Perekonomian merupakan suatu hal yang tidak pernah lepas menjadi perbincangan dalam kehidupan sehari-hari. Seiring berjalannya waktu, perekonomian di suatu negara semakin berkembang dan menyebabkan ketidakstabilan. Ketidakstabilan perekonomian ini akan menyebabkan kesenjangan hidup dalam masyarakat.
Adanya kesenjangan tersebut mengharuskan pemerintah sebagai pemegang mandat untuk mencari solusi agar kesenjangan hidup masyarakat tidak terjadi. Solusi yang dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah dengan membuat kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengelola pengeluaran dan perpajakan atau penggunaan instrumen-instrumen fiskal untuk mempengaruhi bekerjanya sistem ekonomi agar memaksimumkan kesejahteraan ekonomi (Madjid, Kemenkeu RI 2012).
Sementara kebijakan fiskal dalam Islam merupakan sebuah kebijakan pemerintah yang di dalamnya terdapat proses pengembangan masyarakat yang selalu di dasarkan kepada hukum distribusi kekayaan berimbang, dengan selalu menerapkan nilai-nilai material dan spiritual pada posisi yang sama.
Kebijakan fiskal secara konvensional dan secara Islam tentunya memiliki perbedaan, salah satunya adalah perbedaan dari sisi tujuannya. Dalam ekonomi konvensional, tujuan dari kebijakan fiskal itu sendiri adalah untuk mendapatkan keuntungan dalam suatu negara dan menyejahterakan rakyatnya.
Sementara dalam ekonomi Islam, kebijakan fiskal selain untuk mendapatkan keuntungan dalam suatu negara dan menyejahterakan rakyatnya, kebijakan fiskal juga bertujuan untuk mengatur mekanisme perekonomian yang seadil-adilnya untuk masyarakat dengan menggunakan prinsip yang diajarkan dalam Islam dan untuk mendapatkan keridaan-Nya di dunia maupun di akhirat nanti.
Adapun instrumen kebijakan fiskal dalam Islam dibagi menjadi tiga yaitu pendapatan negara, pengeluaran negara, dan utang negara. Pertama, instrumen yang termasuk ke dalam pendapatan negara yaitu ZISWAF (Zakat, Infaq, Sadaqah, Wakaf), ghanimah (harta yang diperoleh dari hasil rampasan perang melawan orang-orang kafir), jizyah (pajak perlindungan yang dikenakan oleh negara-negara muslim terhadap warga negara non-muslim yang mampu), kharraj (pajak khusus yang dikenakan pada tanah produktif yang dimiliki oleh rakyat), 'ushur (pajak khusus yang dikenakan terhadap barang niaga yang masuk ke negara muslim), dan pendapatan lain.
Kedua, instrumen yang termasuk ke dalam instrumen pengeluaran negara yaitu belanja pemerintah, antara lain belanja kebutuhan operasional dan belanja umum seperti belanja yang dilakukan jika memiliki sumber dana dan belanja yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakat beserta pendanaannya. Ketiga, yang termasuk ke dalam utang negara yaitu sukuk, pinjaman dalam negeri, dan pinjaman luar negeri.
Kebijakan fiskal dalam Islam sendiri memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui kebijakan fiskal yang tepat, pemerintah dapat memperkuat redistribusi kekayaan, mengurangi ketidakstabilan ekonomi, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan investasi, dan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak masyarakat (Mubarok, F. K.,2020). Langkah-langkah tersebut tentunya akan membawa dampak positif secara menyeluruh bagi masyarakat.
Dalam Islam, manusia dilarang untuk menimbun harta kekayaan, harta yang dimiliki harus didistribusikan secara adil dan merata. Redistribusi kekayaan yang terjadi melalui kebijakan fiskal Islam memastikan bahwa sumber daya dan kekayaan negara digunakan secara adil dan merata, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaatnya.
Selain itu, dengan mengurangi ketidakstabilan ekonomi, kebijakan fiskal yang sesuai dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih stabil dan dapat diprediksi. Dengan perekonomian yang stabil, maka pemerintah dapat merespons perubahan ekonomi secara efektif dan dapat mencegah terjadinya krisis ekonomi yang dapat merugikan banyak masyarakat.