Lihat ke Halaman Asli

Reidnash Heesa

Mohon Tunggu....

Para Pekerja Sebaiknya Menghindari Kebiasaan Minum Air Seperti Ini

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14255473901267098048


Dalam setiap kegiatan sosialisasi, pelatihan berwujud seminar maupun lokakarya di ruangan tertutup/terbuka, pihak penyelenggara pasti tidak akan melupakan hidangan berupa air minum mineral yang disajikan di atas meja para pembicara. Hal yang sama juga terlihat dalam acara talkshow yang diadakan di hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (04/03) kemarin. Sebagai catatan pendahuluan, yang diundang sebagai nara sumber dalam acara yang diadakan oleh Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia(PERDOKI) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah dr. Anung Sugihantono, Mkes ( Direktur /jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak ), dr. Nusye E. Zamsiar, MS, SpOk ( Ketua Umum PERDOKI ), dan dr. Maya Setyawati, MKK, SpOk ( Tim Penulis Buku Pedoman Kebutuhan Cairan bagi Pekerja agar Tetap Sehat dan Produktif ).

Tema pembahasan dalam acara talkshow sekaligus peluncuran buku pedoman tersebut tentunya berkaitan dengan hidangan air minum mineral yang sering dijuluki dengan istilah air ‘putih’ itu. Bukan membahas soal air minum mineral dengan merk kemasan tertentu tetapi lebih berfokus pada kebutuhan air minum yang cenderung masih diabaikan oleh sebagian orang. Para ahli, secara teori menentukan kriteria dua liter air per hari untuk kebutuhan cairan orang dewasa. Kenyataannya, yang berusia dewasa khususnya para pekerja produktif masih mengalami beberapa kesulitan dalam memenuhi kriteria tersebut, diantaranya adalah :



1.Tidak Haus

Bukan hanya orang dewasa, sejak masih kecil sepertinya ada sebagian orang yang beranggapan tubuh akan bereaksi dengan rasa haus apabila kekurangan cairan. Jadi minum air karena haus. Menurut dr. Nusye, sebaiknya para pekerja mulai membiasakan diri untuk minum air ‘putih’ secara teratur dalam jumlah kecil sebelum merasa haus. Untuk aktivitas dengan tingkat sedang pada iklim kerja panas, disarankan untuk minum satu gelas air ( takaran 150 -200 ml ) setiap 15 – 20 menit dengan tujuan untuk mempertahankan tingkat hidrasi yang baik selama bekerja.



2.Minuman Dingin

Dengan kondisi bekerja di bawah terik matahari, atau pada iklim kerja panas, para pekerja bukan hanya sekedar ingin menghilangkan dahaga tetapi juga merasa puas apabila meminum air dengan suhu dingin alias minuman es padahal kriteria air minum yang baik adalah air minum dingin dengan suhu 10 – 15 derajat Celcius dan memenuhi syarat kesehatan, bukan air es !



3.Penambah Energi

Bekerja di dunia konstruksi, dalam kaitannya dengan para pekerja yang berada di site area atau lapangan, kekuatan fisik menjadi faktor utama untuk mengejar produktivitas. Dengan mengkonsumsi minuman non air ‘putih’ misalnya minuman penambah energi diharapkan dapat memulihkan stamina dan mengembalikan energi tubuh yang hilang. Bagi dr. Maya, para pekerja dianjurkan untuk lebih banyak minum air putih karena minuman dengan cairan yang mengandung kafein, soda, kadar gula tinggi, alkohol justru mempermudah pekerja mengalami dehidrasi.



Dalam aspek K3 ( Keselamatan dan Kesehatan Kerja ), selain bekerja dengan sembrono dan tidak hati-hati, bekerja tidak mematuhi peraturan dan standar prosedur kerja, bekerja tidak memakai alat pelindung diri, salah satu perilaku yang tidak aman dan mengancam keselamatan jiwa dimulai dari pekerja itu sendiri yakni kondisi badan yang lemah. Oleh karena itu, hindarilah dehidrasi.

Minumlah air sesuai kebutuhan tubuh. Kekurangan atau kelebihan cairan pada tubuh dapat menimbulkan hal-hal yang sering tidak disadari. Kekurangan cairan dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan fungsi metabolisme, dalam kondisi tertentu dapat menghilangkan kesadaran. Kelebihan cairan juga dapat menyebabkan pembengkakan ginjal bagi orang-orang yang mengalami gangguan ginjal.

sumber ilustrasi : disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline