Lihat ke Halaman Asli

Untuk Apa Rindu Diciptakan?

Diperbarui: 23 Agustus 2023   16:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Dok. Penulis

Suatu senja yang khusyuk, Eli (bukan nama sesungguhnya) pergi ke taman yang sudah beberapa bulan tidak terawat. Di taman, yang tumbuh hanya pohon dan beberapa bunga yang sudah tidak terurus lagi. Di taman juga, Eli duduk seorang diri di atas sebuah bangku yang menjulur panjang di bawah pohon sawo yang rimbun daun. Eli menatap senja yang sebentar lagi pergi ke peraduan dengan tatapan mata yang serius. Sesekali, Eli merayakan kepergian senja yang perlahan itu dengan secangkir kopi hitam pekat yang ada di tangan kanannya.

Ketika melihat Eli-seorang lelaki tampan yang dicintai Alvi (nama samaran) dengan sungguh dan terus terang-duduk seorang diri di taman, Alvi langsung berlari kencang menuju taman-tempat Eli duduk. Alvi menyambangi taman itu dengan penuh penasaran dan mengandung tanya. Setibanya di taman, Alvi langsung menyuguhkan Eli dengan sebuah pertanyaan yang mengagetkan. Pertanyaan itu tiba di telinga Eli dengan tiba-tiba.

"Hayy. Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Alvi mengagetkan. Tangan kanannya memukul pundak Eli dengan pelan.

"Hayy. Aku tidak melakukan apa-apa disini, Alvi. Aku hanya ingin melihat senja yang indah itu." Jawab Eli sembari menunjuk senja yang tumbuh di balik Golo Rowan.

"Kepala kedinginan yah. Aku bawakan topi pengusir dingin. Silahkan dipakai, Eli." Ucap Alvi penuh perhatian. Tangan kanannya menyerahkan topi dingin kepadaku.

"Terimakasih banyak yah." Pintaku sembari menerima topi dingin yang diberikan Alvi. 

"Mengapa kamu datang menemui aku di sini, Alvi? Bukankah kamu harus berangkat ke kota Pancasila (Ende) hari ini?" Tanya Eli melanjutkan. Bola matanya menatap wajah Alvi yang tetap bening, hangat dan rendah hati dengan penasaran.

"Kamu tidak perlu tahu alasan dibalik kedatangan aku ke sini. Jika kedatanganku di sambut tanya, untuk apa rindu diciptakan?" Tanya Alvi balik. Raut wajahnya tegang. Seolah-olah Alvi tidak terima dengan semua pertanyaan yang aku tunjukkan kepadanya.

"Aku sudah membatalkan perjalananku ke kota Pancasila (Ende). Keputusan itu aku ambil setelah melewati pertimbangan yang matang. Jawab Alvi melanjutkan. Kedua tangannya merapikan rambut yang terurai angin sepoi-sepoi.

"Mengapa kamu membatalkannya?" Bukankah itu perjalanan penting yang harus kamu lakukan?" Tanya Eli sembari melihat jam di gawai miliknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline