PENDAHULUAN
Institusi pendidikan terutamanya sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam hal tempat sosialisasi anak, transmisi budaya, sebagai pengantar kumpulan sosial, memperkenalkan anak dengan tokoh-tokoh yang dijadikan teladan, menggunakan dan membelajarkan tindakan yang positif dan negatif untuk siswa mengikuti kelakuan yang layak dalam bimbingan sosial. Indonesia merupakan salah satu negara multikultural, memiliki masyarakat yang beragam, mulai dari budaya, bahasa, agama, etnis dan sebagainya. Pada akhir-akhir ini banyak berbagai permasalahan yang muncul ditengah kehidupan masyarakat, seperti permasalahan agama yang dimulai dari perbedaan agama sampai agama yang sama, permasalahan kebijakan pemerintah, permasalahan partai politik, perbedaan suku. Berkurangnya pemerataan kesejahteraan dan perhatian pemerintah terhadap masyarakatnya sehingga ada Daerah yang berkeinginan untuk melepaskan diri dari kesatuan NKRI khususnya wilayah diperbatasan. Permasalahan lain pada bidang pendidikan, banyak permasalahan kenakalan remaja, pembunuhan, pelecehan seksual atau pemerkosaan yang pelaku masih dibawah umur kini semakin meningkat. Berbagai permasalahan diatas merupakan tantangan untuk ditingkatkannya pendidikan di Negeri ini, karena memberikan pengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, agama, budaya masyarakat. Sehingga pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mempunyai peranan yang sangat penting dalam hubungannya dengan multikultural di Indonesia.Dalam proses kegiatan belajar mengajar, guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran akan tetapi juga harus berupaya agar materi pelajaran yang diberikan dapat benar-benar dipahami dan dimengerti oleh siswa. Hal ini penting agar nilai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut dapat membawa siswa untuk diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat. Denganhal ini maka proses pembelajaran dapat lebih bermakna. Adanya keragaman budaya ini akan berpengaruh pada tingkah laku, sikap, pola pikir manusia sehingga manusia tersebut memiliki cara (usage), kebiasaan (folkways), aturan (mores), dan adat-istiadat (custom) yang berbeda satu dengan yang lainnya. Adanya pendidikan multikultur ini diharapkan mampu menghasilkan kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial. Hal ini karena secara teknis dan teknologi, masyarakat Indonesia telah mampu untuk tinggal bersama di tengah kemajemukannya. Akan tetapi masih menjadi suatu beberapa permasalahan ketika perbedaan itu menyangkut suatu spiritualnya yang relatif dalam perbedaan agama, etnisitas, dan kelas sosial. Pembelajaran multikultural ini dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS, dimana kajiannya sangat berkaitan erat dengan kebudayaan, lingkungan, dan kehidupan masyarakat. Hal terpenting dalam pendidikan multikultural adalah seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara professional mengajar mata pelajaran yang diajarkannya, lebih dari itu seorang guru harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokratis, humanism, dan pluralism. Pendidikan multikultural merupakan suatu proses penanaman suatu carahidup yang menghormati, tulus, dan toleran terhadap keberagaman budaya yang ada di tengah kehidupan masyarakat. Penulis mengambil suatu kajian pustaka tentang peran pendidikan ips dalam pendidikan multicultural di Indonesia. Tujuanna untuk melihat bagaimana secara substansial dan keterkaitan pembelajaran IPS dalam menunjang pendidikan multikultur di Indonesia yang memang sudah ada dalam kondisi yang beragam.
PEMBAHASAN
Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah penurunan signifikan dalam jumlah kasus konflik sosial setelah penerapan prinsip-prinsip akhlak. Data yang dikumpulkan dari berbagai komunitas multikultural menunjukkan bahwa nilai keadilan, yang menekankan perlakuan yang adil dan setara bagi semua kelompok, mengurangi jumlah kasus konflik sebesar 40%. Ini menunjukkan bahwa ketika masyarakat merasa diperlakukan dengan adil, ketegangan sosial dapat diminimalkan. Keadilan dalam distribusi sumber daya, hak, dan peluang adalah elemen kunci dalam membangun hubungan yang harmonis antar kelompok yang berbeda. Nilai empati juga menunjukkan dampak positif yang besar dalam mengurangi konflik sosial. Data menunjukkan penurunan sebesar 46% dalam jumlah kasus konflik setelah nilai empati diterapkan dalam interaksi antarkelompok. Empati memungkinkan individu untuk memahami dan merasakan pengalaman serta perspektif pihak lain, yang penting dalam mencegah salah pengertian dan mempromosikan dialog yang konstruktif. Ketika anggota masyarakat mampu menempatkan diri mereka dalam posisi orang lain, mereka lebih cenderung mencari solusi damai daripada memperburuk konflik. Toleransi sebagai nilai akhlak juga memiliki peran penting dalam meredakan konflik sosial. Dengan penerapan toleransi, jumlah kasus konflik dalam komunitas multikultural berkurang sebesar 45.8%. Toleransi mengajarkan masyarakat untuk menerima dan menghargai perbedaan budaya, agama, dan pandangan hidup tanpa menghakimi atau memaksakan pandangan mereka sendiri. Ini sangat penting dalam masyarakat multikultural, di mana perbedaan adalah norma dan bukan pengecualian. Dengan menumbuhkan sikap toleransi, ketegangan yang disebabkan oleh perbedaan identitas dapat diredakan, menciptakan kohesi sosial yang lebih kuat. Nilai tanggung jawab sosial juga terbukti efektif dalam mengurangi konflik, dengan penurunan kasus konflik sebesar 45.5%. Tanggung jawab sosial mendorong individu dan kelompok untuk mengambil peran aktif dalam menjaga kedamaian dan harmoni dalam masyarakat. Ketika setiap anggota masyarakat merasa bertanggung jawab untuk menjaga hubungan yang baik dengan orang lain, mereka lebih cenderung untuk terlibat dalam tindakan yang mendukung perdamaian dan menghindari perilaku yang dapat memicu konflik. keseluruhan, data menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai akhlak memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengurangi jumlah kasus konflik sosial dalam masyarakat multikultural. Data ini menunjukkan tren penurunan yang jelas jumlah konflik setelah nilai-nilai ini diterapkan, memperkuat argumen bahwa filsafat akhlak adalah pendekatan yang efektif dalam manajemen konflik. Penurunan ini mencerminkan efektivitas dari penerapan prinsip-prinsip akhlak dalam menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan kooperatif. Contoh penerapan nilai-nilai akhlak dalam resolusi konflik juga ditemukan dalam berbagai studi kasus. Misalnya, gerakan non-kekerasan yang dipimpin oleh Mahatma Gandhi di India menggunakan prinsip ahimsa (tanpa kekerasan) sebagai dasar akhlak untuk melawan penindasan. Pendekatan ini berhasil dalam mencapai kemerdekaan India tanpa perlu mengandalkan kekerasan, menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip moral dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang damai dan bermartabat. Studi kasus lainnya, seperti proses rekonsiliasi di Afrika Selatan pascaapartheid, menunjukkan bagaimana nilai-nilai akhlak seperti pengampunan dan keadilan restoratif dapat membantu mengatasi luka sosial yang mendalam dan menghindari konflik yang lebih besar. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Truth and Reconciliation Commission) memainkan peran penting dalam meredakan ketegangan dengan mendorong pengakuan kesalahan dan pengampunan, yang pada akhirnya membantu membangun dasar untuk perdamaian yang berkelanjutan.Berdasarkan temuan-temuan ini, jelas bahwa filsafat akhlak tidak hanya relevan tetapi juga sangat penting dalam proses resolusi konflik, terutama dalam konteks masyarakat multikultural yang kompleks. Dengan menerapkan nilai-nilai seperti keadilan, empati, toleransi, dan tanggung jawab sosial, masyarakat dapat mengurangi potensi konflik dan menciptakan lingkungan yang lebih damai dan harmonis. Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa pendekatan filosofis dalam manajemen konflik dapat membawa dampak positif yang nyata dalam meredakan ketegangan sosial dan mempromosikan perdamaian yang berkelanjutan. Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang Istilah multikultural sering digunakan untuk menggambarkan tentang kondisi masyarakat yang terdiri dari keberagaman agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda. (KBBI, 2008) Istilah Multikulturalisme juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnik masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Jika di Indonesia biasanya ditambah dengan adanya perbedaan agama, yang merupakan etnitas sosial dan budaya yang sering melampaui batas-batas kelas, gender dan ideologi politik. (Nurdin 2019) Akar kata Multikulturalime sendiri adalah kebudayaan, secara etimologis Multikulturalismedibentuk dari kata Multi (banyak). Kultur (budaya) dan isme (paham, aliran)/ secara hakiki dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup di komunitas dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.(Mahdfud 2006) Menurut Lawrence A. Blum, multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. (Nurdin 2019) Multikulturalisme menurut Azyumardi Azra, pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Dapat pula dipahami bahwa multikulturalisme sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik. (Azyumardi Azra 2007) Barbara Houston menjelaskan, bahwa multikulturalisme mengupayakan adanya kesadaran bersama untuk berbagi nilai (shared values) dan berbagi indentitas (shared identity). Dalam masyarakat plural, kesadaran kolektif untuk rela berbagi nilai di tengah perbedaan akan mampu mendorong munculnya kesepakatan norma dasar sebagai landasan sikap yang menjadi keputusan bersama. Pengakuan perbedaan tersebut dapat mengantarkan kita pada suatu kemampuan membangun kesadaran komunalitas. Sedangkan sikap berbagi identitas merupakan upaya dalam melapangkan proses pencairan identitas untuk mencapai status kewarganegaraan yang sederajat secara sosial dan setara secara politik. Kewarganegaraan tidak saja status hukum yang diartikan sebagai hak-hak dan tanggungjawab namun juga sebagai identitas yang merupakan ekspresi pengakuan sebagai anggota dalam komunitas politik. (Houston, n.d.)Liata, Nofal, and Khairil Fazal. "Multikultural dalam perspektif sosiologis." Abrahamic Religions 1.2 (2021): 188-201. Tujuan pendidikan Multikultural salah satunya adalah upaya untuk menanamkan perbedaan yang ada pada sesama manusia sebagai suatu kondisi yang alamiah, dapat menumbuhkan sifat sadar tentang keanekaragaman, tentang kesetaraan, kemanusiaan, keadilan, menanamkan nilai-nilai demokrasi yang saat ini sangat diperlukan berkaitan dengan beragam permasalahan sosial. Selain itu untuk menumbuhkan paradigma baru di masa mendatang yang mengakui perbedaan dan meningkatkan rasa nasionalisme demi negara kesatuan republik Indonesia. Berbagai hal tersebut telah diterapkan dalam dunia pembelajaran IPS, dari tingkat sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Hasil lainnya adalah sebagai contoh yang dapat dilihat saat ini, banyak organisasi tentangkemanusia yang pada dasar tujuannya untuk membantu sesama baik dibidang pengabdian kependidikan mauppun misi kemanusiaan pada bidang kesehatan.Gagasan pendidikan multukultural bertujuan untuk merespon hal yang ditimbulkan adanya arus globalisasi yang semakin berkembang saat ini, berbagai permasalahan konflik budaya, konflik agama, konflik sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk, sebagian besar konfik tersebut sering terjadi karena adanya perbedaan latarbelakang budaya, agama, etnis, ras dan sebagainya. Perkembangan waktu di masa yang akan datang seharusnya dalam dunia pendidikan saat ini sudah mulai dikembangkan pendidikan yang dapat menempatkan pendidikan sendiri tidak hanya sebagai media transformasi.Maka pendidikan multikultural yang dijalankan di Indonesia harus sesuai dengan perkembangan demokrasi yang ada saat ini seiring adanya kebijakan desentralisasi otonomi daerah. Pendidikan multikultural yang dibentuk mulai dari kurikulum, materi ajar, sampai metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas dan beda halnya dengan perguruan tinggi dan tetap mengacu pada peraturan undang-undang Pemeintah. Peran Pendidikan IPS dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia.Pada setiap Negara berbeda-beda kebijakan dalam mengembangkan pendidikan multikultural, hal tersebut berkaitan sesuai tidaknya pendidikan dengan permasalahan yang ada di Negara yang bersangkutan.
- Pendekatan Pendidikan Multikultural
Untuk mendesain pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang kompleks dan penuh antar kelompok, budaya, suku dan lain sebagainya ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural (Mahfud:2009) yaitu: Pertama, tidak menyamakan pandangan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling), atau pendidikan multikultural dengan program program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi keliru bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka: Tapi justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran di sekolah. Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan kelompok etnik, artinya tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini secara tradisional para pendidik lebih mengasosiasikan kebudayaan dengan kelompok yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain terlibat dalam satu kegiatan. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun pendidikan multikultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotipe menurut identitas etik mereka: sebaliknyamereka akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar, mengenai kesamaan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.Karena pengembangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orangorang yang sudah memiliki kompetensi maka dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik anti thesis terhadap tujuan Pendidikan multikultural mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralism budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.Keempat, Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara proporsional. Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan (formal, maupun non formal) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam kebudayaan. Kesadaran akan seperti ini akan menjauhkan kita konsep-konsep tri budaya atau dikotomi antara pribumi dan non pribumi. Pendidikan karakter yang di integrasikan dalam pembelajaran pendidikan kultural dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi murid murid karena mereka memahami, menginternalisasi, dan mengaktualisasikannya melalui proses pembelajaran. Dengan demikian nilai nilai tersebut dapat terserap secara alami lewat kegiatan sehari hari. Apabila nilai nilai tersebut juga dikembangkan melalui kultur sekolah maka kemungkinan besar untuk membentuk karakter lebih efektif. Salah satu tujuan belajar pendidikan multikultural ialah untuk mempelajari keberagaman budaya Indonesia sehingga siswa memahami dan menghormati perbedaan suku dan budaya Indonesia.
- Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method and approaches) yang beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:
- Metode Kontribusi
Dalam penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar didalam pelajaran atau pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa ini.Namun perhatian yang sedikit juga diberikan kepada kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan sesudah event atau signifikan budaya dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi secara mendalam.Namun metode ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek inti.
- Metode Pengayaan
Materi pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam kurikulum tanpa harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan lain-lain. Metode ini juga menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni materi yang dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwanyang mainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang dominan.
- Metode transformative
Metode ini secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya.Metode ini memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide. Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama tertentu.Misalnya, membahas konsep "makanan halal" dari agama atau kebudayaan tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat.Metodeini menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis dasarnya.
- Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial
Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial.Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.Metode ini memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika ketertindasan tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban berpolitik.Pendekatan-pendekatan yang mungkin bisa dilakukan di dalam