mengatakan kebersamaanku dengan ayah begitu singkat. Orang boleh menilai mungkin tak banyak yang bisa kuceritakan tentang ayah. Tak banyak yang bisa kulukiskan tentangnya. Namun bagiku kenangan yang singkat bersama ayah adalah kenangan indah. Begitu banyak kisah yang bisa kuuntai untuk jadi cerita indah. Untaian kata yang menggiringku pada kenangan dengan ayah. Sebagai pengingat tangguhnya ibuku.
Ibu adalah seorang perempuan yang lahir di era perjuangan. Seorang perempuan masa dulu yang belum kenal pendidikan tinggi. Cukup Sekolah Rakyat (SR) yang sempat dienyam waktu itu. Ayah dan ibu yang begitu tangguh mendidik anak-anaknya. Segala keterbatasan pendidikan tidak menjadi penghalang untuk mendidik kami. Menjadi putra-putri yang tangguh dan terus berbakti.
Mungkin bukan dengan menghantarkan kami menjadi sarjana. Tapi kami selalu dibimbing untuk belajar mengenal Tuhan dengan lebih dekat. Belajar ngaji di kampung menjadi rutinitas kami usai maghrib. Jangan dibayangkan seperti anak-anak sekarang. Yang bisa ngaji di TPA dekat dengan rumah. Atau ngaji di TPA diantar orang tuanya. Masa kami dulu, anak-anak jalan bareng ramai-ramai ke tempat ngaji yang tidak dekat jaraknya. Tapi banyak kenangan indah di situ. Ayah dan ibu banyak mendukungku untuk belajar, sesuai dengan kemampuannya.
Ketika sosok ayah tercinta menghadap Illahi, aku dan kedua adikku masih kecil. Saat ayah sakit dan mungkin ada firasat akan berpulang. Teringat cerita ibu kala ayah berpamit padanya. Dalam kebimbangan dan kesedihannya, ibu berpikir bagaimana bisa merawat anak-anak sendiri. Saat itu ayah berkata beliau akan membantu ibu dari tempat yang jauh. Jangan takut merawat anak-anak. Ayah akan menjaga dan menolong ibu merawat kami, anak-anaknya.
Episode single parent dimulai saat aku di bangku SMP. Kedua adikku masih kecil, masih di bangku SD. Tentunya bukan hal mudah bagi ibu saat itu. Seorang ibu rumah tangga sambil berjualan harus mulai mengumpulkan semangat. Kami anak-anaknya saling bantu untuk bisa terus bertahan dan bangkit. Untunglah ibuku adalah perempuan tangguh. Beliau sudah biasa bekerja membantu ayah. Ibu sosok yang gesit dan cekatan dalam berdagang. Apapun bisa jadi ide untuk berjualan. Kini selain mendidik dan merawat kami, ibu juga harus mencari nafkah untuk kami. Semangat dan perjuangan ibu adalah inspirasi bagiku.
Tanpa terasa dengan segala perjuangannya, kami bisa menyelesaikan sekolah sampai SMA. Ini adalah perjalanan panjang yang penuh rintangan. Jalan terjal yang kami hadapi tak membuat ibu surut dalam berjuang. Tekadnya harus bisa menghantarkan anak-anak lulus SMA. Setidaknya empat anak terkecil bisa sekolah lebih tinggi dari kakak-kakaknya. Sukses sudah ibu mengentaskan aku dalam belajar.