Pandemi Covid-19 membuat semua orang harus beradaptasi dengan berbagai keadaan baru, yang bahkan seharusnya terjadi di masa depan, seperti adanya penggunaan teknologi secara tiba -- tiba misalnya pada pelaksanaan kelas pendidikan jarak jauh secara daring dan kegiatan jual beli secara daring.
Kemudian, terdapat juga dampak yang cukup dirasakan yaitu dalam hal pendapatan secara ekonomi yang angkaya kian menurun, hingga pelaksanaan kegiatan politik yang harus mengalami perubahan karena adanya kewajiban dalam menjaga protokol kesehatan dalam pelaksanaan kegiatannya, misalnya ketika Pilkada serentak yang berlangsung beberapa waktu lalu.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam pers APBN KiTa di Jakarta menyatakan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia bertambah sebanyak 2,67 juta orang akibat adanya pandemi Covid-19. Hal ini kemudian menyebabkan adanya penurunan kesejahteraan masyarakat sebesar 10,69 persen di luar bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah.
Banyak sekali lapangan kerja yang terpaksa tutup karena tidak ada cukup pemasukan untuk kelangsungan usahanya, sehingga usaha -- usaha kecil semakin banyak bermunculan supaya masyarakat tetap bisa bertahan hidup di tengah pandemi ini.
Di Yogyakarta, para pelaku usaha yang semua melakukan isolasi mandiri untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19 mulai kembali membuka usahanya karena kebutuhan secara ekonomi yang semakin mendesak.
Hingga Bulan Desember 2020, Satpol PP Kota Yogyakarta telah mengunjungi hingga 1.965 pelaku usaha di Yogyakarta untuk melakukan pemantauan pelaksanaan protokol kesehatan melalui program Sapa Protokol Kesehatan, apakah sudah dilakukan atau justru diabaikan.
Keadaan pandemi memang mengharuskan masyarakat tetap melakukan protokol kesehatan yang cukup ketat, mengingat angka penderita Covid-19 yang semakin meningkat setiap harinya. Namun, keadaan ekonomi masyarakat yang semakin menurun juga memunculkan kesulitan bagi pelaku usaha, terutama di Yogyakarta yang mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan yang juga datang dari masyarakat lokal maupun luar daerah yang datang.
Mereka tidak bisa terus menerus diam di rumah dan tidak mendapatkan pemasukan sama sekali, namun di sisi lain terdapat juga upaya pemerintah dalam mengatur upaya pemutusan rantai penyebaran virus Covid-19 melalui aturan -- aturan seperti protokol kesehatan yang harus dilaksanakan jika ingin tetap melaksanakan kegiatan, termasuk kegiatan usaha dan perekonomian.
Dari keadaan tersebut, kita bisa melihat bahwa di antara masyarakat sebagai pelaku usaha dan pemerintah terdapat suatu perbedaan persepsi dan tujuan. Pelaku usaha berusaha untuk mencapai pemenuhan kebutuhannya sehari -- hari, sedangkan pemerintah berusaha untuk merangkul masyarakat supaya bisa bersama -- sama memutus rantai penyebaran virus Covid-19.
Dalam komunikasi antarbudaya, perbedaan semacam ini termasuk dalam sebuah jenis pola relasional, yakni konflik. Ting Toomy (2003) mendefinisikan konflik sebagai persepsi atau ketidakcocokan suatu harapan, proses, dan hasil yang sebenarnya, antara dua pihak atau lebih, baik itu dalam sebuah organisasi maupun budaya. Konflik bermula dari ketidakcocokan tujuan yang diinginkan, atau yang diharapkan tak searah hingga muncul perbedaan yang dapat menyebabkan konflik.
Memahami adanya hubungan dan sebuah konflik yang terjadi sangatlah berguna dalam proses keterlibatan setiap manusia, dalam hal ini berarti hubungan antara pihak pelaku usaha dan pemerintah. Kita dapat bekerjasama di dalam hubungan yang terjalin, supaya dapat saling menyadari secara sosial di dalam lingkaran hubungan, terutama dalam lingkup perekonomian dan pemerintahan di Kota Yogyakarta.