Lihat ke Halaman Asli

Sari Rasa Bakery

Diperbarui: 23 Januari 2024   01:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bab 1: Siapa, Dimana, Masalah


(Adegan 1: Terlihat Bandung, kota yang menari dengan cahaya gemerlap di malam hari. Di tengah kilauan lampu, terdapat sepotong hati yang terluka, milik seorang pemilik toko kecil, Rani, yang menghadapi pertanyaan dalam senyum bulan.)

Rani: (dalam monolog) Bandung, kota berlian yang tak pernah padam, mengapa toko Sari Rasa Bakery-ku terbenam dalam bayang-bayang? Bisnis ini adalah sepotong kisah yang tertulis dalam debu masa lalu, bisakah kita menciptakan cerita baru di bawah bintang malam yang bersinar terang?

(Adegan 2: Rani, seorang pebisnis yang menghadapi kegusaran hati, duduk di teras toko, menatap bengkang roti yang meredup. Aji, sahabat lama yang mengalir bagai sungai kesabaran, datang untuk menemaninya.)

Aji: (dalam kehangatan) Rani, apa yang telah terjadi pada toko kecilmu? Dulu Sari Rasa Bakery adalah matahari yang bersinar di tengah hujan, apa yang membuatmu menjadi rembulan yang terlupakan?

Rani: (menggeleng) Zaman telah mengalir, Aji. Orang lebih suka berbelanja dengan jarinya daripada memegang roti di tangan mereka.

(Adegan 3: Rani membuka hatinya pada Aji, menceritakan beban bisnis yang menggelayuti pikirannya.)

Aji: (dalam kebijaksanaan) Rani, dalam kehidupan, kita harus berselancar dengan gelombang perubahan. Mungkin saatnya menggenggam ponsel dan membawa keindahan Sari Rasa Bakery ke dunia maya.

Bab 2: Konflik

(Adegan 1: Rani memutuskan untuk mencari terang di tengah arus perubahan. Namun, perjuangannya melawan ombak bisnis online penuh dengan tantangan, seperti pesaing sengit dan susahnya mendongkrak popularitas.)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline