Tidak dapat dipungkiri bahwa skripsi merupakan salah satu tugas akhir yang melekat dengan dunia perkuliahan. Bagi sebagian mahasiswa, menyelesaikan skripsi bisa menjadi tantangan besar yang menghabiskan waktu dan tenaga. Oleh karena itu, munculnya kebijakan tidak wajib skripsi bagi mahasiswa menjadi sebuah pilihan yang sangat menarik untuk dibahas.
Salah satu alasan utama mengenai kebijakan ini adalah untuk mengakomodasi keragaman minat dan bakat mahasiswa. Setiap mahasiswa memiliki kecenderungan dan passion yang berbeda dalam mengeksplorasi bidang studi masing-masing. Dengan tidak adanya kewajiban skripsi, mahasiswa memiliki kebebasan untuk mengejar minat dan bakat mereka sendiri, apakah itu melalui kerja praktis, riset, atau proyek yang lebih kreatif. Hal ini akan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk belajar dan berkembang dalam bidang yang mereka sukai, yang pada akhirnya akan menghasilkan lulusan yang lebih kompeten dan memiliki keunggulan di dunia kerja.
Selain itu, kebijakan ini juga dapat membantu mengurangi stres dan tekanan mental yang seringkali dialami oleh mahasiswa saat menyelesaikan skripsi. Dalam beberapa kasus, tugas akhir ini dapat menjadi sumber stres yang berlebihan, mengganggu kesehatan mental dan emosional mahasiswa. Dengan membebaskan mahasiswa dari beban skripsi, mereka dapat lebih fokus pada pembelajaran dan eksplorasi dalam bidang yang mereka minati tanpa merasa terbebani oleh tenggat waktu yang ketat dan harapan yang tinggi.
Namun, kebijakan ini juga harus diimbangi dengan beberapa pertimbangan. Misalnya, pemberian alternatif tugas akhir yang memiliki tingkat kesulitan dan bobot pembelajaran yang sama dengan skripsi. Penting untuk memastikan bahwa mahasiswa masih dapat mengembangkan kemampuan penelitian dan analisis mereka dengan baik, meskipun tidak menyusun skripsi. Juga, penting untuk menjaga kualitas dan standar dari tugas akhir pengganti ini, sehingga kebijakan ini tidak dianggap sebagai bentuk pengurangan kualitas pendidikan.
Dalam rangka menerapkan kebijakan tidak wajib skripsi, perlu dilibatkan berbagai pihak, termasuk mahasiswa, dosen pembimbing, dan pihak administrasi universitas. Diskusi yang terbuka dan sinergi antara semua pihak dapat membantu menciptakan kebijakan yang lebih terarah dan efektif dalam mengakomodasi keberagaman minat dan bakat mahasiswa.
Seperti yang sudah diberlakukan di STIE Kesuma Negara Blitar, tempat saya bekerja. Sejak tahun 2022 kemarin, mahasiswa STIEKEN Blitar sudah bisa merasakan keistimewaan ini, salah satunya adalah dengan menerbitkan artikel ilmiah pada jurnal nasional yang terakreditasi SINTA peringkat 1 s.d 3 ataupun jurnal Internasional yang juga sudah terakreditasi.
Secara keseluruhan, kebijakan tidak wajib skripsi bagi mahasiswa merupakan sebuah pilihan yang menarik untuk memudahkan mahasiswa mengeksplorasi minat dan bakat mereka dalam bidang studi yang mereka pilih. Namun, implementasi kebijakan ini juga membutuhkan perhatian dan keterlibatan yang baik dari semua pihak terkait. Dengan kerjasama yang baik, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang beragam dan inklusif, yang memastikan lulusan yang kompeten dan siap menghadapi tantangan di dunia kerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H