Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam suku bangsa dan budaya. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 tercatat ada sekitar 1.340 suku yang ada di Indonesia. Hal ini tentunya menimbulkan banyak sekali perbedaan yang tercipta antar masayrakat yang ada. Kepluralitasan yang tinggi sering kali menumbulkan gesekan-gesekan yang terjadi antar warga masyarakat yang ada di Indonesia. Dari Mulyana (2008) menyebutkan bahwa benturan antar suku masih sering terjadi di beberapa wilayah, mulai dari sekedar sterotip atau prasangka antar suku, diskriminasi, hingga knflik-konfik terbuka bahkan sampai ke pembantaian yang memakan korban jiwa.
Gesekan antar kelompok bahkan dapat mencapai titik kekerasan apabila konflik tidak dapat terselesaikan. Orang-orang berpendapat bahwa konflik yang terjadi hanya bia ditangani dan diselesaikan dengan jalur kekerasan. Seperti halnya konflik antar budaya yang bisa jadi memicu adanya kekerasan antar kelompok. Hal semacam ini ada dan berkembang di masyarakat yang memiliki prespektif pikiran yang masih mengegoiskan kelompoknya dan menganggap kelompok lain tidak lebih baik dari kelompoknya, pemikiran sempit dan belum berkembang seperti ini yang menjadi pemicu perselisihan yang berujung pada kekerasan. Oleh karenanya penting adanya edukasi mengenai pemahaman penyelesaian konflik yang dapat mencegah adanya kekerasan di masyarakat.
Untuk menyikapi adanya gesekan-gesekan semacam ini konsep multikulturalisme hadir untuk menjadi solusi di tengah masyarakat yang plural. Multikulturalisme dapat dipahami dengan banyak kebudayaan dan kemajemukan (pluralistik). Namun, menurut Nugraha (2008) multikultualisme normatif berkaitan dengan dasar-dasar moral, yaitu adanya ikatan moral bagi para warga dalam lingkup negara/bangsa untuk melakukan sesuatu yang menjadi kesepakatan bersama. Multikulturalisme normatif seperti inilah yang diterapkan di Indonesia. Indonesia menyikapi multikulturalisme.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk islam terbanyak. Dalam data Kementrian Dalam Negeri tahun 2018, penduduk Indonesesia yang berjumlah 266.534.836 jiwa dengan 86,7% berqagama Islam, 7,6% Kristen, 3,12% Khatolik, 1,74% Hindhu, 0,77% Buddha, 0,03% Konghuchu, dan 0,04% agama lainnya. Dengan agama yang plural itu mengakibatkan seringnya terjadi konflik antar umat beragama. Dan dari berbagai banyak konflik tersebut Islam sebagai agama terbesar sering menjadi salah satu pihak yang berselisih.
Dalam Islam sediri konsep multikulturalisme sudah memiliki cerita tersendiri dalam islam. pada surah Al Hujurat ayat 13 telah menegaskan bahwa manusia telahdiciptakan berbangsa-bangsa dan juga bersuku-suku. Karena itulah tidak semestinya perbedaan suku bangsa menjadi ajang konflik, sebab Allah sendiri telah menegaskan bahwa manusia itu sendiri memang menciptakan manusia dengan berbagai macam perbedaan. Kemudian dalam surah al-Baqarah ayat 208 juga diterangkan untuk masuk ke dalam agama islam secara kaffah. Jika ditilik dari segi multikulturalisme, ini menyatakan kebersediaan masuk islam dengan damai dan total (kaffah).
Islam tidak pernah mengajarkan tentang pertikaian dalam perbedaan. Pemahaman mengenai multikukturalisme yang baik dan benar memang sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat plural seperti Indonesia. Dalam agama yang paling banyak di anut oleh Indonesia-islam- pun juga mengajarkan mengenai sikap tolerasansi, manusia yang diciptakan berbeda-beda ternyata telah tertulis dalam al-quran, sehingga tidak semestinya perbedaan menjadi pemicu konflik antar masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H