Lihat ke Halaman Asli

Taksi Online vs Taksi Konvensional: Taksi Online Tetap Unggul Walau Bayar Pajak

Diperbarui: 20 Maret 2016   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menarik juga mencermati situasi yang berkembang beberapa hari ini tentang Demo Taxi Konvensional kepada Taxi Online (Aplikasi). Taxi online menerapkan tarif yang murah sehingga menggerus pendapatan Taxi konvensional. Taxi konvensional mengklaim bahwa Taxi Online beroperasi secara illegal, tidak membayar pajak dan tidak berbadan hukum. Intinya, beroperasi tidak memenuhi undang2 yang berkaitan dengan transportasi umum. Sedangkan taxi konvensional beroperasi sesuai undang2 yang berlaku. Sopirnya membayar pajak penghasilan seperti pajak yang dibayar oleh pegawainya (sopir).

Perusahaannya membayar PPN dan Pajak Penghasilan (pajak dari Laba). Taxi konvensional harus dikir secara berkala untuk mendapatkan izin laik jalan (beroperasi). Taxi Online tidak dikir. Pajak yang dibayar oleh Taxi Konvensional dan kendaraan yang dikir merupakan biaya yang harus dibayar, sedangkan biaya2 ini tidak dibebankan kepada Taxi Online. Dari sisi kepemilikan, Taxi konvensional adalah perusahaan berbadan hukum (PT. CV) yang sahamnya dimiliki oleh beberapa individu dimana untung ruginya dinikmati/ditanggung pemegang sahamnya.

Jumlah armada yang dimilikinya relative banyak. Sebaliknya, Taxi Online dimiliki oleh banyak individu dengan armada masing2 individu cukup satu unit.Dari sisi kepemilikan dan jumlah armada dapat disimpulkan bahwa risiko Taxi Konvensional relative besar dan terpusat kepada beberapa individu (pemegang saham) sedangkan risiko Taxi Online terbagi kepada banyak individu sehingga risikonya relative kecil. Ditinjau dari sisi pembiayaan, Taxi Konvensional dengan armada relative banyak sangat kecil kemungkinan seluruhnya dibiayai dengan dana pemegang saham sehingga sebagian besar Taxi Konvensional dibiayai dengan Kredit Bank atau dari Perusahaan Pembiayaan (Multi Finance). Dari sifat pembiayaan ini, terlihat bahwa penurunan pendapatan Taxi Konvensional akan sangat berpengaruh kepada kelancaran pembayaran hutang pokok dan bunga kepada Bank atau Multi Finance. Bisa-bisa perusahaan Taxi Konvensional akan terjerat Kredit Macet dan yang paling buruk bisa dilikuidasi (dijual) oleh Bank atau Multi Finance.

Pembiayaan Taxi Online sangat mungkin dibiayai dengan dana pemilik sehingga tidak ada kewajiban membayar hutang pokok dan bunga.Bisa jadi, Taxi Online berasal dari armada yang menganggur. Dari pada mobil parkir di rumah, lebih baik dijadikan Taxi Online. Dapat duit syukur alhamdulillah. Tidak dapat duit juga nggak apa2. Dari sisi penumpang. Bagi penumpang, untuk mendapatkan Taxi Online cukup mengklik aplikasi sambil tidur2an dan Taxi datang dalam jangka waktu relatip cepat. Membayarnya dengan cara Debet Rekening atau Kartu Kredit dengan tarif yang lebih murah dan pasti. Tidak dipengaruhi oleh kondisi jalan, mau macet ataupun Taxi berputar-putar tidak jadi masalah. Penumpang tidak perlu mempelototi argo dalam perjalanan.Armada Taxi Online bermacam-macam jenis. Mulai dari mobil sekelas Avanza sampai mobil mewah sekelas Fortuner.

Penumpang serasa naik mobil dengan sopir pribadi. Gengsi jadi naik. Taxi Konvensional sulit mendapatkannya. Walaupun bisa dipesan via tilpon, tapi datangnya nggak karuan membuat pemesan jadi stress. Biayanya nggak bisa ditebak karena tergantung kondisi jalan dan rute yang dilalui oleh sopir. Kalau macet dan rutenya putar-putar argonya jadi naik. Jadi, penumpang harus ikut aktif memandu sopir untuk menetapkan rute perjalanan agar tarifnya tidak melonjak-lonjak.Dari uraian di atas, dengan kondisi yang berlaku saat ini, Taxi Online mempunyai seluruh keunggulan sehingga Taxi Konvensional tidak akan mampu bersaing dengan Taxi Online. Model bisnis. Taxi Online dimiliki oleh gabungan individu yang mendaftar pada pemilik Aplikasi yang diatur secara sistem. Yang bekerja adalah sistem secara komputerisasi sehingga hanya memerlukan sangat sedikit tenaga manusia. Dalam sistem ini tidak ada aliran uang secara fisik sehingga meminimalisir tingkat kecurangan.

Tidak ada fisik uang dari penumpang dan tidak ada fisik uang dari pemilik Aplikasi kepada Anggota pemilik Taxi Online. Semua bekerja secara sistem melalui perpindahan uang antar rekening. Antar rekening penumpang dengan rekening pemilik Aplikasi dan dari rekening pemilik Aplikasi kepada rekening anggota Taxi Online. Pada Taxi Konvensional, penumpang sebagian besar membayar secara tunai, memang ada mesin EDC (gesek), namun jumlahnya masih terbatas.

Membayar secara tunai menimbulkan banyak masalah seperti ketersediaan uang receh untuk membayar sesuai tarif yang tertera pada Argo meter. Kadang2 terdapat tarif tambahan seperti biaya ngetem yang sebelumnya tidak terinformasi secara jelas. Penumpang terpaksa membayar sesuai yang diminta Sopir. Dari kedua perbandingan ini, jelas penumpang memilih Taxi Online karena sesuai prinsip ekonomi yaitu membayar sekecil-kecilnya dengan kenyamanan yang sebesar-besarnya. Bahasa lainnya " Barang rancak, Harga Murah " atau " Rasa Bintang Lima, Harga Kaki Lima ". Taxi Online Bayar Pajak. Sesuai kesepakatan antara tiga menteri (Menkominfo, Menteri UMKM dan Menhub), pemilik Taxi Online diminta untuk menjadi anggota Koperasi agar sesuai ketentuan yang tercantum dalam Undang2 yang mengatur Transportasi Umum dimana perusahaan Transportasi Umum harus berbadan Hukum. Tidak boleh usaha perseorangan sebagaimana yang terjadi saat ini.

Perizinannya akan dibantu oleh ketiga menteri di atas.Sesuai Undang2 Tentang Koperasi, jumlah Anggota Koperasi Minimal sebanyak 20 perseorangan. Jika ketiga Menteri di atas menyetujui jumlah anggota yang minimal tersebut, maka akan berdiri cukup banyak Koperasi yang dibentuk oleh anggota Taxi Online. Mengapa jumlah anggota Koperasi minimal ?. Ini terkait dengan Undang2 perpajakan yang mengatur bahwa pendapatan (Omzet) Perusahaan dibawah Rp 4,8 miliar pertahun, maka Perusahaan tidak diwajibkan membayar PPN sebesar 10% dari setiap transaksi.

Pajak yang dibayar bersifat final sebesar 1 % dari Omzet. Kemungkinan besar Koperasi ini tidak membayar PPN karena pendapatan masing2 anggota dibawah Rp 240 jt pertahun atau dibawah Rp 923 ribu perhari dengan asumsi masing2 anggota memiliki satu mobil dan mobil berjalan 5 hari seminggu atau 260 hari setahun dengan perhitungan sebagai berikut ; Rp. 4.800.000/20/260 = Rp. 923 ribu per hari. Apabila seorang pemilik Taxi Online memiliki lebih dari satu unit mobil, maka anggota tersebut mendaftar jadi anggota pada beberapa Koperasi.

Tidak ada Undang2 yang melarang seseorang menjadi anggota pada beberapa Koperasi. Setelah semua ketentuan yang mengatur Transportasi dipenuhi (membayar pajak) maka Taxi Online tetap bisa memberikan Tarif yang lebih murah dari Tarif Taxi Konvensional. Kalau apa yang kami tulis di atas terjadi, Taxi Online sudah berbadan hukum sesuai dengan Undang2 Transportasi dan membayar pajak sesuai ketentuan Undang2. Apalagi yang bisa diprotes oleh Taxi Konvesional ? Taxi Konvensional Harus Berubah. Kemajuan zaman dan teknologi tidak bisa dilawan.

Yang bisa dilakukan adalah berdamai atau menyesuaikan dengan Teknologi tersebut. Apa solusinya ? Taxi Konvensional meniru Model Bisnis yang diterapkan oleh Taxi Online dengan cara : Perusahaan Taxi Konvensional berubah menjadi Perusahaan pemilik Waralaba yang menjual Sistemnya kepada Perusahaan lain (pembeli Waralaba). Pembeli Waralaba adalah Koperasi seperti Koperasi yang dibentuk oleh Taxi Online.Pemilik Taxi Konvensional hanya menerima Komisi dari Pembeli Waralaba dan Pembeli Waralaba tidak perlu membayar PPN sebesar 10% dari nilai Transaksi. Jika ini bisa dilakukan oleh Perusahaan Taxi Konvensional maka kompetisi antara Taxi Konvensional sama dengan Taxi Online. Masalahnya, maukah pemilik Perusahaan Taxi Konvensional menjual sebagian kenikmatan yang diperolehnya selama ini ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline