Lihat ke Halaman Asli

Pentingnya Keterlibatan Ayah dalam Proses Tumbuh Kembang Anak

Diperbarui: 30 Mei 2024   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Belakangan ini banyak diperbincangkan kasus mengenai tidak adanya peran ayah dalam tumbuh kembang anak atau akrab dikenal dengan sebutan fatherless. Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti yang dikutip dari Antara, fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah atau anak yang mempunyai ayah tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak. 

Kasus fatherless ini mungkin jarang terdengar dibandingkan dengan kasus single mom ataupun broken home. Banyak sekali kisah fatherless yang mungkin tak disadari oleh banyak orang, seperti keluarga berkecukupan yang kehilangan figur ayah karena sibuk bekerja dan sering tidak berada dirumah ataupun sosok ayah yang ada dirumah namun tidak menjadikan keluarganya sebagai prioritas. Hal tersebut dapat memengaruhi tumbuh kembang dan psikologis anak di masa depan, karena mereka memang memiliki ayah namun mereka tidak mendapat pendampingan dari sosok ayah tersebut.
Kasus fatherless tersebut membuat anak menjadi kurang percaya diri, rentan terlibat dalam pergaulan bebas, merasa dirinya tidak dicintai, dan juga membuat kesehatan mentalnya bermasalah. Dalam psikologis, kecemasan dan depresi menjadi dua masalah emosional yang umum dialami anak yang tumbuh tanpa sosok ayah. Selain itu, masalah akademik seperti nilai-nilai ujian atau tugas akan anjlok apabila seorang anak tumbuh tanpa kehadiran sesosok ayah.
Berdasarkan data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun 2021, sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah. Selain itu, menurut data Susenas pada tahun 2021 juga, 2,67% dari 30,83 juta jiwa anak usia dini tidak tinggal bersama ayah dan ibu kandung. Kemudian, 7,04% atau sekitar 2.170.702 anak usia dini hanya tinggal bersama ibu kandung. Tentu jumlah tersebut dapat menggambarkan bahwa banyak anak usia dini di Indonesia tidak mendapatkan peran ayah dalam hidupnya. Padahal, dapat dikatakan peran ayah sangat signifikan bagi anak. Satu hal yang pasti, fatherless ini muncul akibat dari peran ayah yang hilang dalam proses tumbuh kembang anak. Banyak faktor yang menyebabkan fenomena fatherless itu bisa terjadi antara lain,
* Kematian
Kematian seorang ayah menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kondisi fatherless ini. Seoarang anak kegilangan figur ayah sebagai sosok yang penting dalam kehidupan mereka. Hal tersebut dapat menyebabkan dampak yang signifikan dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan anak. Ayah sering kali menjadi sosok yang stabil dan penyayang dalam keluarga, memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada seorang anak, apabila anak tersebut kehilangan seorang ayah maka anak tersebut akan kehilangan fugur yang memberikan dukungan, cinta, dan perlindungan.
Selain itu , kehilangan ayah karena kematian dapat menyebabkan gangguan emosional yang seirus pada anak, seperti depresi, kecemasan, atau stres berkepanjangan. Apalagi, anak tersebut bisa dikatakan memiliki hubungan yang erat dengan ayahnya. Mengacu pada sebuah penelitian, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, memiliki tingkat resiliensi ketika menghadapi masalah, dan memiliki kemampuan problem solving dengan baik dapat menjadi dampak positif apabila seorang anak memiliki kedekatan emosional dengan ayahnya.
* Budaya Patriarki
Walaupun Indonesia sudah berkembang namun masih sulit untuk terlepas dari budaya patriarki. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Di Indonesia, masih banyak masyarakatnya yang menganggap bahwa hanya sosok ibu yang harus mengurus anak. Pemikiran tersebutlah yang menyebabkan kebanyakan seorang laki-laki acuh terhadap kepentingan mengurus anak. Peran ayah dalam pengasuhan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab seorang ibu namu ayahpun perlu andil dalam hal ini. Ayah dapat membantu anak dalam menyelesaikan masalah, menjadi teman bermain bagi anak, dan mengajarkan anak mengenai perilaku apa saja yang harus diterapkan dalam kehidupan sosial.
Budaya patriarki, yang memprinsipkan lelaki sebagai pihak dominan dalam keluarga, telah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena fatherless di Indonesia. Kondisi fatherless tidah hanya dialami oleh anak yang ayahnya meninggal (yatim), tetapi budaya patriarki ini juga menjadi faktor penyebab kondisi ini. Dalam masyarakat patriarkal, seorang anak yang tumbuh tanpa sosok ayah dapat mengahadpi stigma sosial, yang dimana mereka mungkin disalahkan atau dianggap tidak lengkap karena tidak memiliki ayah dalam kehidupan mereka. Stigma ini berdampak negatif pada kepercayaan diri dan harga diri seorang anak.
Di sisi lain, kehilangan seorang ayah dalam budaya patriarki juga dapat mendorong perluasan peran dan kekuatan dalam keluarga. Perempuan mungkin terpaksa mengambil peran ganda sebagai pencari nafkah dan pengambil keputusan dalam keluarga. Padahal hal tersebut merupakan peran ayah dalam sebuah keluarga. Kehilangan seorang ayah dalam budaya patriarki memilliki implikasi yang kompleks dan seirngkali menantang bagi anak-anak yang ditinggalkan. Pendidikan dan kesadaran akan isu ini juga penting untuk memperkuat pemahaman masyarakat tentang kebutuhan anak-anak dalam kontesk budaya patriarki.
* Masalah dalam Keluarga
Keluarga merupakan tempat di maa anak tumbuh dan berkembang. Namun, tidak semua keluarga memiliki suasana yang harmonis dan stabil. Masalah dalam keluarga ini dapat menyebabkan anak merasakan atau mengalami fatherless. Kehilangan figur ayah dari masalah dalam keluarga yang kompleks menyebabkan dampak yang signifika pada perkembangan anak. Hal yang sering terjadi dalam masalah keluarga adalah sebuah perceraian atau pemisahan dan ini merupakan penyebab umum terjadinya fatherless. Ketika orang tua bercerai, seorang anak sering kali tinggal dengan satu orang tua atau mungkin hanya tinggal dengan kerabat yang lainnya. Dalam satu hal, seorang anak mungkin memiliki akses yang terbatas atau tidak ada akses sama sekali kepada ayah mereka. Hal tersebut menyebabkan seorang anak merasa tidak mendapatkan peran ayah dalam hidup mereka.
Selanjutnya, masalah kesehatan atau kehidupan yang sulit yang dialami oleh ayah, seperti mengidap penyakit kronis, kecanduan atau masalah keuangan, juga dapat menyebabkan keterlibatan yang terbatas atau kehilangan sepenuhnya terhadap anak-anak. Selain itu, hal umum yang sering terjadi dalam masalah keluarga dan menyebabkan seorang anak mengalami fatherless adalah perselingkuhan. 

Perselingkihan dalam suatu hubungan dapat memiliki dampak yang merusak kestabilan keluarga dan secara langsung mempengaruhi kehidupan anak, terutama dalam konteks fatherless. Perseligkuhan serigkali menjadi pemicu perpisahan antara ibu dan ayah, ketika salah satu orang tua terutama seorang ayah terlibat dalam perselingkuha, perceraian menjadi kemungkinan terbesar. Perpisahan anatara orang tua ini menyebabkan hubungan antara ayah dan anak terganggu secara signifikan. Hal tersebut menyebabkan anak mengalami kecemasan yang tinggi dan kegelisahan tentang masa depan keluarga mereka. Selain itu ketidakpastian tentang peran ayah dalam kehidupan mereka dapat menyebabkan stres emosional yang serius.
Fenomena fatherless sering dirasakan oleh seorang anak perempuan. Emosi seorang perempuan lebih rentan, karena perempuan lebih mendahulukan perasaan dibandingkan dengan logka. Hal tersebut membuat anak perempuan lebih mudah merasakan fatherless tersebut. Ditambahlagi apabila anak perempuan tersebut tidak mendapatkan kasih sayang dari ayah, itu membuatnya merasa tidak ada yang menyayanginya di dunia ini.
Maka dari itu, ada beberapa solusi untuk mengatasi fenomena fatherless ini, antara lain pedidikan dan kesadara masyarakat tentang pentingnya keterlibatan ayah dalam kehidupan seorang anak. kampanye pendidikan publik, seminar, dan program penyuluhan dapat membantu mengubah persepsi dan pemahama tentang kontribusi aktif ayah dalam perkembangan anak. Selain itu, mengembangkan program keterlibatan ayah dapat membantu mengatasi fenomena fatherless. Program ini harus terus berfokus pada meningkatkan kesadaran anak tentang pentingnya peran ayah dalam keluarga.
Mengatasi fenomena fatherless memerlukan pendekatan holistik dan berkelanjutan melalui solusi dan langkah. Kerja sama dari berbagai pihak juga diperlukan untuk mengatasi fenomena ini. Kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi anak-anak yang tumbuh tanpa ayah. Selain itu, pendidikan dan kesadaran akan isu budaya patriarki juga penting untuk memperkuat pemahaman masyarakat tentang kerentanan dan kebutuhan anak-anak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline