Lihat ke Halaman Asli

Romeo Saru

ASN / Gemar literasi/ Kota Sorong Papua Barat Daya /

Kemenangan Trump Sebuah Sinyal Kuat bagi Populisme Global?

Diperbarui: 9 November 2024   04:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemenangan Trump: Sebuah Sinyal Kuat bagi Populisme Global?

Kemenangan Donald Trump dalam Pemilu Amerika Serikat kembali menimbulkan pertanyaan besar tentang arah politik global. Dengan slogan-slogan populis yang menggema di seluruh dunia, banyak yang melihat hasil ini sebagai bukti semakin kuatnya arus populisme di panggung internasional. Apakah kemenangan Trump kali ini hanya fenomena politik Amerika, ataukah merupakan sinyal bagi tren yang lebih besar yang sedang berkembang di berbagai negara?

Trump, sejak pertama kali mencalonkan diri pada 2016, telah berhasil menarik perhatian banyak kalangan dengan pendekatan politik yang tidak konvensional. Ia berjanji untuk "mengembalikan kejayaan" Amerika dengan kebijakan nasionalis, menentang imigrasi, dan memanfaatkan ketidakpuasan kelas pekerja. Dengan meraih kemenangan, Trump membuktikan bahwa retorika populis, yang mengutamakan suara rakyat di luar elit politik, masih memiliki daya tarik yang kuat.

Namun, kemenangan ini tidak hanya berdampak pada politik domestik Amerika Serikat. Lebih jauh, ini menjadi sinyal bagi kebangkitan gerakan populis di banyak negara. Dari Eropa hingga Asia, kita telah melihat pemimpin-pemimpin dengan gaya politik serupa, seperti Viktor Orbn di Hungaria, Jair Bolsonaro di Brasil, dan bahkan yang lebih dekat seperti Rodrigo Duterte di Filipina. Mereka semua berbicara dengan bahasa yang sangat mirip dengan Trump: menantang elit, mengkritik media, dan mengutuk kebijakan imigrasi.

Namun, apakah ini berarti populisme akan terus mendominasi di masa depan? Tidak serta-merta. Meskipun Trump mendapatkan dukungan luas dari kalangan tertentu, terdapat pula kekhawatiran yang semakin berkembang terkait dampak negatif dari populisme, seperti polarisasi yang lebih tajam dalam masyarakat, serta potensi untuk merusak institusi demokrasi. Banyak yang khawatir bahwa pemerintahan yang berbasis populisme dapat mengabaikan proses-proses demokratis yang lebih substansial demi mengejar agenda politik jangka pendek yang lebih bersifat demagogis.

Lebih dari itu, kemenangan Trump memperlihatkan ketegangan antara identitas nasional dan globalisasi yang semakin tak terelakkan. Ketika banyak negara sedang menghadapi dampak negatif dari globalisasi---baik dalam bentuk ketimpangan ekonomi, ketidakadilan sosial, atau ancaman terhadap identitas budaya---populisme muncul sebagai jawaban bagi mereka yang merasa terpinggirkan.

Namun, kita tidak boleh melupakan kenyataan bahwa populisme juga memiliki sisi gelap. Kemenangan Trump bisa memicu meningkatnya polarisasi dan ketegangan sosial yang dapat mengancam stabilitas politik. Di tengah krisis iklim, ketidakpastian ekonomi global, dan ketegangan geopolitik, masyarakat dunia harus berhati-hati agar populisme tidak berubah menjadi senjata untuk merusak persatuan dan kedamaian.

Di akhir hari, kemenangan Trump bisa jadi merupakan titik balik dalam sejarah politik dunia, menandakan bahwa populisme---baik yang baik maupun yang buruk---akan terus mewarnai masa depan politik global. Saat kita menyaksikan berbagai pemilu di berbagai belahan dunia, kita perlu mengingat bahwa suara rakyat memang penting, tetapi bagaimana suara itu didengar dan diproses sangat menentukan arah politik dunia yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline