Kamu yang sudah (kalah), apa kabarmu
Katanya nunggu KPU, kok malah ngamuk
Bocor, curang, teriak-teriak, sedikit sarap
Hati-hati Pak Tua istirahatlah
Diluar banyak angin
Entah strategi apa yang dipakai oleh Kubu Pak Tuwo pada Pilpres tahun 2014 ini, semua cara yang tidak umum dipakai di budaya politik kita (apalagi tingkat pilpres) sesuai bisikan penasehat (yg diakuinya) tanpa malu dijalankannya dengan satu tujuan ASAL MENANG. Setelah strategi bermain cantik ala tika taka seperti puluhan janji dan tandatangan komitmen ke berbagai pihak tidak berjalan setelah kampanye bertahun-tahun (terbukti elektabilitas msh jauh sebelum pendaftaran calon pilpres), mulailah penasehat menerapkan strategi menyerang membabi buta...dari menuding lawan boneka, kampanye hitam dengan selebaran obor rakyat, menuding lawan pencitraan dan banyak cara lain yang lebih keji.
Awalnya dengan segala strategi "impor" tersebut, terlihat memberikan hasil yang signifikan. Apalagi didukung dengan berbagai lembaga survey dan cyber army bayaran yang tentu memberikan laporan khayalan untuk mendapatkan imbalan maksimal. Strategi bermain negatif benar-benar sempat membuat kubu Pak Kuwi keteteran, apalagi dukungan kubu internal partai tidak maksimal karena mereka tidak mau cuma dapat angin kosong LAGI seperti ketika mendukung Pak Kuwi menjadi Gubernur. Namun ibarat di film-film kesukaan kita, Pak Kuwipun mendapatkan senjata tambahan untuk mengejar ketertinggalan terutama dari konser musik kawan-kawan lamanya. Singkat cerita Pak Kuwipun dapat memenangkan pilpres tahun 2014.
Entah terinsipirasi dari bisikan mana (mana lagi kalau bukan strategi "impor), kubu Pak TuWo yang awalnya hanya menunggu dan percaya KPU-sebagai wasit tiba-tiba menjadi liar dan berteriak-teriak tidak mempercayai wasit tersebut. Pak Tuwopun menyatakan keluar dari arena pertandingan. SUNGGUH MEMALUKAN. Ibarat Final Piala Dunia, kesebelasan Argentina yang sudah bermain sampai perpanjangan waktu, tiba-tiba tidak mau melanjutkan pertandingan setelah gol dari Pemain Jerman, Goetze dan menuding wasit curang dan tidak mau mengakui kemenangan tim lawan. Yang lebih parah lagi ketika Tropi Piala sudah diberikan kepada pemenang, the loser meminta pertandingan ulang karena ada beberapa pelanggaran yang ditemui di babak pertama dan kedua. Lebih parah lagi mereka berteriak ke media yang memberitakan kemenangan tersebut sebagai media corong dari sang Juara.
Inilah memang yang diinginkan oleh penasihat asing tersebut, kalau kalah di pertandingan normal. Kubu Pak Tuwo harus cari cara terus menerus agar pihak lawan tidak dapat bekerja bahkan kalau perlu situasi chaos harus diciptakan agar pertandingan ulang dapat dilakukan, syukur-syukur lawan sudah tidak mau bertanding lagi dan hanya dirinya sendiri yang bertanding.
Memang strategi tersebut berjalan di beberapa negara yang tidak memiliki budaya hormat pada nilai-nilai luhur dan sportivitas. Namun dengan fondasi kokoh dari pendahulu kita, secara perlahan upaya kubu Pak Tuwo mulai mendapatkan penolakan dari sebagian rakyat. Sebagian rakyat yang tadinya memilih Pak Tuwo-pun mulai tersadar bahwa selama ini mereka memilih tokoh "BONEKA" konsultan "asing" dengan strategi pemenangan pemilu yang "asing" bagi bangsa Indonesia.
Ya "masuk angin"nya strategi Pak Tuwo hanya menunggu waktu. Bahkan pelan-pelan para pendukung setianya mulai meninggalkannya karena merasa "bukan karakter dirinya". Strategi menuduh KPU curang tidak lain sama saja menuding pemerintah yang berkuasa-sebagai pembentuk personil KPU. tidak legitimate sehingga hal ini juga menambah dukungan ke kubu Pak Kuwi dari semula ke Pak Tuwo. Dugaan akhir cerita adalah kesedirian Pak Tuwo yang marah-marah ditinggal teman-temannya. Maka saran syair lagu di pembuka menjadi pas untuk Pak Tuwo....