Lihat ke Halaman Asli

Kejanggalan Kejaksaan Dalam Keadilan

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini Medan masih menjadi langganan mati lampu. PLN mengklaim hal ini terjadi karena rusaknya PLTGU di Belawan yang mengakibatkan pasokan listrik untuk masyarakat Medan menjadi berkurang.

Menurut Ketua Umum Gerakan Masyarakat Peduli Listrik Sumut Ir. Muhammad Tarmuzi Harahap PLN sudah sekian kali menjanjikan listrik di Medan akan stabil apabila perbaikan turbin PLTGU Belawan oleh Mapna Group selesai.

PT Mapna sendiri adalah perusahaan yang berasal dari Iran yang ditunjuk oleh PLN untuk mengadakan LTE Gas Turbin 2.1 dan 2,2 PLTGU Belawan.

Masalah ini diharapkan dapat segera terlaksana sehingga tidak ada lagi kekurangan pasokan listrik atau mati lampu.

Namun timbul pertanyaan yang mungkin banyak masyarakat Medan lainnya mempertanyakan kapan perbaikan ini akan selesai?

Sebelum membahas hal tersebut saya akan menjelaskan mengenai adanya perkiraan kasus korupsi dan TPPU yang terjadi dalam tender ini.

Beberapa waktu yang lalu kejaksaan agung menganggap ada potensi kerugian negara dalam proyek ini. Kejaksaan negeri Medan menuduh daya mampu mesin hanya sebesar 123 MW dan tidak sesuai dengan daya mampu minimal yaitu 132 MW.

Tuduhan ini langsung dibantah oleh Kuasa Hukum PLN Todung Mulya Lubis. Menurutnya tuduhan itu tidak benar dikarenakan beban 123 MW yang diperoleh penyidik Kejagung bukan berasal dari hasil pengujian tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW di siang hari. Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak.

Tidak hanya itu, kejaksaan yang menilai PLN merugikan keuangan negara juga tidak berdasar. Alasannya, realisasi nilai kontrak justru jauh lebih kecil dari HPS kontrak awal. Pada HPS kontrak awal dengan pemenang tender Mapn CO, tertulis sebesar Rp 645 miliar, sementara harga yang tertuang dalam kontrak hanya 431 miliar.

Sungguh mengherankan tuduhan kejaksaan tersebut. Banyak yang beranggapan bahwa ini hanyalah masalah bisnis seperti kasus Merpati, IM2, dan Chevron.

Bahkan pakar hukum Universitas Indonesia, Dr Dian Simatupang menegaskan perkara tuduhan korupsi di proyek LTE PLN ini tidak layak masuk pengadilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline