Jumat (22/3/2019) sekitar pukul 15.00 WIB, saya bersama dengan beberapa teman lainnya tiba di tempat bersejarah yang terletak di daerah Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Tempat bersejarah tersebut lebih dikenal dengan nama 'Rumah Pengasingan Soekarno-Hatta'.
Perjalanan menuju daerah Rengasdengklok memakan waktu kurang lebih sekitar dua jam jika menggunakan mobil. Menurut sang sopir, daerah Rengasdengklok ini adalah daerah yang masih belum berkembang, lebih tepatnya daerah ini masih sama seperti daerah di perdesaan. Saya setuju karena dalam perjalanan menuju rumah sejarah tersebut saya menemukan banyak lahan-lahan persawahan yang cukup luas. Selain itu, daerah Rengasdengklok pun juga sangat asri karena memiliki banyak sekali tumbuhan-tumbuhan hijau.
Di sekitar Rumah Pengasingan Soekarno-Hatta terdapat beberapa tempat bersejarah lainnya, seperti, alun-alun Rengasdengklok, tugu proklamasi, serta beberapa lukisan-lukisan tentang perjuangan Bangsa Indonesia. Hal-hal tersebut sebenarnya sangat patut untuk kita hargai, karena tempat-tempat tersebut menunjukkan kepada rakyat Indonesia bahwa perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang itu perlu usaha keras. Tempat-tempat tersebut juga harus kita apresiasi karena merupakan bukti sejarah bagaimana Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Rumah Pengasingan Soekarno-Hatta terletak di gang yang cukup kecil. Di sekitar rumah tersebut terlihat lahan yang sangat luas dan beberapa rumah masyarakat lainnya. Ada beberapa warga yang sedang menikmati harinya di warung sebelah rumah itu. Rumah tersebut juga dikelilingi oleh pohon-pohon hijau yang besar sehingga membuat rumah itu terlihat sederhana dan terasa sejuk.
Rumah tersebut dimiliki oleh Tuan Djiauw Kie Siong. Beliau adalah seorang petani keturunan etnis Tionghoa yang tinggal di pinggir Sungai Citarum, daerah Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Nama Djiauw Kie Siong memang hampir tidak pernah disebutkan dalam buku-buku sejarah, hal itu dikarenakan beliau memang tidak memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan. Tetapi, jika beliau tidak mengizinkan rumahnya untuk digunakan sebagai tempat penyusunan teks proklamasi, maka kemungkinan besar kemerdekaan Indonesia akan tertunda. Sehingga, kita seharusnya lebih menghargai perannya tersebut.
Persitiwa Rengasdengklok ini termasuk dalam salah satu momen yang sangat bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Mengapa peristiwa ini sangat bersejarah? Karena Peristiwa Rengasdengklok merupakan awal dimana Bangsa Indonesia dapat mencapai puncak kejayaannya.
Kalian pasti penasaran akan bagaimana peristiwa itu terjadi bukan?
Jadi, pada tanggal 16 Agustus 1945, tepat pukul 03:00 WIB, terjadi penculikan terhadap Soekarno dan Hatta yang dilakukan oleh para pemuda-pemuda Indonesia antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31". Peristiwa Rengasdengklok ini terjadi atas dasar adanya perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua tentang masalah kapan dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sehingga, golongan muda membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok dengan tujuan untuk mengamankan keduanya dari intervensi pihak luar yaitu Jepang.
Daerah Rengasdengklok yang adalah rumah dari Tuan Djiauw Kie Siong, dipilih karena menurut perhitungan militer, tempat tersebut jauh dari jalan raya Jakarta-Cirebon. Lokasinya yang jauh dari Jakarta membuat Rengasdengklok menjadi tempat yang aman untuk menyusun rencana kemerdekaan. Juga, karena rumahnya dikelilingi oleh pohon-pohon besar sehingga mempermudah mereka untuk menutupi jejak sang proklamator dari para penjajah Jepang.
Soekarno-Hatta berada di Rengasdengklok selama satu hari penuh. Peristiwa penculikan ini adalah usaha dan rencana dari para pemuda Indonesia untuk menekan kedua pemimpin bangsa Indonesia itu agar cepat-cepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Karena golongan muda tidak ingin ada campur tangan dari tentara Jepang. Dalam peristiwa Rengasdengklok tersebut tampaknya kedua pemimpin itu mempunyai wibawa yang besar sehingga para pemuda merasa segan untuk mendekatinya, apalagi melakukan penekanan. Namun, melalui pembicaraan antara Shodanco Singgih dengan Soekarno, Soekarno menyatakan bahwa beliau bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke Jakarta.