Lihat ke Halaman Asli

Halo! Masih Ada Etika dan Pasal 263 Lho..

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Nama peserta yang sudah tertera pada surat pemanggilan tidak bisa digantikan”

Kita sering menerima undangan mengikuti  Diklat  dan mencantumkan kalimat diatas. Namun dalam prakteknya sering terjadi pergantian nama atau tepatnya orang lain yang mengikuti  diklat tersebut dengan berbagai alasan.  Penyelenggara Diklat sudah berusaha menjaring atau menyeleksi sesuai dengan kriteria yang mereka tentukan  (bisa berdasarkan prestasi, kepedulian/partisipasi), sehingga mereka melayangkan undangan ke peserta dan mencantumkan “Nama peserta yang sudah tertera pada surat pemanggilan tidak bisa digantikan”.

Jika pergantian tanpa sepengetahuan dan persetujuan yang tertera diundangan, sudah bisa dituntut karena melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP.

Pasal 263

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan, seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.


Jika pergantian tanpa sepengetahuan dan persetujuan yang tertera diundangan, secara Etika juga sudah menyalahi. Apa tidak malu, orang lain yang diundang kok kita yang nonggol...he..he..

Lain lagi ceritanya, kalo orang yang bersangkutan memberi limpahan/persetujuan untuk digantikan orang lain, itu masih pantas, dan secara hukum dilengkapi dengan surat kuasa.

Disini saya menghimbau agar kita selalu menjunjung Etika dan kesadaran bahwa mengambil hak orang lain itu tidak terhormat.  Apalagi kita yang berprofesi sebagai Pendidik.

Karena tindakan kita akan menjadi tauladan bagi generasi penerus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline