Lihat ke Halaman Asli

Mendekat-Merapat di Kompasiana, Berbahaya? (2)

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpikir, merenung, lalu menulis. Setelah itu merilisnya di kompasiana. Isinya apa saja. Tergantung ide yang muncul di kepala. Suka-suka penulisnya. Mau ikut rasa yang sedang dialami? Tidak apa-apa. Mau curhat pengalaman sendiri atau orang lain? Terserah. Hendak berfiksi ria? Itu hak masing-masing penulis. Pokoknya “jadi apa mau Anda” saja.

Apakah itu berarti “suka-suka gue”? Tidak juga. Soal kepantasan tetap perlu dihiraukan. Sebab kita tinggal menetap di lingkungan yang menghidupkan tata kepatutan. Bukan suka-suka liar. Tidak ada laku tanpa adab. Tetap ada aturannya. Masing-masing kita tentu tau, seperti apa kepatutan itu. Kalau tak tau, rasa manusiawi Anda patut dipertanyakan.

Lemparan tulisan yang dipublikasikan menjadi makanan pembaca kompasiana yang lain. Lantas, muncul komunikasi. Sahut-sahutan. Saling kritik. Wawasan diperkaya. Pengetahuan diperbanyak. Ini menjadi medan belajar untuk menjadi dan semakin menjadi lebih baik dalam menulis, berpikir, dan bertindak. Yang paling mengesankan adalah “para pelaku kompasiana” akhirnya bisa mengenal satu sama lain.

Pengenalan itu bisa asal kena saja, tau sepintas lalu, atau saling sapanya intensif, atau sesekali saja. Asal tempat tinggal pun beragam, berada di mana saja. Melintasi batas negara. Kompasiana pun bisa dibilang media sosial yang mendunia. Ini yang menarik. Orang-orang yang tinggalnya berjauhan serasa dekat. Bertutur sapa seolah bersua muka. Betapa tidak, melalui serat optik, wicara yang hadir dalam kata-kata bersahut-sahutan dengan kecepatan muncul di layar sepersekian detik.

Saya jadi ingat teorinya David Harvey. Seorang teoritikus sosial yang ikut membahas masalah modernitas. Kalau ikut cara berpikir beliau, interaksi yang terjadi di kompasiana di atas menjadi bentuk dari fakta perapatan ruang-waktu (time and space compression). Penulis-penulis kompasiana saling merapat dan mendekat. Tidak harus bertemu muka langsung untuk berinteraksi. Tanpa harus menunggu waktu lama untuk bertukar kata. Semuanya bisa serba cepat dan singkat.

Hanya saja, interaksi merapa-mendekat itu lebih banyak cuma berlangsung dalam tataran maya. “Dunia Maya”, begitu tuturan gaulnya. Lalu, apakah ini berbahaya? Apakah ini justru menjadi bentuk keterasingan dari dunia nyata? Betulkan ini memunculkan kesepian diri? Benarkah interaksi maya ini cuma menghadirkan kesenangan dan kebahagiaan sesaat yang muncul sepintas lalu?

Bersambung........

Tulisan terkait sebelumnya:

Berkompasiana: Melihat Fenomena dari Berbagai Sudut Pandang (1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline