Keberadaan Pemerintah dan rakyatnya, dalam suatu Negara, bukan seperti Kuku dan Isi [fakum], tetapi Pemerintah bagaikan seorang Ayah, dan Istrinya adalah DPR/MPR. Rakyatnya sebagai seorang anak.
Seorang Ayah, adalah kepala rumah tangga. Biasanya untuk memenuhi kepentingan rumahtangga dan permintaan sang anak, selalu melakukan musyawarah bersama istrinya.
Guna keharmonisan rumah tangganya, dan hal ini lazim dilakukan oleh seorang Suami yang bijak, menghargai keberadaan Istri sebagai pendamping Suami dan kasih sayangnya kepala sang anak, agar tidak merasa di kecewakan.
Keberadaan Istri dan sang anak, merupakan aset dalam rumahtangga. Keharmonisan dalam rumahtangga, merupakan barometer keberhasilan bagai seorang suami, sebagai kepala rumah tangga.
Begitupun sebaliknya, sebagai seorang istri harus punya pendirian, jangan mudah terpengaruh dari orang tuanya [partai politik] yang punya keinginan dan harus dipenuhi oleh suaminya.
Sebagai seorang istri, wajar saja membantu orang tuanya yang mengurus, merawat dan membesarkanya, namun tidak harus memaksakan kehendak diluar batas ke wenangan suami, terkecuali tuntutan permintaan anak.
Tuntutan atau permintaan anak satu dengan saudara lainnya memang sering kali tidak sama, untuk itu sebagai seorang suami/ Ayah, seharusnya mempunyai sikap yang arif dan bijak, anak dirangkul dan di bujuk, beri pengertian dengan bahasa yang lembut.
" Anakku Salam, karena sesuatu hal keadaan Ayah lagi masih ada kepentingan yang lain, maka untuk sementara kau pakai yang ini dululu yaaa, nanti kemauan mu untuk itu ayah usahakan," contoh ucapan yang disampaikan kepada sang anak.
Dengan ucapan nada yang lentur itu, tentunya perasaan hati nurani sang anak akan menjadi luluh, dan menurut dari saran ayahnya. Namun apabila dalam memberikan penjelasan kepada sang anak dengan nada kasar, tentunya akan menimbulkan aksi dan reaksi.
Contoh semisalnya dari kebiasaan anak doyan makan, jadi beralih mogok makan, biasanya anak tunak di rumah jadi banyak keluyuran diluar rumah, dan sebagainya, sehingga membuat kita sebagai orang tua jadi pusing dibuatnya.
Aksi dan reaksi itu terjadi, menurut pendapat penulis karena dibawa oleh rasa adanya ke kecewaan sang anak yang merasa aspirasi kemauannya tidak terpenuhi, sementara sang Ibu terkesan kurang peduli dan selalu sibuk dengan pekerjaannya. [penulis adalah pengamat kebijakan politik Pemerintah]