Kita tidak dapat memungkiri bahwa kini dunia sedang sekarat. Tidak hanya kondisi lingkungan dan sumber daya alamnya, namun begitu pun dengan ekonomi yang sedang terjadi saat ini. Dalam upaya meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara, kita tidak dapat menghindari kerusakan lingkungan dan pemborosan sumber daya alam. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dalam suatu negara, maka perekonomian pun didesak untuk semakin meningkat. Bertambahnya jumlah perusahaan yang diakibatkan oleh fenomena peningkatan ekonomi ini menyebabkan meningkatnya jumlah pabrik yang sulit untuk dikendalikan. Dan kita semua tahu, pabrik selalu menghasilkan limbah yang menimbulkan polusi lingkungan.
Kehidupan manusia yang setiap tahunnya didukung dengan kemajuan teknologi serta transportasi turut berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan pemborosan sumber daya alam. Sebagai contoh, semakin banyaknya kendaraan bermotor yang turun ke jalan raya. Kendaraan ini menghasilkan emisi yang menimbulkan polusi udara, serta menguras ketersediaan bensin sebagai bahan bakarnya.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Soerjaningsih telah menyatakan, bahwa kelangkaan bensin yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh peningkatan aktivitas perekonomian masyarakat. Kelangkaan bensin, lapisan es terbesar di dunia diperkirakan akan segera runtuh, eksploitasi hutan, penumpukan sampah plastik, perubahan iklim, dan emisi gas rumah kaca menjadi beberapa masalah yang memiliki kontribusi aktif terhadap kondisi dunia yang sekarat. Usaha peningkatan kemakmuran masyarakat justru menimbulkan bencana yang mengancam jutaan nyawa di dunia.
Sebagai solusi atas problematika tersebut, maka hadirlah ekonomi hijau. Ekonomi hijau didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang bertujuan melestarikan dan menyelamatkan lingkungan serta sumber daya alam serta mencapai inklusivitas sosial. Dengan adanya ekonomi hijau, maka negara yang mengimplementasikannya dapat meraih beberapa keuntungan sekaligus. Selain membantu mengatasi isu-isu lingkungan dan sumber daya alam, aktivitas ekonomi ini juga membantu menurunkan angka kemiskinan masyarakat dan membantu mewujudkan kondisi sosial yang inklusif.
Untuk mewujudkan kesuksesan kegiatan ekonomi dan investasi hijau, dibentuklah program pertumbuhan ekonomi hijau yang terdiri dari empat jenis program. Yang pertama program energi, kedua program laskap berkelanjutan, lalu program kawasan ekonomi khusus, dan yang keempat program persiapan GCF. Tujuan utama dari program energi adalah mendorong investasi terhadap konservasi dan efisiensi energi. Program lanskap berkelanjutan lebih banyak mendorong investasi yang bertujuan mengelola hutan dan lahan gambut untuk mempertahankan, memelihara, sekaligus memanfaatkan produk-produk yang dihasilkan oleh ekosistem yang ada.
Sedangkan dalam program kawasan ekonomi khusus, aktivitas investasi didorong untuk mempercepat pembangunan di kawasan perkotaan terutama dalam hal pemerataan infrastruktur. Yang terakhir yaitu program persiapan GCF (Green Climate Fund). Program ini berperan besar dalam mempersiapkan pengurangan emisi yang didanai oleh GCF dari UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change). Ekonomi hijau sangat menguntungkan negara. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menyatakan, bahwa pembangunan menuju emisi karbon yang nihil pada tahun 2045, membantu menghasilkan tingkat pertumbuhan PDB rata-rata 6 persen per tahun. Melalui program ini, diperkirakan dapat tercipta 15,3 juta lapangan kerja dan memosisikan negara sebagai tujuan utama investasi hijau.
Dengan adanya pandemi COVID-19 yang menimbulkan keterbatasan beraktivitas dan memburuknya kondisi perekonomian dunia beberapa waktu lalu, semakin banyak kalangan yang sadar akan pentingnya berinvestasi. Tidak hanya terdorong untuk mempelajarinya, namun juga semakin banyak yang terdorong untuk mulai mengimplementasikannya. Baik anak muda maupun orang tua, semua telah merasakan betapa sulitnya kehidupan tanpa berinvestasi. Investasi hijau menjadi pilihan yang tepat karena paling dekat dan paling mudah untuk dilakukan oleh kita sebagai kaum awam. Investasi hijau juga menjadi bukti nyata peran aktif masyarakat, dalam turut menyukseskan keberhasilan ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Menurut Hasan Fawzi selaku Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, investasi hijau adalah praktik untuk berinvestasi yang tidak hanya mengejar keuntungan secara ekonomi saja, namun juga mempertimbangkan dampak positif terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola atau etika bisnis. Produk-produk investasi hijau sangat beragam jenisnya. Ada yang berbentuk sukuk atau obligasi, reksadana, dan ada juga yang berupa saham yang ramah lingkungan. Bagi para investor pemula, Hasan Fawzi menyarankan untuk berinvestasi pada sukuk atau reksadana yang ramah lingkungan. Sebelum mulai berinvestasi, investor pemula perlu memahami profil risiko produknya terlebih dahulu. Investor pemula juga perlu memastikan bahwa produk yang dipilih telah diawasi oleh OJK.
Dalam bentuk saham, produk-produk investasi hijau dibagi ke dalam dua jenis indeks saham pada IDX, yaitu SRI (Sustainable and Responsible Investment) KEHATI (Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia) dan ESG (Environmental, Social, Governance) Leaders. Jika lebih tertarik dengan reksadana, produk-produk reksadana yang sesuai dengan prinsip investasi hijau dapat diperoleh pada reksadana yang berbasis ESG. Bagi yang lebih berminat pada sukuk, produk sukuk yang mendukung investasi hijau tersedia pada produk yang tergolong Green Sukuk atau Sukuk Hijau.
Hadirnya pertemuan G20 pada tahun 2022 di Bali, menjadi momentum yang tepat untuk menggaungkan ekonomi dan investasi hijau pada masyarakat Indonesia secara keseluruhan. G20 merupakan sebuah forum kerja sama berbentuk multilateral, yang beranggotakan 19 negara utama dan Uni Eropa, dengan kelas pendapatan menengah hingga tinggi. Forum ini menjadi sarana yang tepat untuk mengungkapkan pada dunia, bahwa Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 telah mengimplementasikan peran aktif dalam berbagai aspek untuk transformasi dunia yang lebih baik. Salah satunya dengan menerapkan investasi hijau. Hal ini dapat dilihat dari logo Presidensi G20 Indonesia. Logo ini terdiri dari motif kawung siluet gunungan, warna merah dan biru, serta sulur tanaman. Sulur tanaman ini menggambarkan semangat terhadap pemulihan yang hijau, inklusif, dan berkelanjutan.
Tidak hanya itu, Presidensi G20 Indonesia kali ini juga mengangkat tema 'Recover Together, Recover Stronger.' Tema ini menggambarkan keinginan Indonesia mengajak seluruh dunia untuk saling mendukung pemulihan bersama dan tumbuh lebih kuat serta berkelanjutan. Selain mengajak masyarakat lebih mengenal, memahami dan dapat lebih dalam ikut berkontribusi dalam investasi hijau, Presidensi G20 Indonesia juga turut berkontribusi dalam menarik perhatian investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan memperkenalkan berbagai jenis pariwisata dan produk unggulan Indonesia, maka akan semakin meningkat pula jumlah investor asing di negara ini, sehingga lapangan pekerjaan juga ikut meningkat. Dijelaskan oleh Bank Indonesia bahwa agenda prioritas keuangan dalam Presidensi G20 Indonesia meliputi enam hal, antara lain:
- Membicarakan bagaimana G20 menjaga negara-negara yang masih memulihkan ekonominya.
- Mengatasi dampak krisis dengan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang.
- Membicarakan standar pembayaran lintas batas negara dan prinsip-prinsip pengembangan CBDC.
- Membicarakan risiko iklim dan risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon dan keuangan berkelanjutan.
- Memanfaatkan open banking untuk mendorong produktivitas dan mendukung ekonomi dan keuangan inklusif untuk wanita, pemuda, dan UMKM, termasuk aspek lintas batas.
- Membicarakan perpajakan internasional.