Lihat ke Halaman Asli

Romeo Saru

ASN / Gemar literasi/ Kota Sorong Papua Barat Daya /

Genosida dan Maraknya Penjualan Minuman Keras di Tanah Papua: Isu Kemanusiaan yang Terabaikan

Diperbarui: 19 Oktober 2024   15:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: VOA indonesia

Pendahuluan

Papua, salah satu provinsi paling kaya akan sumber daya alam di Indonesia, telah lama menjadi pusat perhatian terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan eksploitasi ekonomi. Di balik keindahan alamnya, Papua menyimpan kisah kelam tentang dugaan genosida dan penyebaran minuman keras (miras) yang kian merajalela, mengancam masa depan generasi mudanya. Isu ini bukan hanya sekadar masalah internal daerah, tetapi juga memerlukan perhatian serius dari pemerintah pusat dan dunia internasional.

Artikel ini akan membahas dua permasalahan utama yang menimpa Papua: dugaan genosida terhadap masyarakat asli Papua dan maraknya penjualan minuman keras yang memperparah situasi sosial-ekonomi di wilayah tersebut.

Genosida di Tanah Papua: Kekerasan yang Sistematis?

Istilah genosida mengacu pada upaya sistematis untuk menghancurkan, baik secara keseluruhan maupun sebagian, suatu kelompok etnis, ras, atau agama. Di Papua, sejak integrasi politik dengan Indonesia pada tahun 1969 melalui Act of Free Choice yang kontroversial, ada tuduhan dari berbagai organisasi internasional dan lokal bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai genosida terhadap masyarakat asli Papua.

1. Tindakan kekerasan militer: Sejak integrasi Papua ke dalam Indonesia, operasi militer yang melibatkan kekerasan secara terus menerus dilaporkan terjadi di berbagai wilayah. Penangkapan sewenang-wenang, penghilangan paksa, dan pembunuhan yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan sering kali menyasar masyarakat asli Papua, yang dianggap mendukung gerakan separatis atau berlawanan dengan kebijakan pemerintah pusat. Operasi militer ini, yang disebut dengan "penertiban", di beberapa laporan dianggap sebagai bentuk penindasan yang sistematis terhadap identitas dan keberadaan masyarakat asli Papua.

2. Marginalisasi dan penguasaan sumber daya: Kebijakan ekonomi yang cenderung menguntungkan para pendatang dari luar Papua dan perusahaan besar asing telah mengakibatkan marjinalisasi masyarakat asli. Pengambilalihan lahan, eksploitasi tambang, dan perusakan lingkungan yang dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak adat Papua menambah derita masyarakat asli, yang semakin terdesak dari tanah leluhur mereka. Hal ini memperkuat narasi bahwa masyarakat Papua dihadapkan pada upaya pelumpuhan secara sistematis melalui peminggiran sosial dan ekonomi.

3. Rendahnya akses terhadap layanan publik: Masyarakat asli Papua kerap dihadapkan pada minimnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar lainnya. Akibatnya, tingkat kematian bayi, malnutrisi, dan kemiskinan di Papua jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Situasi ini dianggap sebagai kelalaian yang disengaja, yang memperkuat argumen bahwa ada upaya sistematis untuk menghancurkan kehidupan masyarakat asli Papua.

Maraknya Penjualan Miras: Meningkatkan Kekacauan Sosial

Selain dugaan genosida, maraknya penjualan minuman keras (miras) di Papua semakin memperparah situasi sosial dan kesehatan masyarakat setempat. Miras yang beredar luas, baik melalui jalur legal maupun ilegal, telah memberikan dampak destruktif, khususnya pada generasi muda Papua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline