Lihat ke Halaman Asli

Regi Pratama

Educator and Writeprenuer

Sehat Berkomunikasi demi Persatuan

Diperbarui: 1 Juli 2020   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

romeltea.com

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia melakukan komunikasi baik secara lisan, tertulis, isyarat bahkan secara batin. Ini menunjukkan bahwa manusia memanglah benar - benar makhluk sosial. Terkadang ada juga istilah miss comunnication atau lebih enaknya kita sebut salah paham, itu pun juga merupakan proses dari sebuah komunikasi.

Kita ambil contoh seseorang yang sedang berorasi di depan puluhan pendengar, orang tersebut berorasi mengenai dampak kecanduan gadget terhadap anak - anak. Dari puluhan pendengar, pasti satu, dua bahkan sebagian orang mempunyai pemahaman yang berbeda dengan apa yang diorasikan. Lantas apakah orasi tersebut gagal? Tidak.

Manusia dianugerahi oleh Tuhan berupa akal pikiran yang menjadi pembeda dengan makhluk lainnya, setiap akal pikiran orang berbeda - beda dalam memproses sesuatu, ada yang cepat dan ada yang lambat. Tergantung sesuai kemampuan individu dalam memproses sesuatu informasi yang terkandung dalam sebuah komunikasi. Serta dalam hidup berdemokrasi, setiap orang berhak memprotes dan mengomentari atas informasi yang diberikan individu lain, asal tetap dalam batas yang wajar dan didukung dengan fakta serta data yang valid.

Mirisnya, dalam kehidupan berdemokrasi sekarang ini masih dijumpai informasi yang tidak benar dengan tujuan memperkeruh suasana, menjatuhkan seseorang bahkan sebagai ajang menggerakkan banyak massa  demi kepentingan segelintir pihak. Manusia Indonesia yang dulunya terkenal ramah dan ahli bermusyawarah kini seakan menjadi manusia yang sering melakukan hujatan, hinaan dan bahkan berujung pada tindak anarkisme. Padahal kebenaran suatu informasi tersebut belum dicek kebenarannya.

Apa yang salah dengan perubahan ini? Salah satu penyebabnya adalah kebebasan informasi yang keblabasan. Meskipun kini UU ITE telah menjadi pedoman kebebasan berdemokrasi di jagat dunia maya, namun beberapa masyarakat masih kurang mengerti aturan - aturan dalam berdemokrasi di dunia maya tersebut.

Era 4.0 sekarang yang mengubah pola komunikasi konvensional menjadi digital patut untuk terus diawasi dan diperbarukan mengenai pedoman berkomunikasi secara digital. Dulu berkirim surat menggunakan pos, kini sudah melalui surat elektronik. 10 tahun silam bersilaturahmi dengan cara berkunjung ke rumah, kini bisa memanfaatkan teknologi panggilan video. Dulu mencari berita lewat koran, radio dan televisi kini beralih melalui berita yang ada di sosial media. 

Mirisnya, informasi yang belum terbukti kebenarannya dengan mudah disebarkan secepat kilat melalui pesan berantai. Ajaibnya, 1 berita dapat tersebar ke ratusan orang dalam waktu kurang dari satu jam. Nah, kalau itu berita palsu alias hoax dan terlanjur dijadikan sebagai kebenaran oleh sebagian besar masyarakat, apa yang akan terjadi? Disinformasi massal, dan ini berbahaya bagi kehidupan bernegara.

Sudah suatu kewajiban bagi kita semua warga Indonesia, di era 4.0 ini kita harus lebih selektif dalam menerima informasi. Agar komunimasi antar masyarakat benar - benar menjadi suatu hal positif dan bermanfaat, bukan menjadi suatu sumber perpecahan dan ancaman bagi negara. Dengan sehatnya komunikasi dan informasi yang dilandasi Pancasila sebagai ideologinya, maka negara kita akan selamat dari hoax yang akhir - akhir ini marak terjadi. Saatnya saya dan saudara semua menjadi manusia yang sehat dari kepalsuan informasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline